"Mau istirahat dulu?"
Tawaran itu menggenapi angka yang ke tiga puluh kalinya Ocha dengar selama hampir dua jam mereka beradu di lapangan. Dan selama tiga puluh kali itu pula, seingatnya tawaran itu sudah ia tolak mentah-mentah.
Gadis itu menghentikan aksinya melakukan crossover bola di hadapan Daniel. Posisi dengan hanya berjarak satu langkah itu membuat keduanya dapat melihat dengan jelas satu sama lain.
Ocha menilik Daniel dengan rinci. Dari bawah hingga ke atas sampai ke bawah kembali, tapi tidak menemukan hal yang bisa dijadikan alasan laki-laki itu untuk terus mengajaknya istirahat. Lalu sebenarnya apa masalahnya disini?
Sebelum ini pun mereka pernah untuk bermain basket lebih dari empat jam?
Ehm.. Sebelum protes, tolong diingat bahwa keduanya dianggap monster gila lapangan oleh orang-orang.
Jadi, Ocha berfikir kembalinya dari tournament tidak mungkin membuat kondisi tubuh dan kesehatan laki-laki di depannya ini menurun, kan?
Karena seingatnya, laki-laki ini tidak mengenal kata istirahat. Jadi, kenapa?
Daniel yang merasa ditatap sedetail itu sebenarnya salah tingkah. Dikit. Selain laki-laki itu terlalu pandai mengontrol diri, ia pun mengerti maksud dari pandangan Ocha padanya.
Dengan berdehem kecil, Daniel berkata. "Bukan gue, lo yang butuh istirahat, Cha." Daniel menjeda sambil meneliti wajah gadis itu, "Kayaknya lo belum terlalu sehat sejak sakit kemarin."
Mendengar laki-laki itu yang kembali membahas tentang sakitnya membuat raut muka Ocha seketika menatap tidak suka. Ia langsung kembali menggiring bolanya melewati Daniel begitu saja.
Walaupun sudah lama, Daniel tahu betul bagaimana Ocha saat di lapangan. Gadis itu tidak mudah lelah, meskipun berkeringat, dia bisa mengatur nafasnya dengan stabil. Tapi hari ini Ocha sangat berbeda. Dengan tempo nafas yang tak beraturan, keringat yang membanjiri kepala hingga tubuh dari biasanya, wajahnya yang memerah, juga cara bermainnya yang terbilang kacau.
Sedetail itu Daniel mengamati Ocha.
Meskipun begitu, Ocha dengan keras kepala tidak ingin berhenti walaupun sekedar minum.
Jika biasanya dulu Daniel akan meladeni dengan senang hati, berbeda halnya dengan sekarang. Ia terlalu khawatir dengan kondisi tubuh Ocha yang terlihat masih belum sembuh total.
Ketika masih sibuk dengan pikirannya, Daniel dikejutkan dengan suara jatuh yang cukup keras di belakangnya. Laki-laki itu seketika langsung berlari saat melihat Ocha sudah tergeletak begitu saja di bawah ring basket dengan wajah menengadah ke atas dan mata yang terpejam erat.
"Mana? Mana yang sakit?" Katanya panik.
Melihat Ocha yang mengacuhkannya dan terlihat sama sekali tidak meringis membuat Daniel dengan sengaja menekan area lutut yang samar mendapat respon dari pemilik.
Daniel menghela. Menatap Ocha yang bergeming diam dengan posisi awal. Dengan segera Daniel meraih lengan Ocha dan mengalungkannya ke pundaknya sendiri.
Sangat jelas respon Ocha yang langsung membuka mata dan akan menarik kembali lengannya dengan wajah bengis. Sayangnya, kali ini Daniel juga tidak kalah keras kepala. Ditahannya pergelangan Ocha yang tersampir di bahunya, sambil mengatakan kalimat yang lebih mirip nada ancaman, "Gue rasa lebih baik lo gue papah daripada gue bopong paksa, kan?"
"Sebagai informasi, gue gak pernah becanda dalam kondisi kayak gini, Cha." Katanya lagi saat Ocha justru semakin menarik paksa tangannya agar lepas.
Kalimat Daniel akhirnya hanya dibalas decakan yang membuat laki-laki itu tersenyum puas. Dengan penuh hati-hati, ia membawa Ocha dan membantunya duduk di tepi lapangan dengan bersandar pada bangku yang berisikan perlengkapan milik gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MONOKROM : Epoch Of Avosha
General FictionAvosha itu dingin, Kenan itu sinting. Perbedaan yang signifikan tapi bertemu karena kesengajaan. Jika semua orang mengatakan bahwa Avosha adalah gadis sedingin patung es yang tidak memiliki darah di tubuhnya, nyatanya Kenan lebih keras daripada bo...