“Ah, Mas Bahar telepon lagi,” gumam Ibu.
“Bapak telepon, Bu?” tanyaku.
“Iya.”
Ibu tampak mengangkat telepon Bapak.
“Halo, ada apa, Mas?!”
“Aku lagi belanja, kamu kerja aja sana!”
“Apa! Mau pulang? Ngapain, sih, buang-buang uang aja!”
“Asih udah aku makamin, kamu nggak usah pulang!”
“Asih kecelakaan, kepalanya bocor dan akhirnya meninggal. Udahlah, kamu doain aja dari sana.”
“Ya udah, nanti kalau aku hamil lima bulan kamu pulang aja, kalau sekarang nggak usah dulu.”
“Aku belanja pakai uang aku sendiri, Mas. Kenapa, sih, kamu tuh sama aja kayak Adrian!”
“Udahlah, Mas. Di sini rame, diliatin orang, kan, malu. Nanti telepon lagi.”Itulah celotehan Ibu selama bertelepon dengan Bapak.
“Bapak pulang, Bu?” kulihat Ibu masih sibuk dengan ponselnya.
“Nggak, Ibu larang Bapak pulang. Lagian baru beberapa hari di sana, masa udah pulang aja,” ungkapnya.
“Pesanannya, ya. Silakan dinikmati.” Pelayan datang membawa pesanan kita.
“Terima kasih, Mbak!” ucap Ibu.
Aku mengambil satu porsi yang memang sudah disediakan.
“Enak, Bu,” ucap Raya.
Aku baru mau menyuap nasi dengan ayamnya. Namun, bau dari ayam ini tampak lain.
“Ini ayam basi, Bu?” tanyaku berbisik.
“Apa? Mana ada restoran sebagus ini ada ayam basi? Sudahlah, Adrian, ayo dimakan!”
Namun, selera makanku seketika berkurang. Aku tak mengerti apa yang terjadi pada diriku.
“Aku tidak mau makan, Bu,” ucapku.
“Ya udah, nanti minta dibungkus aja,” jawabnya.
Akhirnya aku tak makan apa pun, aku hanya melihat Ibu beserta adik-adikku makan, entah mengapa mereka sangat lahap menyantap hidangan ini.
Namun, menurutku makanan ini tak sedap seperti makanan basi.
“Kasihan, tuh, Bang Adrian. Nggak mau makan, padahal, kan, enak,” bisik Ibu pada Raya.
Raya hanya mengangguk sembari terus mengunyah. Aku hanya bisa menahan rasa laparku.“Bu, jangan lama-lama,” ucapku.
“Kenapa, sih?! Salah sendiri nggak mau makan!”
Aku menghela napas dengan kasar.“Asih, Asih,” gumamku.
“Kenapa melamun?” tanya Ibu padaku.
Aku menggeleng, kenapa hatiku serasa tidak nyaman dengan Ibu yang berubah tiba-tiba seperti ini? Atau hanya perasaanku saja?
“Ah! Enak, ya. Ibu udah kenyang. Ayo pulang, nanti kita minta bungkus juga buat dibawa pulang,” ucap Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )
SpiritualKeluarga kecil yang tinggal di rumah sewa tepat di sudut kota besar. Dengan kesederhanaan membawa mereka untuk tetap terus bertahan di dalam keprihatinan. Sebagai sang sulung, Adrian adalah sosok anak-anak yang bertanggung-jawab kepada ketiga adik...