Keyla diam. Menatap amplop di depannya dengan tatapan mata yang sulit diartikan.
Seakan kesadarannya kembali. Tanpa ragu Keyla kembali menggeser amplop di depannya ke arah Aksa. Membuat Aksa mendengus tidak suka.
"Sorry Sa. Gue gak mau berhutang budi sama siapa pun lagi. Udah cukup gue nyusahin Barra selama ini. Berhutang budi banyak banget sama dia. Gue gak mau lagi nyusahin lo dan siapa pun lagi."
"Nyusahin?" Ulang Aksa. Berdecak kesal. "Nominal yang gue kasih ke lo bahkan gak ada apa-apanya. Gimana mungkin lo berpikir begitu?"
Keyla menghela nafas. Benar, Aksa adalah seorang pria kaya raya. Nominal yang menurutnya sangat banyak itu pasti tidak akan seberapa.
"Ini masalah gue. Gue sendiri yang bakal urus masalah gue. Lagi pula Lo juga ada masalah kan. Mending lo urus masalah lo. Gue yakin sekarang lo pasti pusing."
Aksa diam. Terus memperhatikan wajah Keyla dengan intens. Sahabatnya itu bahkan menolak bantuannya. Padahal ini hanya bantuan kecil.
Diperhatikan Aksa begitu intens. Membuat Keyla salah tingkah. Wajahnya bahkan tanpa sadar terasa memanas.
"Kayaknya gue harus balik deh, Sa." Ucap Keyla beranjak bangkit. Bersiap untuk pergi.
"Gimana caranya biar lo mau terima bantuan gue?" Ucap Aksa tiba-tiba. Menghentikan langkah kaki Keyla yang berniat pergi.
Membalik tubuhnya. Keyla tertawa canggung. Berusaha tertawa dengan renyahnya. Padahal tawa Keyla terdengar sangat kaku di telinga Aksa. "Lo kayaknya terlalu berlebihan deh Sa. Tenang aja, gue bisa urus masalah gue sendiri. Gak perlu khawatir. Yang penting lo bantu jaga rahasia gue. Jangan sampai Barra atau yang lain tahu." Seru Keyla. Menepuk pundak Aksa pelan. Berusaha mencairkan suasana diantara mereka agar tidak terus terasa canggung.
"Kalau itu lo gak perlu khawatir. Barra lagi pergi honeymoon sama Hana. Kemungkinan dia balik itu bulan depan." Ucap Aksa yang terasa layaknya angin segar untuk Keyla. Hingga tanpa sadar dia menghela nafas lega.
"Kalau gitu gue harus balik sekarang. Bye." Tanpa menunggu jawaban Aksa. Keyla langsung beringsut menjauh. Sedikit berlari ke arah pintu keluar.
Sampai dia tiba di depan pintu keluar apartemen Aksa. Keyla merasa ingin menangis sekarang. Dia lupa jika pintu apartemen Aksa masih tertutup rapat dan dia tidak akan bisa keluar begitu saja tanpa membuka pintu apartemen itu.
Beringsut mendekat. Keyla kembali berusaha membuka pintu keluar apartemen Aksa. Dan lagi-lagi hasilnya sama. Masih terkunci.
Enggan kembali ke meja makan tempat Aksa saat ini berada. Keyla hanya bisa mengetuk-ngetukkan keningnya di pintu dengan frustasi. Dia benar-benar ingin menenggelamkan dirinya sekarang. Kenapa hidupnya begitu menyedihkan, sih? Berada di situasi yang sangat memalukan seperti ini.
Belum cukup masalahnya datang bertubi-tubi. Keyla kembali dihadapkan dengan sesuatu yang sulit. Berada di satu ruangan dengan pria yang bertahun-tahun dia sukai.
Meremas gagang pintu, Keyla tidak lagi bisa membendung air matanya. Dia malu sekaligus kesal. Hidupnya terasa dipermainkan oleh tuhan.
"Keyla."
Mengusap kasar air matanya. Keyla kian meremas gagang pintu untuk melampiaskan kekesalannya.
"Lo baik-baik aja?"
"Pintunya gak bisa di buka." Cicit Keyla berusaha menjaga intonasi suaranya tetap tenang. Masih membelakangi Aksa. Enggan hanya untuk sekedar berbalik dan melihat wajah sahabatnya.
Memiliki perasaan sepihak itu menyakitkan ternyata.
"Key--"
"Berapa sandinya?" Potong Keyla cepat. Menghentikan langkah kaki Aksa yang berniat mendekat.
"Nol."
Keyla mengernyit kan kening bingung. Belum mengerti ucapan Aksa.
"Nol, Key."
"Hah?" Tanya Keyla berbalik. Seakan melupakan jika dia tadi enggan melihat wajah sahabatnya.
"Lo nangis?"
"Gak."
"Lo masih cengeng, Key." Decak Aksa. Melangkah mendekat ke arah Keyla yang berdiri di depan pintu keluar dengan wajah memerah karena habis menangis.
Jika orang tidak mengenal sahabatnya dengan baik. Mereka akan berpikir jika Keyla itu adalah jenis wanita yang sinis dan dingin. Wajahnya yang kaku terlihat begitu judes.
Tapi jika sudah mengenal dekat sahabat itu. Mereka akan tahu di balik wajah sangar sahabatnya itu ada sifat manja dan sedikit cengeng. Diantara mereka berlima hanya Keyla yang mudah menangis untuk hal-hal kecil.
Karena itu dia sangat bergantung pada Barra.
"Gue harus pulang sekarang, Sa!"
"Gue antar."
"Gak."
"Mobil lo bahkan masih di bar, Key. Gimana cara lo pulang kalau gak gue antar?"
"Gue udah minta jemput Meyda."
"Lo gak bisa bohong. Gue antar atau kita di sini seharian ini?" Ancam Aksa yang membuat Keyla melotot ngeri.
"Ok berarti gue antar pulang!" Putus Aksa final. Berhasil membuat Keyla tidak punya pilihan lain selain menurut. Menggeser tubuhnya untuk memberikan ruang pada Aksa untuk membuka pintu.
Keyla mengangakan mulutnya begitu Aksa menekan tombol sandi untuk membuka pintu apartemen.
"Sandinya semua nol?" Pekik Keyla terdengar tidak percaya.
"Bukannya udah gue bilang tadi?"
Mendengus kesal. Keyla menatap kesal pada Aksa."Lo cuman bilang nol. Gak bilang kalau semua huruf nol."
"Apa bedanya? Yang jelas gue udah bilang nol, kan? Lo aja yang kurang pinter."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend My Wife (SELESAI)
RomanceIni tentang perjanjian pranikah dua sahabat. Yang mungkin saling menguntungkan dan menguji kesabaran. Di mana perasaan ikut berperan di sana. Lalu, akankah perasaan itu dapat berperan lebih besar dibandingkan keuntungan yang di tawarkan sejak awal...