“Nggak pa-pa, biarin saja. Jangan takut, di sini ada Bapak. Bapak akan nemenin kamu sampai Asih keluar dari rumah sakit,” ucapnya menenangkan diriku.Kemudian, Pak Haji membawaku ke ruang tempat Asih dirawat. Aku hanya melihat dari kaca transparan, kepala Asih tampak diperban dan berbaring dengan beberap selang yang ada di tubuhnya.
“Pak Haji! Kasihan Asih, dia masih sangat kecil untuk merasakan sakit itu.” Mataku terus berlinang menatap raut wajah Pak Haji.
“Adrian, ayo duduk dulu.” Ia menggandengku untuk duduk bersamanya.
“Pak Haji, tolong ceritakan, bagaimana bisa Asih tertabrak mobil?” tanyaku penuh dengan rasa ingin tahu.
“Bapak sebenarnya tidak tahu bagaimana Asih bisa mengalami kecelakaan, tapi pihak dari si penabrak akan menebus semua biaya perawatan Asih. Jadi, kamu jangan khawatir untuk masalah biaya,” ucapnya.
“Kalau masalah biaya, aku tidak khawatir, Pak Haji. Yang aku khawatirkan nyawa Asih. Untuk biaya, aku bisa mencarinya,” ucapku.
“Anak sekecil kamu tidak mungkin bisa mencari uang sebanyak itu, Adrian. Sudah, jangan terlalu berpikir buruk untuk ke depannya.” Beliau menepuk pundakku pelan. “Asih baik-baik saja, dia anak yang baik, kamu juga anak yang baik dan Allah selalu bersama orang-orang yang baik,” tambahnya lagi.
Aku berusaha menguatkan diriku untuk menerima kenyataan ini. Asih mengalami rasa sakit harusnya aku pun merasakannya.
“Bapak kamu di mana, Adrian?”
“Bapak pergi ke Kalimantan untuk bekerja, Pak Haji,” ucapku.
“Bagus kalau begitu, jadi dia tidak meresahkan orang lain karena perbuatan judinya,” timpalnya.
Aku menghela napas kasar. Dengan mata yang terus berlinang air mata. Rasanya sangat lemas.
“Adrian!” teriak seorang wanita, yang tak lain Ibu, ia membawa Zaki serta Raya.“Pak Haji?”
“Asih kenapa, Adrian?” tanyanya padaku.
“Asih kecelakaan, Bu. Silakan kalau mau lihat, di sana ruangannya. Tapi, hanya bisa melihat dari luar saja.” Pak Haji menunjukkan sebuah ruangan tempat Asih dirawat.
Ibu kemudian mengintip dari kaca transparan. Raya menghampiriku dan memelukku.
“Bang?”
“Kenapa, Raya?”
“Kak Asih mau ninggalin kita, lho.”
Maksudnya apa anak sekecil raya berkata seperti ini?
“Kak Asih nggak ninggalin kita, nanti kita bakal pulang dari sini bareng-bareng kok.”“Nggak! Kak Asih pulang duluan, nggak ngajak kita, Bang.”
Alisku berkerut menatap heran.
“Kamu bicara apa, Raya? Sini, Pak Haji pangku.” Pak Haji mengambil Raya di pelukanku lalu memangkunya.
Ibu berbalik dan mendekatiku, tak ada raut wajah sedih yang terpancar, tidak seperti diriku, wajahku sudah memerah karena tangisan tadi.
“Bu.”
“Kenapa?!”
“Kok, Ibu nggak sedih?” tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )
SpiritualKeluarga kecil yang tinggal di rumah sewa tepat di sudut kota besar. Dengan kesederhanaan membawa mereka untuk tetap terus bertahan di dalam keprihatinan. Sebagai sang sulung, Adrian adalah sosok anak-anak yang bertanggung-jawab kepada ketiga adik...