TEN

68 5 0
                                    

"Hi!"

"Oh, Dad! You scared me!"

"Oops! Sorry, Sweetie... What are you doing here?"

Lauren, gadis yang sedang menanti di ruang tunggu, terlihat langsung bergerak mendekati ayahnya. Tadi gadis itu tengah asyik mengamati indahnya kebun bunga di halaman rumah sakit milik sang ayah bekerja.

"Just missing you so much and can't wait any longer to see you at home..." Lauren memeluk erat sosok pria di hadapannya.

"Ooh... Thank you, Sweetheart... I miss you too, Kiddo..." Luke, pria yang dipeluk oleh Lauren, nampak melepas pelukan mereka dan menatap gemas ke arah sang putri cantik. "Jadi... kau datang kemari?" tanyanya.

Lauren mengangguk dengan senyum.

"Langsung pergi kemari dari bandara sendirian?"

Lauren masih mengangguk santai. Tak lupa senyum manis di wajah kalemnya itu.

"Wow, lihatlah dirimu sekarang, Nak! Kau... terlihat sangat cantik dan dewasa!"

Jeda sebentar. Tatapan penuh kekaguman Luke pada sang putri cantik seperti tak bisa pria itu hindari sendiri. Wajah kalem dengan sunggingan senyum tipis, aura anggun yang mempesona, bahkan suara lembut Lauren benar-benar sebelas dua belas dengan milik sang ibu.

Istri tercinta Luke, Sharon.

"Just like your Mom..." lirih pria paruh baya itu lagi. Yang masih saja terlihat sangat tampan meski telah memasuki usia akhir kepala empat.

"Oh, I'm sorry, Dad..." Lauren membalas lirihan sang ayah. Binar sedih juga nampak dari kedua bola mata sendunya. Ia kembali menegaskan, "But I miss her so much too... Just like you."

"Kau benar," Luke membelai lembut rambut panjang anak gadisnya yang siang itu dibiarkan terurai.

Ia mengamati lekat-lekat sosok cantik di hadapannya saat ini. Tinggi badan 'gadis kecil'-nya sudah hampir menyamai dirinya. Bahkan terlihat jauh lebih tinggi dari yang selalu ada dalam benak pria tampan tersebut. Karena kini, Lauren sudah berusia enam belas tahun.

"Apa yang kupikirkan?" gumamnya, "Tentu kau juga sedang dalam perjalanan, berjuang mengatasi permasalahanmu sendiri seperti tidak berusaha merindukannya. Pasti sangat berat bagimu. Maafkan aku, Nak..."

Luke membuang muka ke arah jendela dan menunduk. Enggan menatap wajah sang putri yang kini bisa melihat secara jelas bahwa ayahnya berusaha menahan tangis.

"Dad..." Lauren meraih tangan kanan Luke untuk digenggamnya erat kemudian kembali berbisik, "Berhenti meminta maaf padaku! Ini bukan kesalahan Daddy, bukan salah siapa-siapa!"

Luke menggeleng. "Tidak, Sayang, kau harus tahu kebenarannya. Aku sudah gagal melindungi Mommy-mu!"

"Apa??" Lauren terkejut.

Dalam sekejap, pria yang tadinya terlihat begitu tenang, mendadak bertingkah seperti hilang kewarasan. Luke bahkan telah duduk bersimpuh di hadapan Lauren. Air mata juga terlihat bercucuran di kedua pipinya. Pria itu syok. Nafasnya mulai terengah-engah karena merasa sesak di dada akibat tekanan emosi yang meledak-ledak.

"Bangun, Dad! Apa yang kau bicarakan??" Lauren terlihat ikut panik, meski sudah berusaha agar menenangkan sang ayah.

"Itu benar, Sayang! Aku sudah gagal melindungi Mommy-mu! Seandainya saja waktu itu aku bertindak lebih cepat, Sharon pasti masih akan bersama kita sekarang!" racau ayahnya.

"Dad!" Lauren mengguncang-guncang kedua bahu Luke di hadapannya, "Sadarlah! Mom sudah tidak ada! Ia sudah tiada untuk kebaikannya sendiri dan untuk selama-lamanya!"

Luke and SharonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang