CHAPTER 10

10.4K 617 12
                                    

“Raya, Ibu sama Zaki pergi dulu, ya. Kamu di rumah aja, kalau mau makan tinggal ambil di lemari dan jangan pergi ke mana-mana.”

“Iya, Bu,” ucap anak perempuanku satu-satunya.

Aku segera pergi dan menemui Bu Puji untuk mengambil keuntunganku setelah menumbalkan Asih. Kemarin aku belanja banyak karena ada sisa uang dari penabrak Asih, sekarang mungkin aku bisa memegang uang lebih banyak.

Aku berjalan kaki sembari melihat situasi sekeliling, takut ada orang yang mengikutiku.

Tak butuh waktu lama akhirnya aku sampai di rumah Bu Puji yang mewah ini.

“Pak, tolong buka gerbangnya, Pak!” teriaku pada salah satu satpam yang sudah kukenal.

“Eh, Mbak Sania, silakan masuk.”

Tak menunggu waktu lama, aku langsung masuk dan seperti biasa Bu Puji tampak sedang menungguku di depan teras miliknya.

“Halo, Mbak Sania. Kebetulan sekali saya ada berita bagus.”

Aku segera duduk dengan wajah yang sangat gembira.

“Saya tahu, Mbak Sania juga merasakannya bukan? Sebentar, ya, saya ke dalam, mau ambil sesuatu,” ucapnya, aku hanya mengiyakan tanpa berucap apa pun.

“Ini hasilnya, bagaimana? Puas tidak?”

Ia meletakan lembaran uang berwarna merah serta tak lupa perhiasan di meja.

“Ini semua untukku, Bu?” ucapku tak percaya melihat keajaiban ini, seperti mimpi.

“Iya, berjalan dengan mulus bukan? Jadi orang kaya itu mudah sebenarnya, tinggal kitanya aja gimana niatnya.”

Aku memegang lebaran uang ini dengan sangat gemetar serta perhiasan yang tak pernahku miliki sebelumnya.

“Tapi, Mbak Sania harus merelakan janinnya juga untuk ditumbalkan,” bisiknya padaku.

“Janinku?”

Ia mengangguk.

Ah, tak apa-apa, jika aku menumbalkan janinku juga untuk harta, sedari awal aku tak menginginkan kehadiran janin ini.

“Baiklah, Bu. Jika hasilnya memuaskan saya akan merelakan janin ini.”

“Bagus, pemikiran yang jernih! Tapi kita butuh waktu yang cukup lama, mungkin sampai janin kamu baru berusia 7 bulan.”

“Oh iya, lupa. Saya ada tambahan uang buat kamu ini sebagai bonus karena kamu mau kerja sama dengan saya.”

Ia kembali ke dalam dan aku masih asyik dengan emas serta uangku.
Ya Tuhan, bahagianya menjadi orang yang banyak uang aku pikir aku takkan bisa jatuh miskin sampai kapan pun.

“Ini, dua kali lipat dari yang tadi.”

Mataku terbelalak melihat tumpukan uang yang benar-benar nyata berada di depanku.

“Dan ingat, ayam cemani hitam itu kamu simpan saja. Kalau bisa jangan sampai ada yang tahu.”

“Maaf, Bu, kemarin anak lelaki saya tahu ayam itu. Ini juga salah saya, tidak terlalu berhati-hati.”

FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang