8

1.2K 285 17
                                    

"Di, kamu di mana? Tadi Ibu sama Danu ke rstoran tempat kamu kerja mau antar makanan. Kamu kan sudah satu bulan nggak pulang ke rumah. Ibu takut kamu nggak bisa makan, jadi antar beberapa lauk. Teman kamu bilang kamu sudah nggak kerja di sana. Kamu ngekos di mana? Elisa nggak bisa antar Ibu ke kos kamu. Kamu nggak lagi aneh-aneh kan, Di?"

Akhirnya saat ini tiba juga. Selama berbulan-bulan kusembunyikan ini dari keluargaku. Memang sudah satu bulan ini aku tidak pulang ke rumah. Biasanya, aku akan menyempatkan pulang setiap kali libur kerja, dan akhir pekan setelah menjadi seorang pengangguran.

"Ibu ngomong apa, sih? Aku baik-baik aja. Aku memang belum sempat bilang kalau sudah berhenti kerja."

"Sekarang kamu ada di mana? Biar Ibu sama Danu samperin."

"Sekarang aku tinggal di apartemennya temenku. Dia pergi dan minta aku untuk urus apartemennya selama dia nggak ada."

"Ya sudah. Kirim alamatnya biar Ibu sama Danu bisa ke sana."

Aku menunggu kedatangan Ibu dan Danu di lobi apartemen. Aku tak mungkin mengajak mereka naik ke atas. Tak lama, aku bisa melihat motor yang dikendarai Danu masuk ke area gedung. Segera kuhampiri keduanya.

"Kamu sehat kan, Di?" tanya Ibu. Aku mengangguk. "Kenapa nggak bilang kalau sudah nggak kerja? Terus, sekarang kamu kerja apa?"

"Aku dibayar selama jaga apartemen temanku, Bu. Ibu tenang aja."

"Ini ada lauk untuk kamu. Kalau sempat, kamu pulang. Bapak kangen sama kamu."

"Iya, Bu. Bilang Bapak nanti aku pulang, ya."

"Ya sudah. Ibu pulang dulu. Kamu jaga diri baik-baik, ya."

"Iya, Bu. Nu, jaga Bapak sama Ibu, ya."

"Iya, Mbak."

OoO

Kutatap sebuah bangunan berlantai tiga yang berdiri dengan kokohnya di hadapanku. Inilah yang nantinya bakal menjadi usahaku. Pak Damar merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kunci. Pertama kali kulihat bagian dalamnya, aku sudah jatuh cinta. Bahkan, aku sudah bisa membayangkan apa-apa saja yang nantinya akan kuletakkan untuk mendukung suasana kafe.

Sepertinya butuh beberapa waktu untuk melakukan sedikit renovasi. Sebuah kafe membutuhkan setidaknya satu dapur. Kami beralih ke lantai dua. Ada sebuah toilet di ujung lorong, tepatnya di bawah tangga menuju ke lantai tiga. Sepertinya lantai dua akan menjadi spot pilihan karena pemandangannya yang langsung menjorok ke pusat kota.

"Kayaknya kita harus renovasi di beberapa bagian. Awalnya gedung ini dijadikan kantor, itu kenapa desainnya terkesan biasa. Kamu bisa cari rujukkan desain yang kamu mau. Nanti saya akan komunikasikan ke pihak pembangun. Sementara menunggu proses renovasi, kamu bisa mulai cari pegawai dan menu-menu makanan yang akan dijual."

"Pak, terima kasih." Tanpa sadar aku pun sudah memeluknya dan buru-buru melepas pelukan. "Maaf, Pak. Saya refleks."

"Kita lanjut ke lantai tiga, ya."

Ada tiga ruangan di lantai tiga. Pak Damar membuka lebar jendela. Angin segar pun langsung menerpa kulitku.

"Masing-masing ruangan bisa kamu gunakan untuk gudang penyimpanan suplai kebutuhan kafe ruangan khusus untuk kamu dan kamar untuk penjaga kafe."

"Penjaga kafe?" sahutku. Pak Damar mengangguk. "Maksud Bapak satpam?"

"Bisa dibilang begitu. Seenggaknya kamu harus mempekerjakan satu orang untuk jaga kafe. Ada banyak barang-barang yang harus dijaga, kan? Saya akan bantu cari orangnya."

Pak Damar membuka pintu salah satu ruangan. Ruangan yang sepertinya paling besar di antara dua ruangan lainnya. Aku bisa menjadikan ruangan ini sebagai kantorku nantinya.

Ingin BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang