CHAPTER 9

10.6K 631 14
                                    

Ibu mengunciku serta kedua adikku, Raya Dan Zaki. Ibu memang sudah gila!

"Ibu! Buka, Bu!"

Aku mencoba mendobrak pintu ini, tetapi sangat susah sekali. Aku tak bisa membiarkan Asih dikubur secara tidak baik oleh Ibu.

"Ibu!"

"Bang, kenapa teriak-teriak?" tanya Raya dengan polosnya.

"Kak Asih mati?" imbuhnya.

"Sstt. Kamu bicara apa? Sudah, diam saja! Jaga Zaki," ucapku.

Ia hanya mengangguk.

Ceklek!

"Adrian! Keluar bantu Ibu."

"Raya ikut, Raya ikut."

"Jangan Raya, diam di situ!"

Ibu menyeret tanganku dengan kasar, kemudian dia kembali mengunci kamarku.

"Ibu memang sudah gila!" ucapku dengan kasar.

"Diam, Adrian!"

"Beri tahu Bapak, Bu, kalau Asih sudah meninggal!"

"Tidak mau, biarkan saja. Bapak juga tidak ingin Asih hidup!" ucapnya membuat diriku semakin geram. "Adrian! Tolong periksa kamar Ibu, ambil kasur yang berada di atas dipan, lalu bawa ke sini," imbuhnya.

"Untuk apa?"

"Sudah, jangan banyak tanya, cepat lakukan!"
Ia mendorongku dengan paksa masuk ke dalam kamarnya. Bau-bau tak sedap di kamar Ibu tercium indraku, mungkin karena aku baru masuk ke kamarnya. Aku berusaha berpikir positif. Setelah mendapatkan apa yang Ibu pinta, aku segera kembali ke tempat Ibu.

"Ini mau ditaruh di mana?"

"Sini."

Ibu mengangkat jenazah Asih dan diletakkannya di dipan dalam kamarnya.

"Bu, untuk apa Asih di sana?"

"Biarkan saja dulu, nanti malam Ibu akan makamkan sendiri di belakang rumah," ucapnya.

"Berdosa, Bu. Ibu tidak punya ilmu apa pun, tidak boleh sembarangan mengubur orang dengan cara tidak baik!" timpalku dengan nada cukup keras.

"Orang mati, ya, sudah mati. Untuk apa lagi?! Dia layaknya burung mati yang dimakamkan seadanya! Iya, bukan?" Tawa Ibu nenggelegar, membuatku semakin heran.

Aku menggeleng-gelengkan kepala, menatap heran dengan tingkah laku Ibu ini, ia sedang kerasukan setan apa?

"Aku akan pergi dana berjumpa dengan Pak Haji Kasim, biarkan Pak Haji yang mengurus permasalahan ini!"

Tiba-tiba Ibu mencekik leherku dengan cukup keras.

"Kamu berani sama Ibu? Ini Ibumu yang melahirkanmu! Ingin jadi anak durhaka?!" tanyanya dengan tatapan mata yang melotot ke arahku.

"Lepaskan! Aku tidak durhaka! Ibu yang durhaka pada anak sendiri! Lepaskan Bu ...." Aku mencoba memberontak dari cekikan Ibu yang terus berada di leherku.

FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang