THREE

77 8 0
                                    

Usai pertemuan kedua mereka, Nyonya Ishikawa mengutus putranya untuk memilih dan membeli cincin pertunangan sekaligus pernikahan. Tentu saja, Sharon sendiri harus ikut. Maka hari itu, Luke dan Sharon kembali bertemu untuk yang ketiga kalinya.

"Apa kabar, Sharon?"

Wanita cantik yang baru saja menyamankan posisi duduknya di mobil, segera menatap sekilas ke arah lawan bicara, kemudian hanya tersenyum tipis. Menegaskan bahwa ia masih enggan mengakrabkan diri pada pria yang akan segera berstatus sebagai tunangannya.

"Baiklah. Ayo, kita selesaikan misi hari ini..." gumam Luke pada dirinya sendiri.

"Tunggu," Sharon menghentikan Luke yang baru saja akan menginjak pedal gas.

"Ada apa?" tanya Luke seraya memandang ke arah wanita cantik di sampingnya.

"K-kumohon, kemudikan mobilnya pelan-pelan saja?" Sharon membalas tatapan Luke dengan penuh harap.

Membuat Luke seketika tak berkutik. Sebenarnya, ia memiliki rencana lain siang itu. Kini, rencananya terpaksa ia tunda dulu. "Oke," jawabnya berusaha menenangkan.

Dan hal itu memang Luke lakukan sepenuh hati. Ia mengemudikan mobil dengan pelan dan berhati-hati. Sesekali ia akan mengamati keadaan penumpang yang duduk di sampingnya. Mengingat mobil adalah salah satu penyebab utama kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kedua orang tua Sharon, akibat ulah penggemar fanatik yang tidak waras, bisa dibayangkan betapa tidak nyamannya Sharon saat ini. Terlebih ketika ia harus bepergian naik mobil selain bersama sopir pribadi maupun orang kepercayaannya. Seperti sekarang, saat bersama Luke sendiri.

Sharon terlihat duduk dengan tenang. Menikmati pemandangan dari dalam jendela mobil.

Meski saat terakhir kali bertemu, Sharon selalu menegaskan bahwa ia sudah dinyatakan sembuh, Luke tahu betul wanita itu masih menyimpan beberapa trauma. Total lama pengobatan dan terapi jiwa yang harus Sharon jalani kemarin, kurang lebih selama setahun penuh. Yang Luke ingat, trauma akibat luka psikis tidak bisa disembuhkan kurang dari setahun. Tidak seperti luka fisik yang akan dengan mudah terlihat dan bisa langsung diobati.

Luka psikis membutuhkan pengamatan sepanjang waktu.

Dan Luke diam-diam terus memantau keadaan Sharon di tengah kesibukannya sendiri. Sebagai salah seorang dokter bedah di tim ternama, Luke juga harus selalu memastikan fokus perhatiannya tetap total di dunia yang sangat bertolak belakang dengan dunia Sharon. Meski begitu, ia tak kenal lelah. Sudah ia akui, kehadiran Sharon di hidupnya mulai mendapat tempat tersendiri. Semacam prioritas tak terbantahkan yang lain.

Diam-diam menjadi sumber kewarasannya karena berada di dua dunia yang berbeda.

"Maaf, apa boleh nanti sepulang dari membeli cincin... kita mampir ke rumah sakit dulu? Aku melupakan jas dokter yang seharusnya kubawa pulang kemarin..." Luke memecah keheningan.

"Tentu," Sharon menjawab singkat.

Demi rasa suka yang ada di hati Luke untuk wanita itu, momen inilah yang sangat dinantikan oleh pria tersebut sedari tadi. Mendengar suara lembut Sharon yang sudah menjadi candunya setelah terpisah cukup lama sejak dari pertemuan kedua mereka. Luke diam-diam menahan kerinduannya setengah mati.

Mungkinkah Sharon juga merasakan hal yang sama?

"Kau sudah makan?" Luke nekat mencoba memulai pembicaraan.

"Hm," Sharon merespon meski jawabannya sangat singkat.

Luke menelan ludah. Akankah membuka pintu hati seorang Sharon Myoui menjadi langkah yang mustahil baginya?

Luke and SharonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang