Nathan
Ini adalah hari Sabtu pertama setelah kehebohan yang dialami Nathan setelah menjadi murid kelas 2 SMA sepenuhnya, dan dia harus bersyukur bahwa hari ini telah datang. Seminggu ini memang belum belajar karena guru-guru memberi waktu kepada para murid untuk menghebohkan urusan klub terlebih dahulu. Nathan jelas-jelas tenang, dia tidak mengikuti klub apapun dan hanya mementori sana-sini tiga adik kelasnya yang baru—yang ketiganya ternyata pemain tenis.
Jadilah di sini Nathan, di kamarnya dengan seluruh badan basah karena habis mandi. Jangan berpikiran kotor terlebih dahulu, Nathan sudah memakai celana tenisnya yang setengah paha dengan rapi meski dia masih terhitung half-naked. Untunglah tidak ada gadis di rumahnya (kecuali pembantunya, tentu saja), mungkin jika para kaum muda perempuan melihat tubuhnya mereka sudah mimisan sepuluh liter—atau singkatnya, segalon kecil.
Nathan sebenarnya tidak begitu tertarik jika seseorang membicarakan tubuhnya, tapi dia harus mengakui dia mempunyai badan yang bagus untuk hitungan seseorang yang menginjak usia 16 tahun. Padahal Nathan tidak pernah ke gym, dia hanya melakukan sit up, push up, mengangkat barbel dan hal lainnya secara rutin. Meski dia tidak pernah ke gym, dia punya peralatan olahraga lengkap di rumahnya. Hitungannya sama saja sih dengan nge-gym.
Tangan Nathan baru tergerak untuk mengambil kaus polo miliknya (yang sebenarnya ada puluhan di lemarinya dalam berbagai paduan warna kuning, hitam, putih dan oranye, kalian tahu sendiri itu warna favorit Nathan). Karena hari ini cerah, Nathan memutuskan menggunakan kaus warna kuning cerah dengan kerah putih. Perpaduan warna yang bagus dengan langit biru yang membentang.
Nathan baru saja akan memakai kausnya ketika mendengar ketukan lembut di pintunya. Dia mengerutkan keningnya lalu berjalan ke arah pintu, tidak ambil pusing mengenai memakai baju atau tidak karena kemungkinan besar ini hanya pembantunya atau malahan makhluk yang menempati kamar di sebelahnya. "Tunggu sebentar." Sahut Nathan sambil memutar kunci kamarnya
"Kak Nathan ditunggu Om Ezka di ba—"
Mata Nathan membulat, begitu juga dengan mata gadis berusia dua belas tahun bernama Risma yang ada di hadapannya. Nathan hanya terdiam di tempatnya, sebenarnya menunggu Risma untuk melanjutkan ucapannya. Risma sendiri ikut terdiam, matanya menatap lekat. tubuh Nathan yang jauh lebih tinggi darinya dengan wajah memerah.
Oh. "Iya?"
"Gak jadi." Setelahnya Risma langsung kabur ke bawah, membuat Nathan mengangkat salah satu alisnya sebelum menyadari letak kebodohannya—atau mungkin kesalahannya.
Dia lupa kalau ada satu gadis di rumahnya saat ini. Dan sekarang Nathan hanya bisa berharap Risma tidak mimisan segalon kecil setelah melihatnya tidak memakai sehelai kaus.
.
.
Sarapan dengan roti bakar dan susu kotakan rasa pisang memang merupakan sarapan paling enak sekaligus praktis bagi Nathan. Kini dengan langkah santai ia berjalan menuju lapangan tenis di belakang rumahnya—lapangan tenis pribadinya. Nathan tersenyum sambil menatap sepatu tenisnya yang berwarna abu-abu bercampur kuning sementara tangannya memainkan raket tenisnya. Hari ini papanya libur, pastilah papanya sudah menunggunya di lapangan tenis untuk adu bermain.
"Itu garisnya jangan sampai miring! Dan ah, sepertinya kita kekurangan cat untuk meny—Hai Nathan!"
Ekspresi Nathan langsung berubah menjadi ekspresi kosong ketika melihat Wahyu kini tengah berada di lapangan tenis kesayangannya, tengah memegang sebuah kuas besar yang dilumuri cat warna putih sementara dua pembantunya tengah membuat garis baru di tanah.
Matanya terarah ke dua tiang yang berdiri di kedua sisi berlainan lapangan. Tiang itu seharusnya tempat dimana net disangkutkan dan membelah lapangan menjadi dua, dulu. Tapi sekarang, tidak ada satu pun jaring yang melintasi pertengahan lapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Personal Taste [BoyxBoy]
Teen Fiction[Book 2 of 2] Dua orang yang saling membenci tinggal dalam satu atap? Masih kalah absurd jika orang kalian benci itu adalah teman sekelas kalian sekaligus seseorang yang tengah kalian tantang dalam sebuah permainan berbahaya. "Gue lagi berusaha kera...