10| This is not over

1.4K 178 17
                                    

Sudah setengah bulan Hanna di rawat di rumah sakit, gadis itu sendiri yang terus-menerus meminta dokter untuk jangan memulangkannya terlalu cepat, dia masih belum siap untuk satu atap lagi dengan Yoojin.

Namun, dia tak bisa selamanya di rumah sakit. Mengingat tubuhnya juga perlahan pulih, gadis itu kini tengah berbaring di kamarnya sendiri. Dia menatap ruangan itu penuh dengan tatapan tajam, sungguh bayangan tentang Yoojin yang menyiksanya masih membekas di pikiran.

Sebuah ketukan terdengar diluar kamar, terdengar suara Arin dan Bomi. Hanna mempersilahkan mereka masuk. Begitu pintu terbuka, terlihat dua temannya yang sangat senang menyambut Hanna.

Keduanya segera memeluk gadis itu dan menunjukannya sesuatu.

   "Hanna, aku tahu kau baru saja pulih, tetapi kami tak bisa menyembunyikannya dari kau."

Wajah Arin dan Bomi nampak menegang, mereka juga khawatir jika Hanna mengetahui ini, bisa saja kesehatannya akan menurun.

   "Apa?" tanyanya penasaran.

Arin membuka ponsel dan membuka aplikasi insta, dia menunjukan sebuh foto yang di mana Hanna terlihat terkejut. Gadis itu terdiam sesaat, mencoba untuk mencerna semuanya.

   "Jadi, sejak kapan?" tanyanya dengan wajah menunduk.

   "Dua minggu setelah kau masuk rumah sakit. Hanna, maafkan kami. Harusnya kami menghajar Yohan saat kami tahu dia berpacaran dengan Sarah!" ucap Bomi menyesal.

   "Tidak, biarkan saja. Aku juga tidak punya hak untuk melarang dia berpacaran dengan siapapun, toh aku hanya bisa menyusahkan Yohan."

   "Dari kecil aku selalu bergantung pada Yohan. Ketika aku di ganggu, Yohan yang selalu maju paling depan, bahkan ketika aku terjatuh, Yohan yang paling sigap untuk menolongku."

   "Sudah saatnya bukan Yohan menerima kebahagiaannya. Aku tak mau dia terus-terusan terikat denganku apalagi janji yang dia buat dengan ayahku."

   "Sebelum meninggal, ayah berpesan pada Yohan untuk selalu ada di sampingku, tetapi aku tahu hal itu tak bisa berlangsung lama. Yohan hidup bukan untukku."

   "Aku tidak apa-apa. Masih ada kak Yoojin yang mau menerimaku apa adanya walaupun dia sering berlaku kasar padaku. Nyatanya hanya dia tempatku untuk pulang."

Hanna kini mengalihkan pandangannya pada kedua temannya.

   "Aku sedang ingin sendiri. Bisakah kalian meninggalkan aku? Tenang saja, kalian bisa kembali ke sini besok."

   "Kalau itu memang maumu. Besok kami datang, kita belajar bersama. Kau sudah setengah bulan ketinggalan pelajaran, sebentar lagi kita ujian."

   "Iya."

****

Sore harinya, Hanna menatap ke luar jendela. Dia membuang napasnya pelan, mengingat foto yang dia lihat. Di mana Yohan dan Sarah saling menyatukan bibir mereka tepat di bawah pohon tempat Hanna sering duduk saat disekolah.

Tiba-tiba air matanya menetes, dia meremas bajunya, merasakan sakit hati. Dia duduk dengan bersandar pada tembok, mencoba untuk menerima semuanya. Ya, Yohan berhak bahagia, pikir Hanna, tetapi memangnya Yohan bahagia?

Hanna menangis sesegukan, memeluk kedua lututnya erat. Dia mencoba untuk melupakan foto itu yang rasanya seperti tersimpan rapi jauh di dalam pikirannya.

   "Kenapa harus sesakit ini?"

Yoojin yang baru saja masuk untuk mengajak Hanna makan, pun terkejut melihat adiknya yang seperti orang berputus asa. Dia berlari dan memeluk Hanna, mencoba menenangkan gadis itu.

The Step Brother-LookismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang