Keyla menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menyembunyikan wajahnya yang saat ini terisak.
Pikirannya terasa buntu sekarang. Apa yang bisa dia lakukan setelah ini? Haruskah dia mencari pekerjaan mulai sekarang?
Apa? Pekerjaan apa yang bisa dia lakukan mulai sekarang?
Pegawai cafe? Pekerja serabutan? Atau apa?
Keyla tidak bisa apa pun. Dari dulu pekerjaannya hanya dokter hewan. Tapi jika kliniknya di tutup. Dia pasti akan sulit mendapatkan pekerjaan dengan profesinya. Selalu ada konsekuensi di setiap apa yang dia alami kan?
Tidak bisa menyembunyikan tangisnya lebih lama. Keyla benar-benar terisak sekarang. Menangis, mengeluarkan semua beban yang dia rasa kian berat. Beruntung keadaan taman saat ini sedang sepi. Hingga dia tidak perlu malu untuk mengeluarkan tangisannya.
Sampai beberapa menit tangisnya mulai reda. Keyla menunduk, menenggelamkan wajahnya diantara lengannya yang dia letakkan di atas lutut. Setelah menangis dia merasa lelah. Kepalanya pusing dan juga ngantuk. Tapi tubuhnya langsung tersentak kaget begitu merasakan rasa dingin di lengannya.
Mengangkat kepalanya, Keyla mengerjab. Berusaha menghalau rasa pedih dari matanya karena terlalu lama menangis.
"Gue bawakan yang dingin-dingin."
Menatap kantong plastik yang di sodorkan padanya. Keyla hanya diam menatap kantong plastik di tangan Aksa. Sama sekali tidak tertarik untuk menerimanya. Sampai Aksa memilih duduk di sampingnya. Meletakkan kantong plastik di atas pangkuannya begitu saja. Barulah Keyla mengerjab.
"Kata Barra lo kalau lagi sedih suka yang dingin-dingin." Ucap Aska lagi. Berusaha membuka obrolan.
Keyla hanya diam. Sama sekali tidak menyentuh kantong plastik di pangkuannya. Tangannya hanya bergerak untuk mengusap sisa-sisa air matanya.
Apa Aksa tahu jika sedari tadi dia menangis?
Aksa melirik Keyla yang masih diam. Sahabatnya itu pasti malu karena ketahuan habis menangis.
Menghela nafas panjang, Aksa mengulurkan sapu tangan yang dia ambil dari kantong jasnya. Mengulurkanya pada Keyla yang terima tanpa kata.
"Sorry." Gumam Aksa yang masih bisa di dengar Keyla dengan jelas.
"Gue gak bermaksut buat diam aja tadi. Cuman gue takut kalau gue bantu lo. Lo bakal marah dan tersinggung kayak pagi tadi." Ucap Aksa lagi.
Mengatakan kenapa dia hanya diam saja. Dia bukannya tidak ingin membantu. Tapi dia takut jika salah lagi dan menyinggung perasaan sahabatnya. Dia tidak terlalu memahami sifat wanita. Jadi dia hanya takut salah.
"Udah gue maafin." Ucap Keyla tanpa pikir panjang. Kembali mengulurkan sapu tangan Aksa begitu dirasa sudah cukup.
"Makasih." Ucapnya serak. Khas orang habis menangis.
Aksa mengerjabkan matanya. Menatap sapu tangannya yang sodorkan Keyla padanya. Sapu tangan itu bahkan sudah basah dan kotor oleh bekas air mata juga make up Keyla. Jangan lupakan noda lipstik yang tertinggal di sana.
Aksa meringis. Dia tipe orang yang begitu bersih dan rapi. Melihat itu membuat bulu kuduknya meremang. Sahabatnya yang satu ini tidak berubah. Tetap jorok juga tidak peka. Kenapa pula sapu tangan kotor di kembalikan padanya? Ckk.
"Kenapa?" Tanya Keyla ikut menatap sapu tangan di tangannya. Merasa heran karena Aksa tak kunjung menerimanya. Apa yang salah soal itu?
"Hah?"
"Kenapa lo liatin sapu tangannya begitu?"
Aksa menggeleng. Kembali meletakkan sapu tangannya di atas pangkuan Keyla. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, dia yakin Keyla akan marah padanya. Tersinggung dengan kata-katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Friend My Wife (SELESAI)
عاطفيةIni tentang perjanjian pranikah dua sahabat. Yang mungkin saling menguntungkan dan menguji kesabaran. Di mana perasaan ikut berperan di sana. Lalu, akankah perasaan itu dapat berperan lebih besar dibandingkan keuntungan yang di tawarkan sejak awal...