CHAPTER 1

34.7K 1.2K 99
                                    

Dilarang memperluas cerita ini di YouTube tanpa izin!
____________________

"Mas, aku hamil lagi. Bagaimana ini? Aku tidak mau anak ini, Mas!" Suara Ibu terdengar cukup keras dari dalam bilik kamarnya.

"Sudahlah, syukuri saja, mau digugurkan? Kita yang berdosa, Sania."

"Nggak, Mas. Lihat, anak kita sudah empat, masih sangat kecil dan kamu sekarang nganggur. Mau dikasih makan apa anak-anak kita, Mas?"

Ada perdebatan Ibu dan Bapak.

"Bu, Pak, ada apa?" Kuketuk pintu kamarnya dengan cukup keras, aku takut terjadi apa-apa di dalam sana.

Pintu berderit ketika dibuka dari dalam. Ibu keluar dengan ekspresi yang masam.

"Adrian, kamu ngapain? Kamu nguping?"
Aku menggeleng. "Tadi Ibu seperti ketakutan, jadi aku khawatir."

"Adrian, belajar! Jangan nguping pembicaraan orang tahu!" Tiba-tiba Bapak keluar dengan nada yang cukup kasar.

Lantas, aku berbalik badan dan berjalan menuju kamar yang juga dihuni ketiga adikku yang masih kecil. Aku anak pertama. Sekarang sudah duduk di bangku SMP, adikku yang pertama berusia 10 tahun, yang kedua 6 tahun, dan yang terakhir masih 2 tahun.

"Kenapa, Bang?" tanya adikku yang paling besar.
"Nggak pa-pa. Kamu ada PR nggak?"

Dia hanya menggeleng.

"Zaki, sini sama Abang!" Kudekatkan diriku ke adikku yang paling kecil.

"Mama, Mama, Mama."

"Mama lagi sibuk, nanti kalau nggak sibuk pasti ke sini," ucapku.

***

Malam telah tiba, kami terbiasa makan malam bersama dengan makanan seadanya.

"Ayo makan! Makan seadanya, kan, kalian tahu Bapak lagi nggak kerja." Ibu menyodorkan sepiring ikan asin dengan sambal ke atas meja.

"Ikan asin terus. Kan, bosen, Bu," timpal adikku yang paling besar.

"Asih, makan seadanya. Kalau nggak mau makan, ya, sudah. Nggak perlu!" jawab Ibu.

"Sudah makan saja, Dek. Jangan banyak merengek," bisikku padanya.

"Ini, Mas, makan seadanya. Kamu, kan, nggak kasih aku uang hari ini," ucap Ibu, Bapak hanya diam saja dengan wajah yang penuh dengan ketakutan.

Ibu menyuapi adikku yang paling bontot, kulihat dia sangat lelah mengurus kami berempat beserta Bapak. Umurnya yang masih muda, tetapi raut wajahnya terlihat sangat tua, dengan bibir alami tanpa polesan lipstik dan kulit wajah sawo matang tanpa polesan sedikit pun bedak.

"Bu, biar aku yang suapi Zaki." Asih tampak tahu kalau ibunya sedang kerepotan.

"Tidak perlu, Asih! Makan saja dan habiskan makananmu," ucap Ibu.

"Atau perlu kamu suapi saja si Raya," tambahnya.
Aku hanya diam sambil menghabiskan makanan milikku.

***

FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang