XII

821 102 33
                                    



XII : Arigatō



Sasuke berojigi pada dokter di depannya tepat setelah dia mendapatkan pengobatan. Luka dengan dua belas jahitan itu cukup membuatnya meringis mengingat tadi dia beranggapan itu hanyalah luka kecil di hadapan Sakura. Sok tangguh memang. Apalagi tadi dia sempat keras kepala tidak ingin disuntik bius sebelum dirinya hampir menangis dalam hati pada jahitan pertama.

Ngomong-ngomong Sakura, gadis itu baru saja selesai memberi kesaksian pada petugas polisi yang menyusul mereka. Sebelum Sasuke berjalan mendekati Sakura, lelaki itu menyembunyikan hankachi biru tadi ke dalam saku celananya. Berencana memuseumkan saksi bisu bentuk perhatian pertama Sakura padanya. Norak sekali.

"Sudah beres?"

"Hn. Kupolisikan bajingan-bajingan itu." ucapnya tenang. Wajah paniknya sudah memudar, namun kekhawatirannya pada Sasuke tadi masih terasa. Dan Sasuke jadi ingin berlama-lama dengannya.

"Kau mengenal mereka?" tanya Sasuke lagi. Sakura tampak enggan menjawab. Menghindari pembicaraan yang akan merujuk pada latar belakang Mebuki yang dulu.

"Apa tadi kau mendengar semua ucapan mereka?" tanyanya balik. Sasuke terdiam sebentar. Dimata Sakura, lelaki itu tampak seperti berpikir. Pada akhirnya Sasuke menggelengkan kepala dan Sakura sangat berharap itu memang jujur. "Aku tidak kenal mereka. Tapi mereka berasal dari lingkunganku di Hikone." Sakura mencoba menjelaskan secara singkat dan jelas.

Berbeda dari yang gadis itu bayangkan, Sasuke justru hanya bereaksi acuh tanpa melanjutkan topik tadi. Perasaannya saja atau memang Sasuke seperti mencoba berhati-hati untuk tidak membuat suasana menjadi tidak nyaman.

"Aku sudah membayar pengobatanmu. Akan kucarikan taksi untukmu pulang."

"Kau tidak perlu melakukan itu." Sasuke berucap sebal. Merasa tidak terima dengan tindakan Sakura yang justru memperlihatkan jarak antara keduanya.

"Aku berhutang padamu."

"Aku tanpa pamrih." jawab lelaki itu cepat. "Bukankah kau punya kenalan yang bahkan mendonorkan darah tanpa meminta imbalan? Lalu kenapa kau malah repot-repot membayarku."

Sakura tidak menjawab. Tepatnya mengingat-ingat kapan dia berkata seperti itu dan kenapa Sasuke mengingat semuanya.

"Kalau kau memang merasa berhutang, bayarlah dengan cara yang setimpal." lanjutnya sambil menoleh menatap langsung ke mata Sakura. Gadis itu segera menoleh dengan alis mengkerut. "Yah, meski kau membayar pengobatanku dan mencarikanku taksi, bagaimana dengan luka yang baru akan tertutup setelah berhari-hari? Apakah sakit yang akan aku rasakan berhari-hari kedepan ini akan hilang dengan cepat semudah kau membayar semua ini? Juga bagaimana dengan mentalku? Apa kau tidak berpikir mungkin aku sedikit trauma?" lanjutnya dengan dramatis. "Dan lagi aku tidak kidal, Sakura. Ini benar-benar akan menyusahkan."

Tanpa sadar ekspresi Sakura berubah sedikit merengut, merasa tidak terima namun tidak bisa berbuat apa-apa karena dirinya yang menyebabkan Sasuke terluka. Dan Sasuke menikmati sisi menggemaskan itu.

"Bukankah kau tanpa pamrih?" sindirnya.

"Tapi setelah kupikir-pikir, aku tidak." balas Sasuke dengan tatapan penuh arti.

"Apa maumu?" tanyanya ketus. Harap-harap Sasuke tidak meminta hal aneh yang akan menyusahkan dirinya.

Sasuke menggantungkan ucapannya barang sebentar. Wajah yang tadi di mata Sakura tampak menyebalkan sekarang berubah menjadi tatapan yang lebih tenang.

"Mari mulai dengan menjadi teman."

Gadis itu sedikit tersentak. "Kenapa aku harus?" elaknya tak terima. Sakura hanya tidak ingin menambah masalah. Dia bahkan belum pernah merasa tenang sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah dan salah satu penyebab itu adalah Sasuke. Tetap menjaga jarak dengan lelaki itu adalah cara agar situasi membaik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Life Of Cherry BlossomsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang