00:17

114 6 0
                                    

"Manten baru kenapa mukanya cemberut?"

Pertanyaan Rena membuat Zura semakin kehilangan semangatnya. Wanita dengan kemeja merah muda itu terlalu malas merespon guyonan sahabatnya, memilih diam dan fokus pada layar laptopnya.

"Lo kenapa? Lagi ada masalah, kah? Tumben banget-"

"Diem?"

"Iya, lo juga sadar?"

Zura hanya mengangguk, menghela nafas berat.

Rena mengeluarkan satu kotak susu rasa coklat, menyodorkan benda itu ke hadapan Zura. "Minum dulu, Ra. Biar lebih tenang. Kuliah masih lama, loh. Mana jam pertama ini diajar suami lo?"

"Enggak, oi! Dipindahkan, ada rapat katanya di grup."

"Jadi, sekarang apa?"

"Bu Sari?"

"Mati gue, gak bawa tugas kemarin!"

...

Langit mulai mengabu, rintik hujan perlahan berjatuhan membasahi bumi yang kering. Di sini Zura masih berada, berdiam sendirian di depan perpustakaan yang sepi. Sejak beberapa menit ke belakang, ia tidak menjumpai orang lain. Benar, ia menjago berada di tempat itu.

Ia menghela nafas berat saat sepatunya mulai basah, mau tidak mau harus mundur untuk menghindari cipratannya. Sampai, tubuhnya tidak dapat bergerak lagi karena menabrak sesuatu yang kokoh. Dia berbalik, menemukan lelaki yang kini mengisi harinya tengah menatapnya penuh cemas. Bulir keringat memenuhi keningnya, tidak-itu air hujan.

"Dari tadi kamu di sini? Mas cari kamu, kenapa gak angkat telepon? Pesan Mas juga gak dibales? Hape kamu rusak? Atau gimana?"

"Aku gak ada kuota."

"Banyak wifi, sayang. Setidaknya, beri Mas kabar."

"Yaudah, aku minta maaf!"

"Kamu kenapa, sih? Dari kemarin marah-marah terus?"

Entah kenapa, pertanyaan itu menyakiti perasaannya. Air mata gadis itu mendadak keluar, bersamaan dengan hujan yang mulai deras di sana. Ia menunduk, tidak berani menatap Armand. Celakanya, dia juga bingung kenapa dirinya seperti ini. Hormonnya sedang tidak stabil.

"Aku kangen, Papa."

Armand tersenyum lega, membawa gadis itu dalam dekapannya. Merasa bersalah telah membuatnya menangis, walaupun ia belum mengetahui kesalahannya di sebelah mana. Namun, Zura dengan cepat menghindarinya.

"Nanti ada yang lihat!"

"Biar semua orang tau kamu itu punya Mas, Zura."

"Tetep aja malu!"

"Kenapa harus malu, hmm?"

Armand mengambil tas itu dan memakainya, membuat Zura melotot tajam dan berusaha mengambil kembali benda tersebut. Ia mengedarkan pandangan, cemas akan ada orang yang melihat interaksi mereka ini.

"Mas, aku serius! Balikin."

"Enggak mau. Ayo, pulang. Ke rumah kamu, sayang."

MARRY ME, MAS DOSEN! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang