9

981 52 9
                                    

Terimakasih untuk yang sudah vote dan komen,, 1 vote dan komen kalian = 1 semangat buat aku melanjutkan cerita ini.

Happy reading guys..
.
.
.
.
.
.

Setelah acara makan malam selesai beberapa tamu saling berpencar mencari tempat yang nyaman,  ada yang di ruang tengah melanjutkan pembicaraan mereka, ada pula beberapa yang menuju ke arah taman yang terletak di samping rumah untuk bersantai dan menikmati indahnya malam ditemani dengan cemilan serta minuman yang memang disediakan di sana.

"Kamu agak beda ya Yang" ungkap Serlly yang saat ini duduk berdua dengan Jacky di bangku taman

Jacky menatap Serlly bingung, "Kamu masih marah sama aku?" lanjut Serlly

"Enggak, ngapain?"

"Sikap kamu beda sejak sesi lamaran itu"

Jacky terdiam agak lama "Gak usah dibahas,  saya gak marah"

"Ya tapi..." tatapan tajam Jacky membuat Serlly diam.

"Kamu nginap?"

"Iya, di kamar kamu ya?" jawab Serlly genit.

Jacky hanya diam. Tidak ada respon, Serlly merapatkan tubuhnya ke Jacky hingga payudaranya menempel di lengan kanan Jacky.

Digesek pelan tubuhnya ke lengan kokoh itu, berharap sang kekasih terangsang dan melanjutkan kegiatan mereka tadi. Jujur Serlly begitu rindu kebersamaannya dengan Jacky, hampir 3 bulan sejak kejadian lamaran, ia tidak bertemu dengan Jacky. Alasannya pria itu sibuk dan tidak ada waktu untuk bertemu.

Andai waktu bisa diputar, ingin rasanya ia menerima lamaran Jacky tanpa peduli dengan karirnya. Waktu itu dia tidak berpikir panjang, akibatnya kini terasa jarak antara dirinya dan Jacky. Betapa senangnya ia ketika keluarganya dan keluarga pria itu membicarakan kelanjutan hubungan mereka. Yah walaupun sang kekasih hanya diam tanpa menanggapi, tapi selama keluarga pria itu mendukungnya, semua masalah pasti bisa teratasi.

Masih tidak ada respon dielusnya paha atas Jacky,  pelan tapi pasti tangannya mengarah ke tempat adik Jacky berada. dielusnya benda yang masih layu itu dengan berlahan.

"Ser.. " Tangan Jacky menggenggap tangan Serlly. "Dilihat orang"lanjutnya

"Aku kangen" Serlly langsung mencium bibir Jacky dengan ganas.

Entah kenapa, saat ini Jacky tidak berminat bermesraan apalagi bercinta dengan sang kekasih. Ditatapnya wajah Serlly yang saat ini menciumnya dengan mata yang masih tertutup. Mengingat kejadian di kamar tadi, sungguh Jacky tidak ingin membuat kecewa sang pujaan hati.

Dengan perlahan dibalasnya ciuman itu dan diremasnya dada sang kekasih, remasan yang kuat hingga terdengar desahan Serlly. "Gak sekenyal dan sepadat punya dia"batin Jacky bergumam

Sebisa mungkin Jacky berusaha memfokuskan dirinya agar tetap memuaskan Serlly, namun, lagi-lagi semua terhenti, sedetik setelah mata Jacky bertemu dengan mata seseorang yang beberapa waktu ini terus menghantuinya.

Jacky pun menyudahi ciumannya, dan tanpa sadar menatap punggung -pemilik mata- yang berlalu pergi.

"Kenapa? Udah gak sayang sama aku?" kesal Serlly

"Cewek mana yang buat kamu kayak gini?" lanjutnya. Serlly yakin pasti ada apa-apa dengan Jacky. Sudah lama mereka berhubungan dan baru kali ini pria itu menolak bercumbu dengannya. Biasanya tanpa ia pinta pun Jacky langsung memburunya dengan ciuman yang panas

"Apa sih? Gak usah aneh-aneh" jawab Jacky tanpa melihat Serlly

"Ayo saya antar ke kamar, besok ada jadwal operasikan?"

Tanpa membantah ataupun menjawab pertanyaan Jecky, Serlly berlalu pergi dengan raut wajahnya yang merah pada, menahan kekesalan.

Sedangkan Jacky sendiri, tanpa peduli dan perasaan bersalah ikut berlalu kearah ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang begitu banyak.
.
.
.
Hampir tiga  jam, Jecky berkutik dengan pekerjaannya, punggungnya terasa pegal dan matanya pun lelah menatap berkas-berkas yang tidak ada habisnya.  Kadang Jacky ingin sekali bekerja dengan normal sebagaimana orang lain, namun apa daya sebagai anak tunggal, Jacky sudah dilatih untuk menjadi penerus keluarga.

Dilihatnya jam di dinding, hari sudah menunjukan pukul sebelas malam, direnggangkan badannya agar otot-ototnya yang kaku terasa rileks. kemudian Jacky pun beranjak dari posisinya, menuju ke kamar.

Sebelum mencapai tangga, sayup-sayup terdengar orang yang bercakap-cakap. "Siapa malam-malam gini masih terjaga?" batinnya.

Jacky bukan tipe orang yang suka ikut campur dengan urusan orang lain, namun entah kenapa pikiran dan langkahnya tidak sejalan. Kini tanpa ia sadari kakinya telah sampai ke tempat suara tadi berasal. Dilihatnya sang mama sedang berbincang dengan -atau bisa dibilang sang mama sedang mengomeli- pembantu yang pernah ia gauli.

Jacky berbalik, ia rasa tidak penting untuk ikut campur, "bisa keras kepala tu jalang, kalo dibantuin".

Plakkkk,, secara spontan langkah Jacky terhenti, dilihatnya wajah sang mama merah padam karena emosi, sedangkan kondisi Lastri sendiri tidak baik-baik saja, begitu keras suara tamparan itu, "Jelas sakit"batinnya, dari posisinya kini Jacky bisa melihat sedikit darah di sudut bibir Lastri.

Lagi-lagi, tubuhnya tidak sejalan dengan pikirannya. Ketika melihat gelagat Nyoya Hanni yang akan melayangkan tamparan ke Lastri-lagi-,  Jacky spontan berucap "Ada apa ini?"

Pertanyaan Jacky tidak hanya menghentikan tangan Nyoya Hanni mendarat ke pipi Lastri, tapi juga membuat dua wanita beda usia itu menatapnya dengan tatapan yang berbeda.

"Jacky, ngapain kamu di sini?" Nyoya Hanni tercekat melihat putra kesayangannya

Jacky menarik napas sedikit panjang untuk menenangkan hatinya "Ada apa ini Ma?" sebisa mungkin Jacky menahan dirinya agar tidak melihat apalagi melirik Lastri.

"Sudah malam, gak enak kalo didengar keluarga Selly"lanjutnya

"Kamu nyalahin mama? kamu tau, ini pembantu gak ada sopan-sopan nya sama mama_"tunjuk nya ke Lastri, sedangkan yang ditunjuk hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan.

"Udah ma, ngapain mama ngurusin jalang ini?" ditariknya pelan tangan Nyoya Hanni, "Ayo Jacky antar ke kamar"

"_Awas kamu, sok-sokan jadi tuan rumah di rumah ini". Masih dengan omelannya, nyoya Hanni berlalu dari Lastri.

"Astagfirullah, kuat kuat, kamu kuat Lastri" gumam Lastri seraya melanjutkan langkahnya ke paviliun, tempat kamarnya berada.
.
.
.
Sesampainya dibaringkan badannya di atas kasur tipisnya. Hampir semua badannya terasa copot semua,  apalagi bagian kaki dan lengan, sekarang malah ditambah rasa nyeri di pipinya. Untungnya janin di perutnya hari ini tidak begitu rewel dan rasa nyeri di perutnya  tadi sudah mulai menghilang.

Ditatapnya langit-langit kamar "Ya Allah.. ingin sekali aku keluar dari rumah ini dan pulang kampung"

" Tapi kalo aku pulang, pasti hanya jadi beban buat ibu" dibiarkannya air mata mengalir di pipi.

Hidup di desa memang susah, apalagi posisi Lastri lagi hamil, tidak hanya digunjing, dihina, dijauhi hingga di usir ketika hamil, namun ketika anak itu lahir cepat atau lambat sang anak pasti tau kalau dia ada sebelum ikatan sah. Terlebih lagi Ibunya yang sudah tua tidak akan mampu menerima perlakuan seperti itu.

Meskipun Lastri sudah menikah tapi tidak nampik pasti hal tersebut akan terjadi. mula-mula tetangga akan mempertanyakan keberadaan sang suami, kedua mereka akan menghitung jarak kehamilan dengan waktu pernikahan, selanjutnya lanjut ke tahap yang lebih lagi hingga mereka puas atau ada topik lain yang menggantikan topik sebelumnya.
.
.
.
.
.

Kuyyy....
Jangan lupa vote dan komennya ya guys 😉 biar semangat buat up ✍️

Yang belum vote dan komen⬇️

🔊 INGATT!! vote dan komen itu GRATIIISSS tiisss tisss tisssss... 💯💯

SULASTRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang