So Weird

21.1K 1.5K 106
                                    


Noah bahkan tak bisa fokus selama bekerja. Ia terus melirik ke luar dimana Alana tampak sibuk sekali dengan komputer dan kertas-kertas tak berguna itu.

Noah meremat penanya dengan geram. Biasanya Alana ada disini tapi tidak dengan hari ini.

Kriet

Perlahan pintu kantornya terbuka. Noah sampai kaget melihat Kevin datang ke ruangannya dengan wajah lempeng.

"Apa?" tanya Noah sok cuek. Ia kesal dengan laki-laki yang ia angkat jadi kepala humas ini.

Umur mereka tak berbeda jauh pula, Kevin adalah juniornya di kampus dulu. Dulu pria ini baik, hanya saja terlalu agresif. Jangan kira Noah gak tau kalau dia juga mengincar Alana.

"Acara ulang tahun perusahaan udah fix brosurnya." lapor Kevin.

Noah mengangguk tak peduli. "Oke."

Tapi tak ada pergerakan dari pria ini membuat Noah heran. "Kenapa belum pergi?"

Terdengar helaan nafas panjang dari Kevin membuat pria itu menoleh ke arahnya. Menyadari ekspresi tak bersahabat darinya.

"Jangan memanipulasi orang, Pak Noah." teguran Kevin dengan tegas.

Noah memiringkan kepalanya. "Maksudmu?"

"Berhenti memanipulasi siapapun!" seru Kevin serius. "Joya, Emili, Ken, Davin, Bu Alana!"

Telinga Noah langsung panas begitu nama Alana disebut. "Apa maksudmu?"

"Dari dulu kau tak berubah!" seru Kevin semakin berani. "Tak semua apa yang kau inginkan harus kau dapatkan! Kau tak mau tahu kesusahan apa yang mereka alami, yang  selama kau pikirkan hanya bisnis bisnis dan bisnis!"

"Berhenti---"

"Oh, sekarang bukan bisnis..." Kevin menyela ucapan Noah dengan wajah sinis. "Obsesi cinta juga sudah menyelip, ya?"

Brakh!

"Jangan sampai buku ini melayang ke kepalamu ya!" gertak Noah marah. "Kau tak tahu apa-apa! Urus saja pekerjaanmu!"

"Harusnya itu yang aku katakan padamu!" Balas Kevin berapi-api. "Aku tahu, kau yang membatasi Bu Alana bergabung dengan kegiatan kantor. Ya kan?"

Kali ini Noah tak menjawab. Itu tidak salah, hanya saja emosinya semakin besar saja apalagi melihat wajah sinis Kevin.

"Kau tau? Kau itu egois..." tunjuk Kevin. "Mungkin Bu Alana bisa menahannya. Tapi aku berani jamin, ada saatnya dia bakal mundur!"

"Jaga mulutmu, Kevin!"

"Aku akan selalu menjaganya! Kecuali kau membuat susah perempuan yang kucintai!" Kalimat Kevin ini berhasil membuat Noah terdiam.

Melihat keterdiamannya, Kevin tersenyum miring dan memperbaiki cara berdirinya. "Baiklah, hanya itu yang ingin saya sampaikan. Saya permisi,"

Noah diam saja. Bahkan sampai Kevin lenyap dari penglihatannya pun Noah tak merubah posenya.

Apa katanya tadi? Noah menyulitkan Alana?

---

"Lannnnn lo tuhhh!"

"Iishh!" Alana menggeram kesal, panas susah telinganya mendengar rengekan Joy. "Lo ngomong lagi gua jorokin ke lantai satu, bego!"

Joy memberengut sambil memukul-mukul berkasnya. "Yang gambar ini kan gajadiii ngapain dikerjain lagii!?"

"Gua belum ngomong sama Noah, anjir! Kaga usah ngeluh dah lo!"

"Lo mah ingkar janji!" Joy membanting tubuhnya ke senderan kursi dengan emosi. "Adahh adahh pala gua mo pecah liat ini..."

Alana berdecak sebal. Suasana hatinya hari ini sangat tidak baik. Semua pekerjaan yang ingin ia tangguhkan semalam tak ada yang berjalan baik.

Ia belum mengatakan apapun pada Noah. Otomatis ia harus mengerjakan semua pekerjaannya dari awal. Tentu saja Joy juga harus mengulang gambar-gambarnya.

