HOLAAAA. APA DI SINI DEBUNYA JUGA TEBAL?
MON MAAP YAAAAAA.
YUK LAH YANG BELOM FOLLOW, SILAKAN DIFOLLOW.
SEMOGA SUKA.
HAPPY READING YAAAA.
Grand opening kafe akan segera digelar. semakin mendekati hari H, aku pun semakin dibuat sibuk. Dengan begitu berat hati aku pun harus melanggar janjiku pada Mas Damar. Janji untuk tak mengabaikannya. Ya, aku tak salah bicara. Sejak hari itu—hari di mana secara terang-terangan kukatakan kalau aku cemburu melihatnya dengan wanita lain, ia memintaku untuk berhenti memanggilnya 'Pak Damar'. Cara bicaranya pun sudah mulai berubah. Awalnya, memang terasa begitu menggelikan karena kami biasa menggunakan saya-kamu saat bicara.
"Kamu pulang malam lagi?" tanyanya dengan nada suara yang terdengar lemah. Ia baru saja bergabung denganku di meja makan. Tas kerja yang biasa menggantung di pundaknya pun sudah bersandar di salah satu kursi kosong. "Aku bilang apa sih, Sayang? Aku tuh nggak suka kamu cuekin. Jangan bikin aku nyesal karena sudah kasih usaha kafe itu ke kamu, ya."
Sayang? Ya. Alih-alih menyebutku dengan nama, Mas Damar lebih memilih untuk menyebutku dengan sebutan itu. Jujur, memang terdengar sedikit horor di awal. Namun, setelah beberapa hari berlalu telingaku bisa menyesuaikannya.
"Lusa grand opening. Aku janji setelahnya nggak akan pulang malam. Aku bakal ada di rumah sebelum Mas pulang kerja. Deal, ya?"
Mas Damar mengangguk, meskipun kutahu ia merasa cukup kesal. Sebagai permintaan maaf karena sudah kembali mengabaikannya, kubawakan bekal makan siang dan sebotol jus buah yang nantinya bisa ia makan saat jam istirahat.
"Kamu tau kenapa aku kesal?" ucapnya. Aku menggeleng. "Kalau kamu pulang malam, otomatis kamu bakal kecapekan. Dan ...."
"Sudah, ya. Makan dulu. Setelah semuanya selesai, kamu bisa puas-puasin."
Singa yang merajuk pun akhirnya berubah jinak. Terbit sebuah senyuman di bibirnya. Tangannya yang semula hanya mengaduk-ngaduk nasi goreng di piringnya pun mulai mengarahkan sendok ke mulutnya. Di tengah sarapan, aku beranjak ke dapur untuk menyiapkan kotak bekal makannya. Sebotol jus stroberi tak lupa kubawa ke meja makan.
"Ini bekal makan siangnya. Di kulkas masih ada makanan kemarin. Kalau Mas nggak mau, ada nugget di freezer. Kalau masih nggak mau, Mas pesan online aja. Kemungkinan besar, aku bakal pulang larut. Nggak usah nungguin aku pulang. Mas tidur duluan aja."
"Aku jemput kamu ke kafe, ya?" ucapnya. Aku segera menggeleng. Paham kalau dirinya pasti lelah setelah seharian bekerja. "Kenapa? Kok nggak mau dijemput?"
"Nggak apa-apa. Mas pasti capek habis pulang kerja. Aku nggak mau bikin Mas tambah capek karena harus jemput aku ke kafe segala. Lagian nggak sama pegawai-pegawai yang ada di sana."
"Nggak enak kenapa?"
"Mereka kan taunya kalau Mas itu kakakku."
"Aku bisa revisi dan bilang ke mereka kalau kita pacaran. Gimana menurut kamu?"
"Terserah kamu aja, lah. Toh semua aturan juga kamu yang buat, kan?"
"Ya sudah. Nanti aku jemput."
Masing-masing dari kami sudah mengosongkan piring. Gelas berisikan jus jeruk kemasan literan pun juga sudah kosong. Mas Damar meraih tas dan tas bekal makan siangnya, sementara aku pun bersiap untuk segera berangkat. Mas Damar akan memberikan tumpangan, seperti biasanya.
Mobil kami berhenti tepat di depan kafe. Beberapa pegawai sudah mulai terlihat sibuk berbenah di bagian luar. Mas Damar menahan tanganku yang sudah siap membuka pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ingin Bahagia
RomanceUPDATE SETIAP SENIN Menjadi seorang penjaja seks komersial jelas bukan keinginan Diandra. Namun, kebutuhan memaksa dan Diandra sama sekali tak punya pilihan. Untuk kali pertama, ia harus menjual keperawanannya pada seorang laki-laki demi uang. Sela...