prolog/cast

489 62 4
                                    

Cerita ini adalah karya fiksi.
Apabila ada kesamaan tokoh, agama, organisasi, dan jalan cerita adalah unsur kebetulan karna karya fiksi ini murni dari hasil pikiran saya sendiri.
































Apabila ada kesamaan tokoh, agama, organisasi, dan jalan cerita adalah unsur kebetulan karna karya fiksi ini murni dari hasil pikiran saya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Nabastala kelabu.

Seolah turut rasakan duka pemuda netra lembayung saat sang ibu dikebumikan.

Lembayung tatap kosong makam di hadapannya. Satu persatu orang mulai meninggalkan makam, dan kemudian menyisakan mereka bertiga.

Ia, sang adik, dan ayahnya.

Pria paruh baya tersebut pasang ekspresi tegar, tak ingin tunjukkan raut sedih mendalam. Dirinya tahu, sang istri tak akan suka lihat ia bersedih. Sama halnya dengan si sulung, si bungsu tak tunjukkan ekspresi apapun. Sudah terlalu penat dengan tangis.

"Ran, Rindou, ayo pulang. Tampaknya akan hujan." Pria itu berujar.

Ia melangkah perlahan, dan kemudian diikuti si bungsu. Sedang sulung Haitani tak beranjak dari tempatnya.

"Kak, ayo pulang.." Tambah pemuda netra lila dengan sendu.

"Duluan saja, gue masih mau disini. Beritahu ayah kalo gue akan pulang gak lama lagi." Balas pemuda netra lembayung.

"Tapi, kak."

"Rin.. Sebentar lagi saja, ya?" Pemuda surai panjang yang dikuncir asal, beri senyum hingga netra mengatup.

Pemuda netra lila menghela nafas, dengan berat hati tinggalkan sang kakak sendirian.


Haitani Ran, pemuda itu. Tak lepaskan pandangan pada nisan di makam. Netra tak sanggup lagi 'tuk keluarkan air mata. Cairan bening sudah terkuras habis. Maka hanya ia tatap lesu itu.


Ah, rasanya Ran tak ingin beranjak pulang. Ia hanya ingin terus temani ibunya disini. Kabut yang telah tutupi nabastala, tak sedikitpun buat Ran berpaling dari makam. Sekalipun rinai hujan akan basahi baju hitam nya, ia tak peduli.


Alasan Ran pulang ke rumah itu karna ibu, dan tempat Ran untuk berpulang itu juga ibu. Tapi ibu udah gak disamping Ran lagi, jadi kemana tempat Ran pulang? Apa alasan Ran pulang?


Dan dibawah kelabu nya nabastala, seorang pemuda netra safir dengan surai raven berdiri di sampingnya.

Lembayung tatap sekilas, dan beri pandangan malas. Tak minat untuk hiraukan.

Pemuda surai raven itu menyodorkan payung hitam, dengan secarik kertas padanya. Ran bingung, memilih menatap tangan lentik pemuda. Tak mengerti yang dimaksud pemuda.

pulang :: rantakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang