Happy Reading~
÷÷÷
"Ehem, ehem. Lo... gapapa?"Rasanya mulut Luna sudah gatal untuk bertanya pada Ocha, tapi sedari tadi dia tahan dan membiarkan gadis itu diam. Tapi setelah cukup lama suaranya tercekat, Luna akhirnya mengeluarkan pertanyaannya.
Ocha menatap pantulan dirinya di cermin toilet setelah mengganti seragam olahraganya. Dia baru sadar kalau gadis bernama Yura sepertinya memang benar punya dendam kesumat.
Lihat saja salah satu bagian pipinya yang masih menyisakan kemerahan.
Untung Ocha sabar dan lemah lembut dalam menghadapi seekor satwa liar.
Gadis itu menoleh sekilas kearah Luna yang menatapnya dengan tatapan- yang menurut Ocha terkesan aneh. Lihat saja, tangan dan kaki Luna yang tidak berhenti bergerak barang sedetikpun.
"Keliatannya?" Tanyanya datar.
"Mana gue tau. Emang gue dukun."
"Biasanya tau."
"Lagian lo kok mau-mauan digampar sama lonte kek dia sih!"
"Nggak digampar."
"Terus kalau gak digampar apa namanya hah?!"
"Ada nyamuk kali. Dia bantu nabok."
"Haha, gak lucu!"
"Thanks."
Luna kembali dibuat kesal. Bisa-bisanya Ocha ngelawak disaat tadi mengancam dan hampir melukai seseorang.
Iya, mengarahkan pecahan gelas ke leher orang lain itu apa namanya kalau bukan mengancam dan berniat melukai. Paling-paling juga nanti anak itu dipanggil lagi ke ruang BK.
"Maksud gue itu lo sendiri, badan lo kok rada panas sih?"
"Di sini emang panas."
Luna benar-benar ingin menenggelamkan Ocha ke rawa-rawa sekarang juga.
Pengin tak hih!
Seberapa lama lagi hati Luna bisa kuat dan bertahan menghadapi Ocha Tuhan? Ini sungguh menyiksa psikis-nya. Luna sungguh ingin berdosa, tapi umpatannya masih banyak.
"Cha... Bukan panas karena udara disini yang gue maksud." Luna mengelus dadanya mencoba bersabar. "Tadi waktu gue pegang pipi lo, kok rada anget. Lo sakit kan?"
"Gak."
Jawaban tidak memuaskan itu membuat Luna secara paksa ingin menyentuh dahi Ocha memastikan. Tapi dengan gesit Ocha menghindar.
"Ck! Apa sih."
"Bilang sama gue, apa itu gara-gara cewek sinting tadi? Kalau iya, gue bakal beri dia pelajaran lebih." Luna mengepalkan tangannya kuat-kuat di depan wajah. Dia tidak main-main kali ini, kalau saja Ocha tadi tidak menahannya, bisa dipastikan kepala gadis sinting itu sudah botak dijambak Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOKROM : Epoch Of Avosha
General FictionAvosha itu dingin, Kenan itu sinting. Perbedaan yang signifikan tapi bertemu karena kesengajaan. Jika semua orang mengatakan bahwa Avosha adalah gadis sedingin patung es yang tidak memiliki darah di tubuhnya, nyatanya Kenan lebih keras daripada bo...