Jangan menyerah lebih dulu, belum berhasil bukan berarti tidak akan pernah.
•••••
Kesuburan seorang perempuan berada pada puncak usia 20 tahun. Namun, menginjak usia 30 tahun tingkat kesuburan mulai menurun dan akan terus menurun sampai menapause datang.
Usia ideal untuk perempuan hamil sekitar 20-35 tahun. Itu artinya Aleea masih memiliki kesempatan 5 tahun lagi untuk memberikan dirinya peluang melahirkan keturunan Abidzar. Sayangnya, sudah kurang lebih 8 tahun perempuan itu sudah pesimis duluan. Bukannya apa, tapi desakan dari banyak pihak membuat mentalnya semakin hari semakin menipis.
Perempuan mana yang tidak ingin memberikan suaminya kebahagiaan dengan hadirnya malaikat kecil di tengah keluarga yang harmonis? Mungkin dua dari sepuluh wanita yang tidak menginginkannya. Aleea rasa kebahagiaan mereka akan lebih sempurna lagi jika seorang anak datang di kehidupannya dan Abidzar. Detik ini ia masih berharap keajaiban dari Tuhan.
Ia memandang lurus bebatuan yang berada di sela-sela pohon yang rindang. Angin sejuk menerpa pori-pori pipinya halus. Lagi-lagi ia perang dengan pikirannya sendiri. Sejak kemarin, Abidzar belum mau menyapanya. Hampa. Aleea merasakan banyak kekosongan. Ternyata Abidzar akan bereaksi sekesal ini. Parahnya ini yang pertama bagi Aleea.
Selama menikah, Aleea belum pernah melihat Abidzar mendiaminya, bahkan keduanya tidak pernah bermasalah sehebat ini. Balik lagi, pernikahan memang tidak akan selalu memiliki keadaan yang stabil. Terkadang seperti di tengah lautan yang harus terombang-ambing dalam kalutan ombak. Ya, Aleea paham tentang itu.
“Ning.”
Gita—santri ndalem—datang, lalu ikut duduk di samping Aleea tanpa izin. Ia melihat istri gusnya itu murung sejak kepulangan dari rumah orang tuanya.
“Itu lagi, ya?” tanyanya yang diangguki pelan oleh Aleea. Abdi ndalem yang sering kali menjelma menjadi sahabat Aleea itu menghembuskan napas gusar. Dirinya sudah tidak kaget lagi tentang ini. Topik yang sama, mungkin tidak akan pernah berakhir sampai ekspektasi mereka semua terwujud.
“Mau cerita, nggak?” tawar Gita. Sering kali Aleea merasa bersyukur karena Tuhan mempertemukannya dengan gadis seperti Gita. Meskipun usia mereka terpaut jauh, tapi Gita selalu bisa menenangkan dirinya di saat ia tidak berani bercerita kepada Abidzar. Memiliki partner yang sering memberikan peluang untuk diri sendiri bercerita memang another level of luck.
Sejenak Aleea menatap Gita yang kini tersenyum ke arahnya. Perempuan itu ikut tersenyum, lalu memalingkan wajah lagi sambil mengangguk.
“Oke, yuk, cerita apa? Tapi sebelum itu, Allah udah denger keluh kesah ini belum? Gita nggak mau jadi orang pertama yang harus denger ini. Harus Allah yang pertama,” peringatnya yang lagi-lagi membuat Aleea selalu bersyukur dipertemukannya.
“Udah kok. Semalam udah cerita semua ke Allah,” katanya meyakinkan Gita. Gadis itu lega mendengar pernyataan ningnya.
“Yaudah, ada apa sama kemarin dan hari ini?”
“Mas Abi nggak mau nyapa aku.” Mendengar itu Gita mengerutkan dahinya bingung.
“Loh, kenapa?”
“Aku minta dia buat nikah lagi supaya bisa dapet keturunan.”
Seketika Gita membelalak terkejut. Gadis itu menggeleng karena tidak menyangka dengan semuanya.
“Ning Lea kenapa sih kok punya pikiran kayak gini?” gadis itu menghela napas sejenak, lalu meraih tangan Aleea dan mengelusnya pelan. “Gus Abidzar sayang banget sama Ning. Nggak mungkin dia mau menikahi perempuan lain selain Ning. Jangan aneh-aneh. Jodoh udah ada yang ngatur, Ning. Anak itu rezeki dari Allah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Polimagination [END]
Spiritual[Romance 14+ - Spiritual - Spesial Ramadan 2022] Bukan kisah klasik antara seorang gus yang menikah dengan santri abdi ndalem. Biarkan osean yang bercerita karena orang-orang tidak pernah mengetahui isinya, tidak dapat menebak besar kecil ombaknya...