Chapter 10 • Taruhan

18 5 0
                                    

Kenan kewalahan, sungguh!

Sialan!

Jika dia tahu seperti ini lebih baik dia tidak menawarkan sesuatu yang nyatanya justru menjadi bumerang untuk dirinya sendiri. Kaos putihnya sudah basah oleh keringat, sementara seragamnya yang kancingnya ia biarkan terbuka berkibar mengikuti arah angin.

"33 - 14." Ocha kembali menghitung score setelah berhasil mencetak tiga point berturut-turut.

Sedangkan Kenan masih berusaha mengatur nafas, badannya membungkuk dengan lutut yang menyangga tangan. Lalu mengangkat satu tangannya untuk meminta waktu istirahat sebentar.

Nafas Kenan memburu. Kenan memang jago bela diri, tapi tidak terlalu tertarik untuk olahraga seperti basket.

Hah! Ini penyiksaan namanya!

"Nyerah?"

Ocha menghampiri Kenan sambil memantulkan bola berwarna orange itu dengan santai. Bahkan walaupun keringat sudah menetes di sekitar pelipisnya, dia tetap terlihat sangat tenang. Seolah ini baru permulaan.

"Lo! Lo gak punya pusar ya? Bisa-bisanya gak ngos-ngosan!"

Ocha menggeleng tidak paham mendengar ocehan Kenan. Jadi ia memutar badannya dan mendekati ring. Gadis itu baru akan melakukan gerakan lay-up namun terhenti saat bolanya secara tiba-tiba direbut tanpa aba-aba. Kenan mengambil bola basket itu lalu memasukannya kedalam ring.

"WOHOOOO!!! 33 - 16 CHOYYY!!!"

Kenan berseru mantap lalu menjulurkan lidahnya mengejek.

Padahal sejujurnya bertambah dua poin pun tidak ada gunanya. Kenan masih tertinggal sangat jauh. Selisih sekitar tujuh belas poin.

Diawal Kenan asal menerapkan peraturan siapa yang mencapai angka 35 point dulu, dia yang akan menang. Dan sekarang Ocha sudah meraih 33 point.

Jadi sebenarnya sudah jelas sih siapa yang akan menang.

Kenan mendesah saat mencoba menembak bola dengan gerakan shooting, tapi malah meleset.

"Kenapa lo harus di depan gue persis sih Cha! Sengaja?!"

Gadis itu menatap heran, "Gak ada larangan defense."

"Bukan itu masalahnya. Lo di depan gue persis itu yang bikin gak fokus!"

Dengan terpaksa ia melempar bola itu pada Ocha.

"Udah deh, lo gak bakal bisa ngelewatin gue Cha." Ujar Kenan percaya diri. Ia sudah bersiap berdiri dengan posisi defense. "Ayo lewatin gue kalau bisa!"

Gadis itu hanya mengangkat satu alisnya, "Oh ya?"

Lalu tanpa di duga, tanpa perlu susah-susah melewati Kenan, dari garis three point Ocha kembali mencetak score menjadi 36 - 16.

Sebuah kemenangan telak membuat Kenan menatap tidak percaya.

Tidak percaya seumur hidupnya ada saat dia kalah dalam permainan. Yang mana dia sendiri yang dengan angkuhnya menawarkan.

Menyesal. Tahu begini dia tadi aju tanding dengan kemampuan yang ia kuasai.

Ocha tersenyum miring melihat Kenan yang masih membeku di tengah lapangan. Ia mendekati laki-laki itu dengan penuh kemenangan.

"Tepati janji lo." Katanya, lalu menatap wajah Kenan sebentar sebelum akhirnya ia membalikan badan untuk pergi dari sana.

Tapi belum sepenuhnya menginjak luar garis lapangan, sebuah suara kembali menghentikan pergerakan Ocha.

"Tanding sekali lagi! Ronde kedua!"

Ocha mendengus saat kembali mendengar permintaan konyol. Sepertinya laki-laki gila itu benar-benar memiliki jiwa ambisi yang tinggi. Tapi sudah cukup untuk Ocha menuruti permintaannya. Ia tidak mau terjebak lebih lama dengan makhluk itu.

MONOKROM : Epoch Of AvoshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang