IV

1K 97 11
                                    

      
    
Chapter 4 : Orang Asing
     
      
      
Mebuki sedang duduk di koridor rumah sakit ketika seorang gadis berambut indigo panjang berlari dengan raut wajah panik ke arahnya. Mebuki otomatis berdiri ketika gadis itu sudah berada di hadapannya dengan napas tersengal-sengal. Mebuki hanya terdiam menunggu gadis itu mengontrol napasnya, sejujurnya dia tidak tahu harus menyapa seperti apa karena gadis di depannya ini terlihat sangat khawatir.

"S-Selamat malam, Nyonya." Mebuki sedikit terperanjat ketika gadis itu membungkuk memberi salam serta memanggilnya dengan sebutan 'Nyonya'. Dia jarang diperlakukan sopan seperti ini, terlebih lagi oleh orang yang tampak lebih berkelas darinya.

"Selamat malam." balas Mebuki dengan sedikit membungkuk.

"Bagaimana k-kondisi ayah saya, Nyonya?" untuk sebentar Mebuki terdiam. Kemudian dengan lembut tangannya meraih bahu gadis di depannya itu dan menuntunnya untuk duduk terlebih dahulu.

"Aku juga belum tahu. Dokter masih menanganinya di dalam sana." kata Mebuki sambil menyodorkan sebotol air mineral yang masih tertutup rapat. Gadis itu berterimakasih dengan pelan dan menerima air minum yang di berikan Mebuki tadi.

"Hinata!" Mebuki dan gadis disebelahnya langsung menatap ke arah sumber suara. Seorang lelaki muda sedang berlari ke arah mereka. Mebuki melihat lelaki itu memiliki sedikit kemiripan pada gadis di sebelahnya ini.

"Nii-san!" Hinata, gadis di sebelah Mebuki yang dipanggil tadi segera berdiri dan menghampiri kakak sepupunya itu. "Neji Nii-san." panggil Hinata dengan suara yang bergetar dan mata yang berkaca-kaca. Neji, lelaki di hadapannya tadi langsung mengelus pundak mungil Hinata. "Belum ada kabar tentang kondisi Tou-san." Hinata mati-matian untuk menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Tenang dulu, Hinata. Hiashi Ji-san pasti baik-baik saja." kata Neji menenangkan. Dirangkulnya Hinata dan menuntunnya untuk kembali duduk. Setelah itu Neji berdiri di hadapan Mebuki dan memberi salam dengan sedikit membungkuk. Mebuki membalas salam dari Neji sebelum mereka berdua kembali duduk dengan Hinata di tengah mereka.

"Apakah Nyonya yang menyelamatkan paman saya?" tanya Neji sopan. Suaranya sangat tenang meskipun wajahnya tidak terlepas dari raut khawatir. Mebuki mengangguk mengiyakan pertanyaan Neji. "Maaf sebelumnya, tapi bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi, Nyonya?" tanyanya lagi. Hinata langsung menatap Mebuki dengan penuh rasa penasaran.

"Aku tidak tahu kronologisnya. Tetapi kecelakaan itu murni kecelakaan tunggal." jawab Mebuki. Hinata dan Neji memasang raut wajah bingung. Mereka sangat yakin bahwa Hiashi adalah pengendara mobil yang stabil dan tidak mungkin mengalami kecelakaan seperti ini kecuali jika dia di celakai. "Saat aku menolongnya, aku mencium bau alkohol yang lumayan kuat dari tubuhnya." jelas Mebuki. Tiba-tiba Hinata merasa tenggorokannya tercekat. Tanpa bisa di tahan air matanya jatuh perlahan. Dia menutup wajah dengan kedua tangan, melampiaskan perasaan campur aduk di balik tangannya itu.

'Kami-sama, selamatkan dia. Kumohon . . .'
 
 
oOo
 
 
Sakura menekuk lututnya sambil bersandar di pintu kamar. Tangan kanannya memegang ponsel dengan erat sedangkan dia menggigit kuku jari kirinya. Dia menekan ponsel itu untuk ke puluhan kalinya. Jam di ponsel itu menunjukkan pukul hampir dua belas malam dan Mebuki belum memberikan kabar apapun.

Hatinya tidak karuan.

Dia ingin senang karena ini adalah kesempatan untuk lari dari Mebuki, tapi nyatanya di ruang tengah rumah ini ada dua laki-laki botak berotot dan empat orang serupa di dalam sebuah mobil hitam yang terparkir tepat di depan rumah sedang mengawasinya. Hatinya gusar karena perkataan Mebuki siang tadi yang dengan yakin tidak akan membuang dirinya, tapi nyatanya Mebuki tidak memberi kabar barang satu pun saat ini. Apakah sekarang dia harus senang atau harus sedih? Sakura menggeram rendah sambil menjambak surai merah mudanya, kebiasaannya ketika mengekspresikan emosi.

The Life Of Cherry BlossomsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang