Don knows better Noah

20.5K 1.4K 84
                                    

Aku boleh tau ga pendapat kalian tentang cerita ini? Thank you in advance

.
.
.

Langit yang gelap ditambah ruang kamar temaram tak membuat penglihatannya Alana memburuk. Perempuan itu sedang mengganti pakaiannya tanpa menghidupkan lampu karena tak ingin membuat Noah terbangun.

Sepertinya laki-lakinya itu terlalu lelah sampai ia keloni beberapa menit saja langsung terlelap. Padahal ini masih jam setengah sepuluh.

Alana ada janji temu malam ini, itu sebabnya ia menidurkan Noah dulu karena Noah tau dia takkan suka akan hal ini.

Alana harus berbicara dengan Don. Laki-laki sok tau itu sebenarnya bukan urusan Alana tapi ia tak ingin Don mengompori Noah.

Baik buruk tingkahnya adalah urusan Alana, dan direspon baik atau tidaknya itu urusan Noah. Don tak ada hak untuk ikut campur.

Berbekal nomor ponsel yang Alana ambil dari ponsel Noah, perempuan berkemeja biru dongker dan celana kain itu menghubungi Don untuk bertemu.

Akhirnya, malam ini baru ia ada waktu.

"Aku keluar bentar ya, nanti aku balik." bisik Alana perlahan di telinga Noah dan mengecup pelipisnya sebelum keluar dari kamar.

Alana sudah memesan taksi. Jadi langsung saja ia naik dan taksi putih itu melesat keluar dari halaman rumah Noah.

.
.
.

"Selamat malam, Don,"

Pria berkaus abu-abu dengan jas putih tersampir di kursinya menoleh mendengar sapaan dari Alana yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

"Malam, Alana. Silahkan duduk," balas Don formal mempersilahkan Alana duduk di bangku kosong di depannya.

Alana mengangguk dan duduk. Ia mengedarkan pandangannya, melihat-lihat restoran yang dipilih Don untuk berbicara dengannya.

Warna dominan emas dengan wangi kopi yang manis dan bau masakan. Hm, seleranya tak buruk.

"Bagaimana harimu? Buruk atau baik?" Alana memulai basa-basi nya terlebih dulu. Menyilangkan kakinya dan menyenderkan tubuhnya dengan elegan.

Don tersenyum setelah menyesap kopi susunya. "Tidak terlalu buruk. Bagaimana denganmu?"

"Buruk," Alana menjawab dengan santai. "Tapi aku dapat mengendalikannya."

Don mengangguk paham. "Apa kau dan Noah sudah membaik?"

"Heum, sudah," tambah Alana lagi. "Setelah seseorang mengirimi paparazi secara tidak sopan, cara berbaikan kami harus dilakukan dengan kasar."

Perubahan tatapan mata Alana dan caranya berbicara langsung membuat Don terdiam. Keterdiamannya membuat Alana tersenyum miring.

Ah, iya. Don tau ke arah mana pembicaraannya.

"Menurutku juga sekalipun hubungan seseorang hanya dilandasi hubungan sex, selingkuh tetap tidak dibenarkan."

"Bagaimana bisa kau jelaskan seseorang itu telah selingkuh?" Alana memiringkan kepalanya penasaran dengan jawaban Don.

Laki-laki itu mendesah sambil mendorong kopinya menjauh. "Bagaimana ya cara mengatakannya? Ketika hubungan laki-laki dan perempuan sedang memburuk dan salah satu dari mereka bertemu dengan orang lain, bukankah terasa seperti menyiram bensin ke api?"

Alana berdecih. Sahabat Noah ini pintar sekali memanipulasi, membuatnya terdengar seperti yang paling salah.

"Kau tak tau apa-apa." balas Alana pada akhirnya.

Don balik berdecih. "Seseorang mengatakan hal itu saat merasa terpojok."

"Perumpamaan yang kau berikan tadi benar, tidak salah," balas Alana lagi. "Hanya saja, kau benar-benar tak tahu apa-apa. Kenapa berlagak sok tau sekali?"

"Karena yang kau sakiti adalah temanku."

"Aku tak menyakitinya."

"Ya, kau menyakitinya. Tak bisa kah kau peka sedikit?"

Alana terdiam, apalagi Don mendekatkan wajahnya seperti ingin sekali Alana mendengarkan kalimat yang keluar dari mulutnya dengan baik.

"Kukatakan sekali lagi, bisakah kau peka sedikit? Sedikit saja, bisa?"

"Kau ini berbicara apa?" Alisnya menukik, Alana tak senang dengan cara Don berbicara.

"Noah mencintaimu, apa itu tidak terlihat? Sama sekali?"

Alana bungkam. Ia membuka mulutnya tapi tak ada suara yang keluar. Ia mendadak bingung.

"Kalau kau domme sejati, pasti kau bisa membedakan mana sub amatir dan mana sub sungguhan," kata-kata Don membuat Alana telak. "Jadi, Noah masuk kategori mana?"

Sekelibat bayangan tentang Noah terputar di kepala Alana. Seolah-olah berusaha mencari jawaban atas pertanyaan Don barusan.

Noah selalu menangis saat melakukan scene dan tersenyum paksa saat kau memeluknya setelah itu.

Benar. Noah selalu menangis saat melakukan scene. Sub sejati takkan selemah itu. Noah selalu menahan sakit dan terlihat merasa bahwa sub menangis adalah hal yang wajar.

Desahannya bukan desahan nikmat. Desahannya adalah desahan menahan ngilu.

Itu benar juga. Alana selalu menyadarinya namun tak bisa melakukan apa-apa karena Noah selalu berusaha terlihat menikmatinya.

Kau bukan soft-dom. Alana is the real hard-dom.

"Kurasa kau sudah mendapatkan jawabannya." Don tersenyum miring setelah memperhatikan Alana melamun tiba-tiba.

Seolah balik ke kenyataan, Alana mengedipkan matanya beberapa kali. Suasana mendadak canggung, ia tak tahu ingin mengatakan apa.

"Aku tau bukan kau yang memaksanya menjadi sub mu. Tapi Noah bukan sub." jelas Don sambil menggelengkan kepalanya. "Dia top yang rela jadi bottom demi mendapatkan perhatianmu. Mengerti sampai disini?"

Alana menggigit bibirnya, bingung sekali. "Ini bukan ranahmu lagi untuk membicarakannya."

"Memang," jawab Don santai. "Tapi kalau tak kukatakan, kau takkan mengerti dan Noah takkan memberitahunya. Pada akhirnya Noah akan kesakitan sendiri, dan aku sebagai temannya tak ingin itu terjadi.

Ayolah. Aku sub, istriku dom. Tentu aku mengerti. Boleh kah aku meminta pengertianmu sedikit? Setidaknya kalau kau tak bisa membalas perasaannya, jangan terlalu menyakitinya. Dia bukan sub sungguhan."

Alana terdiam cukup lama. Ia bersungguh, pikirannya berkecamuk sekali. Semuanya kacau di pikiran Alana.


My Boss is Submissive (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang