Aksa masuk ke dalam kediamannya dengan wajah kusut. Kata-kata Keyla terasa menamparnya. Membuat dia merasa bersalah pada sahabatnya itu.
Dia jadi merasa begitu kejam pada sahabatnya itu. Padahal Keyla adalah sahabat yang baik, dia kadang begitu perhatian juga manis. Saat dia sakit pun Keyla lebih sering memperhatikannya ketimbang sahabatnya yang lain.
Berkali-kali mengusap wajahnya, Aksa kira dia butuh mandi sekarang. Selain tubuhnya yang terasa gerah juga otaknya yang mendadak terasa panas.
"Aksa,"
Aksa menghentikan langkah kakinya. Menoleh ke sumber suara.
"Dari mana kamu?"
"Opa di sini?" Kaget Aksa. Tidak menyangka jika opanya di rumah padahal jam menunjukkan jam kantor. Tumben. Pikirnya heran.
Bhaskara mendengus. Menatap malas pada cucu satu-satunya yang dia miliki.
"Opa sudah membuat janji kencan untuk kamu. Pergilah. Temui mereka!"
"Opa,"
"Apa? Kamu tidak bisa mencari calon istri sendiri kan? Jadi apa salahnya kalau opa membantumu?"
Aksa mendengus tak percaya. Bahkan karena kata-kata opanya kini mood Aksa bertambah hancur.
"Temui dia Aksa. Opa tidak mau tahu, kamu harus menemui mereka apa pun yang terjadi. Tenang saja jika satu wanita tidak cocok untuk kamu. Opa sudah menyiapkan beberapa wanita yang bersedia berkencan dengan kamu. Jadi kamu bisa memutuskan ingin wanita seperti apa."
Aksa merasa kepalanya bukan hanya berdenyut nyeri. Tapi juga terasa ingin pecah. Ucapan opa nya tentang kencan buta tidak main-main ternyata. Dia bahkan sudah menyiapkan semuanya. Sialan. Sepertinya Aksa benar-benar tidak punya pilihan lain.
"Aksa sedang sibuk pa. Opa tahu kan jadwal Aksa?" Ucapnya berusaha mencari alasan.
"Opa sudah menyuruh sekertaris kamu untuk membatalkan semua janji kamu dalam seminggu ini. Jadi selama seminggu ini kamu free dan bisa melakukan kencan buta yang sudah opa siapkan."
Aksa melongo. Menatap opa nya kian tak percaya.
"Opa..."
"Apa?" Sungut Bhaskara tak bersahabat. Ikut kesal karena cucunya tak kunjung menurut. Padahal dia hanya perlu datang, berkencan, berkenalan juga saling mengenal. Jika ada yang cocok hanya tinggal memutuskan untuk menikah. Masalah selesai. Tapi kenapa cucunya itu tak mengerti juga.
"Opa tidak mau tahu Aksa. Kamu harus datang ke kencan itu. Dan putuskan pilihan kamu. Tanang saja, apa pun keputusan kamu opa tidak keberatan. Opa setuju dengan siapa pun keputusan kamu."
"Iya Aksa akan menikah, tapi bukan berarti harus dengan wanita pilihan opa. Apalagi dengan kencan buta seperti ini. Ini sangat memalukan opa."
Bhaskara menggeleng tegas. Terlihat jika dia tidak peduli dengan rengekan Aksa.
"Selama kamu belum membawa cucu menantu untuk opa. Opa akan terus menyiapkan wanita yang akan menjadi teman kencan kamu. Setuju atau tidak. Opa tidak peduli. Jadi berhenti merengek dan pergilah!"
Aksa mengecak-acak rambutnya frustasi. Belum selesai masalahnya dengan Keyla kenapa kakeknya malah menambah masalah untuknya.
*****
Meyda meringis begitu mendengar suara Keyla membuang ingusnya ke tisu. Sahabatnya yang satu itu tidak berubah. Masih saja jorok juga senang membuang ingus sembarangan. Padahal saat ini mereka berada di depan minimarket. Ada banyak orang yang duduk di sana, sekedar untuk meminum kopi atau mengobrol. Tapi seolah tak peduli, dengan santai Keyla malah membersihkan ingusnya.
"Key," tegur Meyda menoleh ke sekeliling. Takut-takut jika ada orang yang terganggu dengan suara hidung Keyla.
"Ke toilet kek buang ingusnya. Jangan di sini."
"Lo tahu gak sih Mey perasaan gue. Gue lagi kesel."
"Iya tapi gak usah buang ingus di sini juga. Gak enak tu sama orang yang lagi makan."
Keyla mengikuti arah pandang Meyda. Di mana ada beberapa anak muda yang tengah asik bercengkrama sambil memakan sesuatu.
"Mereka gak keganggu kok."
Meyda memutar bola matanya malas. Bilang aja emang dasar lo jorok. Batinnya kesal.
"Ya tapi gak usah gitu juga kali Key. Jaga image kek."
Keyla cemberut. Melempar asal tisu di tangannya. Suasana hatinya sedang buruk. Dia bahkan menangis di sepanjang perjalanan ke sini. Tapi seakan tak peduli Meyda malah mengomelinya. Dia jadi merindukan Barra nya.
Biasanya pria itu akan mendengarkan keluh kesahnya. Dengan sabar dia akan memberikannya makanan enak hasil masakannya. Dia bahkan juga tahu jika Keyla menyukai Aksa. Tapi sayang sahabatnya yang satu itu pergi berbulan madu tanpa memberi tahunya. Dasar sahabat gak ada akhlak.
"Seenggaknya lo cantik. Jangan buat image kecantikan lo luntur cuman gara-gara masalah ini." Nasehat Meyda lagi. Yang kian membuat Keyla meradang.
"Kecantikan gue gak menjamin gue tetep kaya. Buktinya walau gue cantik gue tetep susah." Gerutu Keyla membuat Meyda mendengus kesal.
"Dah deh. Mending lo nikah aja lah Key. Seenggaknya nikah gak bakal buat lo pusing-pusing amat. Ada suami lo yang bakal nanggung biaya hidup lo." Kesal Meyda lantaran sahabatnya itu kian abstrak.
"Iya tapi gue gak mau jadi bini bohongan." Rengek Keyla seakan tidak sadar dengan apa yang dia katakan.
Meyda melongo. Tidak paham dengan apa yang sahabatnya katakan.
"Maksud lo?"
"Ah?"
"Istri bohongan? Memangnya siapa yang ngajak lo nikah?"
Keyla mengerjab. Seakan tersadar jika dia keceplosan.
"Hah maksud lo?" Serunya sedikit panik.
Mulut sialan! Maki Keyla dalam hati.
"Memangnya siapa yang ngajak lo nikah?"
"Siapa?" Balik tanyanya. Berusaha menutupi kegugupannya.
Kedua mata Meyda memicing. Menatap Keyla dengan tatapan curiga.
"Hahaha, gue cuman asal bicara kali Mey. Jangan dianggap serius."
"Jujur deh Key, ada yang ngajak lo nikah?"
"Gak." Geleng Keyla cepat.
Dalam hati bergumam doa agar Meyda tidak curiga padanya. Ya Tuhan, bagaimana mungkin dia bisa keceplosan tadi. Aiss, sepertinya Keyla butuh istirahat. Ini pasti karena dia kurang tidur hingga melantur seperti sekarang.
"Jujur!"
"Iya Meyda. Gue jujur. Mana ada yang ngajak gue nikah. Punya kenalan aja enggak ada. Kalau pun ada ya pasti lo udah tahu. Kan gue selalu cerita sama lo."
Meyda menghela nafas lega. Hampir saja jantungnya lompat dari tempatnya. Dia kira sahabatnya yang satu ini serius dengan apa yang dia katakan. Tapi nyatanya dia salah.
"Denger ya Key, lo jangan macam-macam. Lo tahukan gimana Barra sama Aksa. Mereka gak akan biarin lo nikah semudah itu kalau sama cowok sembarangan. Jadi gue harap kalau lo mau nikah, pastiin cowok itu cowok baik-baik."
Keyla mengangguk-angguk mengerti. Memasang wajah sepolos mungkin agar membuat Meyda percaya. Padahal jantungnya sudah hampir salto dari tempatnya.
"Tenang aja Mey. Gue gak akan nikah semudah itu. Lo kan tahu sendiri kalau gue gak pernah dekat sama cowok."
Diam-diam Meyda mengangguk setuju. Dalam hati membenarkan kata-kata sahabatnya.
"Lagian bukanya lo sendiri yang ngasih ide? Kenapa jadi gue yang salah." Kesal Keyla membuat Meyda meringis pelan.
"Sory gue becanda tadi." Serunya merasa bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend My Wife (SELESAI)
RomanceIni tentang perjanjian pranikah dua sahabat. Yang mungkin saling menguntungkan dan menguji kesabaran. Di mana perasaan ikut berperan di sana. Lalu, akankah perasaan itu dapat berperan lebih besar dibandingkan keuntungan yang di tawarkan sejak awal...