00:13

108 6 0
                                    

"Sebenarnya, Ibu sakit apa, Mas?"

"Kanker darah, Ra."

Zura membawa lelaki itu dalam dekapannya, ia diam tidak dapat merespon apa-apa selain tangannya mengelus lembut punggung kokoh itu. Dia sangat menyesal mendengarnya, ternyata cobaan mereka berat. Gadis itu menahan air matanya untuk tidak keluar, makeup dan bajunya sudah berantakan.

Setelah cukup tenang, ia melepaskannya. Mengambil tisu basah dan mengelap bercak darah pada tangan besar itu. "Mas yang tabah, ya? Ibu pasti baik-baik aja."

"Iya, Ra. Makasih."

Mereka langsung berdiri saat melihat Papa Zura datang dengan wajah lelahnya. Bagaimana pun juga, beliau membantu Ibu Armand untuk bisa sampai di sini dengan cepat. "Papa pulang dulu, gapapa? Nanti ke sini lagi, ya."

Armand mengangguk singat, "Papa istirahat aja di rumah, kondisi Ibu udah stabil. Makasih dan maaf, acaranya belum selesai tapi harus berhenti."

Papa Zura menepuk pundak itu pelan, "Papa pulang, ya."

Kepergian Papa Zura mengingatkannya pada sesuatu, ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda kecil itu. Dia menatap gadis itu sendu, setelah mengambil benda bulat dari dalamnya, dia menarik tangan putih itu. "Aku tau ini terlambat, tapi ini harus dilakukan." Hening sesaat, ia memakaikannya pada jari manisnya. "Makasih udah berkenan menerima Mas, Ra. Maaf ya, acaranya gak sesuai harapan. Pada intinya, kita sudah melaksanakannya." Ucapnya, merasa bersalah.

"Gapapa, Mas."

Armand mengecup sekilas punggung tangan itu, membawanya dalam dekapannya. "Makasih, Ra. Aku sayang kamu."

"Keluarganya Ibu Ria Harmono?"

"Saya, Dok. Bagaimana keadaan Ibu saya?"

"Terjadi komplikasi yang cukup serius. Namun, Ibu Ria dapat mengatasinya dengan sangat baik. Sebelum beliau tidak sadarkan diri lagi, ia berpesan agar pernikahan anaknya disegerakan. Kalau bisa, digelar hari ini saja."

MARRY ME, MAS DOSEN! [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang