Aku terus menangis sesenggukan dengan berjalan kaki di tengah teriknya matahari. Entah apa yang sedang terjadi di keluargaku, baru saja Ibu melakukan operasi untuk mengangkat rahimnya, sekarang Raya harus dibawa rumah sakit besar di kota untuk penanganan lebih lanjut.
Aku tak tahu menahu tentang penyakit apa yang diderita adikku itu, aku pikir dia baik-baik saja sebelumnya.
“Adrian, Adrian!”
Suara pria tua berteriak memanggilku dari arah belakang, sontak aku menoleh.
“Pak Haji.”
Ya, tak lain Pak Haji Rosadi.
“Raya kenapa Adrian?” tanyanya dengan napas yang sedikit tersengal-sengal.
“Tidak tahu, Pak Haji.” Aku menjawab dengan nada suara orang yang tengah menangis.
“Ayo pulang saja, Bapak temani,” ucapnya sembari menuntut tangan sebelah kananku.
“Adrian,” celetuk Pak Haji Rosadi.
Aku sedikit menoleh pada wajah yang sudah sedikit keriput. “Kenapa, Pak Haji?”
“Kamu mau ngaji bareng Bapak nggak?” tanyanya, dari raut wajahnya ada sesuatu yang memaksa agar aku mengaji padanya.
“Boleh, Pak. Nanti coba tanya Ibu dulu, ya,” ucapku.
“Eh, jangan, nggak usah tanya.” Timpanya.
Aku mengernyitkan dahi.“Kenapa, Pak? Aku biasanya tanya dulu ke Ibu,” tanyaku bingung.
Wajah Pak Haji berubah tidak seperti sebelumnya, ia tampak menyembunyikan sesuatu.
“Bapak kenapa?”
Aku mencoba bertanya agar ia menjawab maksud dari ajakannya tadi.
“Lupakan saja, Adrian. Kamu mau pulang, kan?” tanyanya.
Aku mengangguk. “Iya, Pak!”
“Bapak temani kamu sampai rumah,” timpalnya.
Aku hanya mengiyakan dalam hati, lalu kami berjalan sampai akhirnya tiba di rumahku.
“Bapak tidak mau mampir?” basa-basi biasa sebelum Pak Haji pergi pulang.
“Tidak, Adrian. Bapak pulang saja.”
Gerak-geriknya aneh, ia tampak sedang mengamati sesuatu dari rumahku. Namun, aku masih berpikir positif mungkin Pak Haji ingin menjenguk Ibu.
“Ibuuu!”
Kupanggil Ibu dengan nada yang cukup kuat.
“Adrian, Adrian! Ibu jatuh!”
Segera aku berlari ke dalam kamar, Ibu tergeletak tepat didasar lantai.
“Astagfirullah, Ibu!”
Aku mencoba mengangkatnya. Namun, sangat berat sekali.
“Aduh, berat sekali,” gumamku dalam hati.
Namun, akhirnya semua dilancarkan, aku bisa membaringkan Ibu ke ranjangnya.
“Ibu, lain kali hati-hati,” ucapku padanya.
“Ibu sudah lama terjatuh dan Ibu sudah berteriak meminta tolong. Tapi, hanya Zaki yang menyahutnya.”
“Kamu dari mana, Adrian? Dan mana bapakmu?”
Aku yang terfokus pada Zaki yang tengah tidur tepat di sampingnya hingga aku gagal fokus pada pertanyaan Ibu.
“Kenapa, Bu?”
Ibu menghela napas kasar.
“Kamu dari mana?” tanyanya lagi.
“Anu, Bu, tadi habis ke klinik,” jawabku sedikit terbata-bata.
“Klinik? Habis ngapain?” alisnya menyerit, ingin tahu kebenaranya.
“Raya mana? Kok, dari tadi Ibu nggak liat Raya?!” imbuhnya sembari menengok kanan dan kiri untuk mencari keberadaan Raya.
“Raya di rumah sakit, Bu, tadi tiba-tiba muntah darah dan mimisan. Bapak sama aku khawatir, akhirnya kami langsung bawa dia,” ucapku lirih.
“Hah? Raya sekarang di mana?” Ibu ingin bangkit dari baringannya.
“Bu, jangan bergerak!” Aku menahan agar dia tak bangkit.
Ponsel milik Ibu berbunyi.
“Adrian! Ambilkan HP Ibu!”
Aku segera meraih ponsel Ibu yang berbunyi dan segera memberikan padanya.
“Bu Puji!” gumamnya.
“Halo, Bu!”
Entah apa yang Bu Puji bicarakan pada Ibu dan Ibu terlihat sangat syok.
“Jangan seperti ini, Bu, kita tidak pernah bersepakat tentang ini!”
Namun, sepertinya, sambungan telepon telah dimatikan oleh Bu Puji.
“Ada apa, Bu?”
Aku melihat gelagat Ibu yang tampak takut.
“Ibu mau pergi, Ibu mau ke rumah Bu Puji!” Ia mencoba bangkit walaupun bekas jahitannya masih terasa sakit.“Ada apa, Bu? Biar aku saja yang ke sana!” timpalku.
“Ini urusan Ibu Adrian! Arrgh!”
Ibu terjatuh dan terus merintih kesakitan di area perutnya.
“Adrian, Adrian!”
Aku segera menggapainya. “Ibu! Sebenarnya ada apa dengan Bu Puji?”
Ia menarik napas kasar.
“Bukan urusanmu, Adrian!” dengan nada sangat keras.
Aneh! Ada hal aneh yang Ibu sembunyikan. Aku akan pergi ke rumah Bu Puji besok!
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )
SpiritualKeluarga kecil yang tinggal di rumah sewa tepat di sudut kota besar. Dengan kesederhanaan membawa mereka untuk tetap terus bertahan di dalam keprihatinan. Sebagai sang sulung, Adrian adalah sosok anak-anak yang bertanggung-jawab kepada ketiga adik...