Ditambah lagi beban pikirannya bertambah dirumah. Haish, rasanya ia ingin kabur saja.

"Sebenarnya Pak Noah kenapa?" tanya Joy jengah.

Alana berdecak. "Dia gak kenapa-kenapa."

"Berarti lo yang kenapa-kenapa, kan?" tuduh Joy tepat sasaran.

Alana terdiam seolah-olah mengiyakan tuduhan Joy.

Perempuan berbadan semampai itu tertawa miring. "Lo cuma harus ngomong sama Noah, Lan. Sesimple itu!"

"Kepalamu simple." maki Alana kesal. "Gak semua bisa dibuat simple, Joy! Lo tau Pak Noah kan? Dia penuntut! Posesif! Lo tau itu!"

"Tapi sekarang dia tunduk sama lo kan?"

Alana tertawa. "Cuma waktu gua mendominasi. Sisanya enggak. Dia tetap Noah Oxley yang kalian semua kenal."

"Lan jangan bego deh? Buka mata lo bukaaa, anying!" Saking gemasnya Joy melebarkan matanya ke Alana. Dia berdecih, "Pak Noah suka sama lo! Dia pasti ngerti! Apalagi lo itu pihak atas, gak mungkin dia melawan!"

"Kenapa setiap gua ngomongin Noah, lo pasti bilang dia suka gue?"

"Ya karena dia emang suka sama lo, tolol!" Joy emosi sampai meremat kertas recycle di sebelahnya. "Jangan sampai kepalamu yang kuremukan."

Alana berdecak malas. Ia menjambak rambutnya sendiri dengan emosi. "Lo gatau masalahnya, Joy..."

"Yaudah cerita."

Barulah Alana menceritakan banyak hal yang mengacaukan pikirannya dalam satu malam, dan sanggup membuat Joy yang daritadi merengek langsung terdiam.

---

Pukul 17.00

Langit mulai menjingga, kantor mulai sepi. Alana akhirnya mulai membereskan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang.

Saat ia sedang sibuk mengetik sesuatu di ponselnya, pintu ruangan di depannya terbuka.

Alana menoleh, bersamaan dengan Noah juga memandangnya dalam diam.

"Pulang yuk?" tawar Noah lembut meski nada bicaranya terdengar getir.

"Eum.." Alana berdiri sambil mengambil tas dan ponselnya. "Aku boleh pulang ke apartku gak?"

Noah terkejut. "Ngapain?"

"Mau urus saudaraku," jawaban Alana terdengar tidak meyakinkan.

Namun rasanya Noah tak bisa menolaknya. "Gak bisa nanti? Aku mau sama kamu..."

Barulah Alana menyadari wajah melas Noah. Ah, laki-laki ini...

Alana mendekat, mengelus belakang rambut Noah dan menatapnya penuh sayang. "Nanti aku balik, ya?"

"Kemarin kamu juga bilang gitu."

Alana menghela nafas. "Tapi aku tetap balik kan?"

"Tapi ingkar janji," bibir Noah agak bergetar saat mengatakannya. "Kamu bilang main, tapi ternyata enggak."

Alana menatapnya heran. "Aku juga tahu diri gak maksain kamu yang udah tidur cuma buat main, Noah?"

"Berarti aku gausah tidur sampai kamu datang ya?"

"Noah." Alana menatapnya tajam membuat nyali pria itu ciut seketika.

"Kamu mau pulang larut lagi ya?"

Alana tak menjawab. Ia pun menjauhkan tangannya, tak mau menatap Noah lagi.

"Aku bikin kamu susah ya?"

Kali ini Alana benar-benar tak mendengarkan Noah lagi. Ia mengambil tasnya dan buru-buru meninggalkan Noah.

"Taksiku udah di depan. Jangan kunci pintu utama, aku sudah masak makanan sampai makan malam jadi nanti tinggal dipanaskan. Aku akan pulang," itulah kalimat terakhir yang Alana ucapkan sebelum ia lenyap dari penglihatan Noah.

Noah terdiam. Tiba-tiba semua terasa emosional. Entah apa yang mengganggu perasaannya, ia tak mengerti kenapa Alana terkesan menyembunyikan sesuatu.

Aku kurang apalagi untuk membuatnya nyaman bersamaku?

My Boss is Submissive (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang