00:01

314 10 0
                                    

"Selamat pagi. Saya, Armand, yang akan mengampu mata kuliah Desain Grafis Lingkungan di semester genap ini. Selamat datang di kelas saya, semoga semuanya diberikan kelancaran untuk satu semester ke depan. Sebelum saya memaparkan terkait teknis perkuliahan, saya akan melakukan presensi terlebih dahulu. Tapi, saya membutuhkan bantuan. Ketua kelasnya siapa?"

Hening. Tidak ada yang bersuara, sampai seseorang yang berada di bangku belakang mengangkat tangan kanannya, "maaf, Pak. Dikarenakan ketua kelasnya belum datang, apakah bisa saya gantikan terlebih dahulu?" tanyanya, sangat hati-hati dalam berbicara dan berusaha setengah mati untuk menyembunyikan segala rasa takutnya. Kenapa demikian? Seluruh mahasiswa di Universitas Bandoeng Jaya ini mengetahui bagaimana karakter dari dosen muda tersebut.

"Baik. Hari ini, semuanya saya tidak hadirkan."

Dua puluh sembilan mahasiswa yang berada dalam kelas langsung panas dingin mendengar keputusan sepihak dari dosen 'tercinta' mereka. Membuat si sekretaris semakin ketar-ketir menghubungi sang ketua kelas yang belum juga menunjukkan tanda-tanda kedatangannya. Celakanya, ponsel yang bersangkutan tidak aktif sehingga tidak dapat menerima panggilan yang terus dilakukan olehnya. Pada akhirnya, gadis itu pasrah dan memasukan ponselnya ke dalam tas.

Sampai, suara pintu diketuk dari luar menginterupsi perhatian semuanya. Benda tinggi berwarna coklat itu perlahan terbuka, para mahasiswa seakan menahan nafas, menunggu siapa yang datang disaat genting seperti sekarang ini. Detik kemudian, muncul orang yang dinantikan. Gadis itu masuk dengan cengiran khasnya, jangan lupakan rambutnya yang berantakan itu. Terlihat sekali kalau ia baru bangun dari tidurnya.

"Permisi, Pak. Maaf, saya baru datang."

Tidak ada sahutan dari lelaki jangkung berkemeja hitam tersebut, membuat Zura dengan kesadaran penuhnya melangkah masuk dan berjalan ke dalam kelas setelah menutup pintu tersebut dengan rapat.

"Kamu diizinkan siapa masuk ke kelas?"

Pertanyaan tajam itu sukses menghentikan kakinya. Ia menelan ludah ngeri, namun berusaha untuk menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. Lelaki tersebut bangkit dari duduknya, "jam berapa sekarang?"

Dengan polosnya, gadis itu mengangkat tangan kanannya, melihat jam kecil yang melingkar di sana. "Jam delapan lebih lima menit?" ucapnya, ragu.

"Kelas saya dimulai jam berapa?"

"Jam tujuh?"

"Kamu terlambat dan tidak boleh mengikuti kelas!"

MARRY ME, MAS DOSEN! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang