SEVEN

91 7 2
                                    

"Hei, awas!"

BYUUR...!

Sharon langsung membeku di tempat saat mendengar seruan Luke tadi. Dan benar saja. Sekarang jas pria tampan itu hampir basah kuyup.

Akibat melindungi Sharon dari serangan air comberan, bekas genangan saat hujan deras turun beberapa jam yang lalu.

"Pengemudi gila!" gerutu pria tersebut.

Sharon menahan tawa. Sudah tahu berjalan kaki setelah hujan turun seperti ini tadi bukan ide yang bagus, tapi Luke terus saja mendesak. Demi sebuah taman yang katanya adalah taman terindah di kota ini.

"Kau baik-baik saja?" Luke bertanya sambil menatap ke arah wanita itu khawatir. Suaranya juga terdengar lembut. Kontras dengan gerutuan tadi.

Sharon hanya mengangguk. Diam-diam masih menahan senyum yang luput dari perhatian Luke karena pria itu kembali sibuk menyeka kasar bekas air di jasnya.

"Syukurlah..." gumamnya lagi terdengar lega meski disertai alis menggandeng di wajah tampan tersebut.

Pria di hadapan Sharon ini jadi terlihat sangat menggemaskan di mata wanita itu. Tiba-tiba saja. Sharon yakin ia belum pernah melihat ekspresi wajah Luke saat ini. Kesal karena ulah pengemudi motor ugal-ugalan tadi. Normalnya pria itu terlihat selalu ceria dan tanpa beban. Seperti bukan tipe orang yang pemarah ataupun moody-an.

Sharon mendapat poin pelajaran tambahan yang baru lagi.

"Jadi..." Sharon mencoba memulai pembicaraan.

Ia tahu, biasanya ini bukan gayanya. Sama sekali bukan. Tapi sejak kehadiran Luke beberapa minggu terakhir, entah bagaimana ia selalu mendapat ide untuk memulai sebuah pembicaraan. Momennya bahkan terasa tepat.

"Ya?" Luke menunggu kelanjutan kalimat Sharon.

"Apakah tamannya sudah dekat?" tanya Sharon lagi.

"Oh, ya!" Luke menepuk keningnya sendiri, "Ya, ada di depan sana! Kau bisa melihatnya?"

Sharon memicing ke arah yang ditunjuk. Gelapnya malam tentu membuat siapa saja harus menyesuaikan pandangan mereka meski lampu jalan berada di sekitar mereka.

"A..." Sharon menggumam, "Kurasa aku tak bisa melihatnya."

"Benarkah??" Luke malah terlihat terkejut.

"Hm."

Luke berjalan mendekat ke posisi di mana Sharon berada, ia berdiri tepat di belakangnya dan mencoba mengamati letak taman yang ia maksud dari sudut pandang Sharon saat ini. "Itu di sana," ujarnya ketika berhasil menemukan, "Lurus sedikit lagi kemudian di sebelah kanan kau bisa melihat adanya beberapa batang pohon, kan?" Luke menatap ke arah Sharon di samping kirinya dan menahan nafas.

Ternyata wajah wanita cantik itu bahkan berada terlalu dekat dari wajahnya. Luke meneguk ludah susah payah. Pantas saja sedari tadi ia merasakan aroma yang wangi di sekitarnya. Ia baru sadar. Itu adalah wangi khas parfum Sharon. Perpaduan aroma bunga yang wangi dan buah yang manis. Wangi yang begitu memanjakan indra penciuman Luke setiap kali mereka berdekatan.

Bahkan, Luke seperti bisa mencium aroma itu langsung hanya karena mengucap nama Sharon dalam benaknya. Pesona memikat yang tak bisa Luke hindari.

Sisi lain, Sharon masih asyik mencoba menemukan letak yang diarahkan oleh Luke tadi. Sehingga tak sadar dengan betapa dekatnya jarak mereka berdua saat ini. Tapi saat ia sedikit memiringkan kepalanya ke sebelah kanan, detik itu pula ia sadar.

Dan dengan canggung, ia melangkah menjauh beberapa jengkal kemudian berdeham. "Ya, aku sudah menemukannya," Sharon menanggapi.

"Apakah masih terlalu jauh untukmu?" Luke mencoba menetralkan diri dari segala euforia sesaat tadi.

Luke and SharonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang