CHAPTER 17

8.6K 566 16
                                    

“Bu, tolong jemput aku. Aku disiksa dan dijadikan budak di sana, Bu.”

“Asih, apa itu kamu! Pergi kamu! Ini bukan rumahmu!” Sesosok gadis kecil tengah berdiri di pojok kamarku. Aku tak bisa berbuat apa pun, kecuali menutup tubuhku dengan selimut.

“Bu, ayo, Bu! Jemput aku.”

Ia terus merengek, meminta dijemput, tetapi aku tak memedulikannya sampai akhirnya sosok ini pergi entah hilang ke mana.

Aku menghela napas lega, segera aku keluar dan melihat anak-anakku yang tengah tidur di ruang sebelah.

“Adrian,” bisikku pelan.

Adrian menggeliat, sepertinya ia mendengarkan ucapanku.

“Kenapa, Bu? Ibu tidak tidur?” Ia bangkit dan mulai duduk.

Aku menggeleng. “Zaki mana?”

“Itu, lagi tidur. Bu, aku masih ngantuk,” timpalnya.

“Ya sudah, tidur saja!”

Aku kembali ke kamar dengan rasa ketakutan, tapi aku berharap Asih tak kembali menerorku karena dia sudah berada di kerajaan itu dan pasti tidak bisa keluar dengan sendirinya.

***

Tujuh bulan sudah berlalu semenjak kematian Asih. Sekarang, Ibu sudah sukses bak orang paling kaya di kompleks ini setelah Bu Puji, ia selalu mengenakan baju yang sangat bagus serta perhiasan yang menempel pada tubuhnya.

Adik-adiku juga terlihat sangat gemuk. Ibu selalu membelikan makanan yang sangat enak untuk kami bertiga makan.

Hari ini aku libur sekolah selama 2 minggu dan bertepatan juga Bapak pulang dari tanah rantau. Ah, betapa senangnya sekian lama tidak bertemu Bapak.

“Bu, Bapak hari ini pulang.” Kulihat Ibu sedang sibuk dengan ponsel baru miliknya sembari mengelus perutnya yang sudah membuncit.

“Iya, hari ini pulang.”

“Assalamu’alaikum!” Suara seorang lelaki dewasa masuk dengan membawa beberapa koper. Itu Bapak!

“Wa’alaikumsalam,” jawabku dari dalam.

“Adrian!” teriaknya. Aku terperanjat, langsung menoleh dan berlari memeluknya.

“Ibu mana?” tanyanya Bapak padaku.

“Di kamar, Pak.”

Bapak berlalu meninggalkanku. Ia langsung masuk kamar untuk melihat Ibu. Aku berjalan mengikutinya dari belakang.

“Sania.”

“Mas Bahar, katanya pulang sore?” Bapak duduk tepat di samping ranjang dan mulai bercerita.

“Iya, ternyata perjalanan dipercepat, sekarang kehamilanmu sudah besar Sania. Kamu sudah memeriksa USG?” tanya Bapak. Aku masih diam melihat mereka di balik pintu kamar.

“Besok kita periksa?”

“Terserah kamu, Sania. Kamu tampak bahagia sekarang atau karena aku bekerja, jadi kamu lebih bahagia?”

FAMILY IN DANGER ( LENGKAP )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang