00:10

142 5 0
                                    

"Kaki Mas sehat? Bisa jalan?"

"Bisa."

"Ayolah, jalannya mau kapan?"

Armand tersenyum lebar saat mendengarnya, baru menyadari apa yang sebenarnya diucapkan oleh gadisnya itu. Bisa-bisanya ia tidak sadar dengan hal itu. Padahal, hidupnya bersinggungan dengan candaan ala bapak-bapak. Ia menyentuh pipi itu lembut, "kamu belajar itu dari siapa?" Tanyanya, penasaran.

"Di internet juga banyak."

Armand mengangguk setuju, ia menarik tubuh mungil itu untuk duduk ke dekatnya. Lagi-lagi, lelaki itu menyandarkan kepala di sebelah bahu Zura. Tatapannya fokus ke depan, menonton televisi di hari libur menjadi rutinitasnya sekarang. Dia begitu menikmatinya, terlebih lagi dengan kehadiran Zura di sebelahnya. Lelaki itu semakin betah berdiam diri di rumah pasangannya.

"Papa kamu belum pulang?"

"Belum. Kalo udah ke pasar, emang suka lupa waktu."

"Belanja atau ngapain?"

"Ngobrol sama yang jualan di pasar, atau liatin ikan."

"Papa kamu keren banget, Ra."

"Iya, aku juga kagum."

Armand membawa sebelah tangan itu untuk berada di pinggangnya, "gimana? Sekarang kamu mulai nyaman?"

Zura tidak memiliki pilihan selain mengangguk. Mengakui kalau ia juga nyaman saat berada di dekat lelaki itu. Gadis itu menatap kekasihnya lekat, "aku seneng bisa makin akrab sama Mas. Jadi, nilai aku bisa A?" Ucapnya, setengah bercanda.

Hal itu membuat Armand terkekeh, ia membalas tatapannya, "maaf, sayang. Tapi, kalo soal nilai, harus sesuai kemampuan." Sahutnya, lembut.

"Oiya, Mas umurnya berapa?"

"Tahun ini, dua puluh enam. Kenapa? Tua, ya?"

Zura menggeleng, tidak setuju dengan hal itu.

"Enggak, cuma pengen tau aja."

"Kenapa?"

"Aku pengen mengenal Mas lebih jauh lagi."

MARRY ME, MAS DOSEN! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang