Chapter 17

1K 58 19
                                    

[S’notes] Selamat membaca, Polimaginers ::>_<::

.

.

Apa pun takdirnya. Manusia tidak memiliki alasan untuk tidak mensyukurinya.

•••••

Perasaan semua orang hari itu campur menjadi satu. Sesak ada di mana-mana. Rasanya Aleea masih sulit mengikhlaskan kepergian sahabatnya. Perempuan itu sudah banyak berekspektasi tinggi tentang kehidupan poligaminya. Aleea ingin mengubah pandangan orang-orang tentang poligami, tapi ternyata Tuhan masih belum menghendaki.

Setelah setahun lebih ia berusaha memberikan hatinya peluang untuk mengikhlaskan Hilwa, kini dengan perlahan ia bisa. Kehidupannya kembali berjalan. Terlebih akan ada malaikat kecil yang sebentar lagi akan menyapa dunia.

Ya, setelah perjalanan yang begitu panjang dengan mengorbankan rasa sakit banyak pihak, kini ada malaikat yang tinggal di rahim Aleea. Tuhan selalu memiliki rencana yang indah. Tiga bulan setelah kepergian Hilwa, Allah menunjukkan karunia-Nya. Janin.

Perut perempuan itu mulai membesar. Ini usia ke-9 bulan kandungannya, bahkan kini Aleea sudah berada di rumah sakit menunggu masanya melahirkan. Ada rasa terharu karena penantian mereka selama 8 tahun tidak berujung sia-sia.

“Kalau yang keluar perempuan, namanya jadi Hilwa, ‘kan?” tanya Aleea sambil mengelus rambut suaminya.

Nama Hilwa. Terinspirasi dari nama sahabat sekaligus almarhumah istri kedua suaminya. Bayi ini anugerah dari Tuhan sebagai pengganti rasa sakit dari kehilangan orang baik seperti Hilwa. Tuhan memberikan ujian pasti selalu ada penawarnya. Aleea akui itu.

“Hilwa.” Abidzar mengulangi satu nama itu. “Nama yang cantik,” imbuhnya.

“Secantik pemilik namanya, ‘kan?” Aleea selalu saja memancing. Semenjak hamil perempuan itu selalu mencari gara-gara, padahal kedatangan Hilwa di hidup mereka juga karena desakannya. Ibu hamil memang aneh.

“Hem. Kalau laki-laki siapa namanya? Saya lupa,” tanyanya mengalihkan topik. Aleea justru memberengut kesal sambil menjambak pelan rambut suaminya.

“MASA NAMA CALON ANAK SENDIRI LUPA SIH!?!?!?”

Sambil menahan sakit, laki-laki itu mengucap maaf. “Iya ... gendut. Maaf, ya. Ingat kok, ingat. Namanya Althaf, ‘kan?”

“KOK GENDUT?!?!?! AKU KURUS YA, MAS!!! ENAK AJA GENDUT!”

Abidzar terkekeh. “Hah? Kurus? Ih orang benjol gitu perutnya.”

“SUAMI SINTING!!”

Tawa Abidzar pecah. Kedatangan malaikat kecil yang ada dalam rahim Aleea membuat kehidupan keluarga kecil mereka selalu terasa harmonis.

Hening. Tidak lama pintu ruangan terbuka. Orang tua Aleea datang memasuki ruang rawat putrinya. Secara bergantian Abidzar dan Aleea menyalimi tangan mereka.

Anjani mengelus kepala putrinya yang tertutup hijab. Wajah Aleea itu tampak lebih bersih dari biasanya. Kata orang, aura ibu hamil memang berbeda. Lebih cantik dari biasanya.

“Udah ada kontraksi?” tanya Anjani sambil memeriksa sekeliling. Aleea menggeleng. “Harus dijaga bener-bener meskipun udah di rumah sakit,” peringatnya.

“Pasti.”

“Gini dulu Abidzar nikah lagi, padahal nggak sampek sehari Hilwa udah ke pangkuan Ilahi. Mana nggak lama Aleea hamil,” sahut Ali. Takdir Tuhan memang tidak bisa ditebak oleh siapa pun.

Polimagination [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang