Angin malam berhembus dingin dan menusuk. Malam ini cuaca sangat cerah, membuat hamparan langit terisi oleh sebuah bola besar yang dinamai bulan dengan tampilan penuh saat ini. Dengan penerangan dari pantulan cahaya rembulan, membuat semua benda di bumi kini terlihat jelas bahkan tanpa melibatkan cahaya lampu sedikitpun.
Hampir menyentuh pukul 2 dini hari tidak menyurutkan Ocha untuk beranjak dari balkon teras kamarnya. Beberapa helai rambut yang keluar dari tudung hodie miliknya sedikit berterbangan terbawa angin yang semakin ganas menghembuskan nyawanya tanpa peduli dengan siapapun yang dilewati.
Sudah dua jam gadis itu duduk bersandar pada CASHA Gummy yang merupakan sebuah hadiah untuknya tiga tahun lalu.
Bukan karena tidak tidur, justru karena Ocha terbangun seperti biasanya sehingga dia kembali berakhir di sini.
Menatap luasnya langit seperti sekarang merupakan salah satu cara Ocha sebagai bentuk peralihan dari pikirannya yang seperti benang kusut.
Tidak pernah menemukan jalan keluar.
Sejujurnya Ocha butuh untuk turun ke lapangan dan bermain basket sebagai pelampiasan seperti beberapa minggu lalu. Meskipun terakhir kali ia sampai tumbang, tapi itu belum cukup untuk membantai dirinya sendiri.
Pikirannya teramat rumit. Kepalanya serasa ingin pecah. Ocha butuh tertidur tanpa mimpi lebih lama dari lima hari dia tidak sadarkan diri.
Sangat lama.
Hingga dia bisa lebih siap dengan segala hal rumit dan menusuk dalam hidupnya.
Sayangnya, Kyra tidak mengizinkan. Wanita itu kelewat khawatir dan cemas dengan kondisinya. Kyra menolak keras ide Ocha yang ingin bermain basket meskipun Ocha sudah mencoba bernegoisasi hanya setengah jam bermain. Wanita itu ternyata sudah teguh pada pendiriannya.
Ocha menghela pelan.
Padahal sekarang ia hanya ingin rileks dengan melihat bulan, namun pikirannya selalu tidak bisa bekerja sama. Selalu ribut dan bising. Seakan tidak memiliki waktu sedetikpun untuk istirahat.
Sibuk dengan dirinya, gadis itu akhirnya baru menyadari sebuah panggilan masuk yang bergetar dari ponselnya.
Gadis itu melirik layar dan saat mengetahui nomor yang tidak asing terpampang, ia membiarkannya bergetar hingga panggilan tersebut mati.
Namun, baru lima detik, ponselnya bergetar kembali. Sama seperti sebelumnya, Ocha hanya membiarkannya sampai ponselnya kembali mati.
Dan tepat kembali pada detik ke lima, untuk kesekian kali ponsel miliknya lagi-lagi bergetar.
Masih dengan nomor yang sama, kali ini Ocha mengangkat panggilan dengan malas.
"Apa?"
"Menurut lo, siapa yang kasih ide nama 'bulan' jadi 'bulan'? Dan kenapa namanya harus bulan? Kenapa bukan 'nalub'?"
Ocha mengernyit mendengar pertanyaan sangat tidak bermutu. Tapi belum sempat ia membalas, kembali terdengar kekehan kecil, sebelum kembali bersuara.
"Baru dua puluh kali. Gue kira gak bakalan diangkat sampai panggilan ke seribu." Ucapnya dari seberang, "Belum tidur?"
"Menurut lo?"
"Kenapa? Begadang gak baik tau."
"Ngaca."
"Duh, hati mungil gue meleleh dapet perhatian dari lo gini." Katanya lagi yang kembali diiringi tawa renyah, "Ternyata ada benefit eksklusif gini ya jadi temen lo? Pantes lo gak mau temenan sama orang lain. Lo ngomong aja mahal apalagi sampai khawatir gini? Tau gitu dari dulu gue cari tau tentang lo, terus gue terobos masuk lebih awal."
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOKROM : Epoch Of Avosha
General FictionAvosha itu dingin, Kenan itu sinting. Perbedaan yang signifikan tapi bertemu karena kesengajaan. Jika semua orang mengatakan bahwa Avosha adalah gadis sedingin patung es yang tidak memiliki darah di tubuhnya, nyatanya Kenan lebih keras daripada bo...