bab 4

183 40 4
                                    

Cerita ini adalah karya fiksi.
Apabila ada kesamaan tokoh, agama, organisasi, dan jalan cerita adalah unsur kebetulan karna karya fiksi ini murni dari hasil pikiran saya sendiri.







































Desir angin meniup dedaunan, membuatnya melambai lambai.

Begitu tenang. Derap langkah kaki terdengar dari tanah tempat insan berpijak.

Bumantara beri surya eksistansi untuknya pamer akan indahnya senja. Horizon berubah oranye indah, dan pemuda netra lembayung berjalan di bawahnya.


Itu sunyi.


Tidak ada yang membuka dialog.


Dua anak adam berjalan berdampingan, kalut dalam pikiran masing masing.

Ran bukan tipe yang membuka pembicaraan terlebih dahulu. Netranya hanya tatap lurus kedepan, dan sesekali pandang pemuda yang lebih kecil darinya.

Hingga dua pemuda sampai pada pemberhentian bus.

Sang empu netra safir terlebih dulu menghentikan langkah. Menoleh ke arah samping guna bersinggungan dengan lembayung.

"Aku akan naik bus disini." Takemichi berkata, senyum tak lupa diulas.

Ran mengangguk paham, dan kemudian hening kembali.


Canggung.


Senyum simpul berubah canggung. Safir menelusuri lembayung. Pikiran mencoba proses netra itu, terlihat sangat tidak asing. Tapi dimana?

Ia merasa pernah melihat netra itu.

Setidaknya mari kesampingkan dahulu. Takemichi berniat membuka dialog, "Nama?"

Ah, benar juga. Takemichi bahkan tidak mengetahui nama pemuda ini. Tapi dia bersyukur pemuda ini mengajaknya pulang bersama. Takemichi tidak pandai untuk bersosialisasi di tempat baru.

Ran beri tatapan bingung, kemudian sadar setelahnya. Dia belum sempat memberitahukan namanya.

"Haitani Ran." Ran membalas, membentuk senyum tipis di bibir.

"Haitani kalo gitu." Takemichi menimpali.

"Enggak, jangan." Ran membuat gestur menolak, "Ran. Panggil aku Ran."

"Enggak apa apa? Maksudku, kita belum terlalu dekat, kan?"

Pemuda dengan surai hitam legam dan highlight blonde menggeleng pelan. Buat surai lembutnya bergerak. "Ada dua Haitani di kampus. Orang orang akan bingung nanti." Balas Ran.

"Dua? Ada Haitani lain?" Safir terbuka sedikit lebar. Dan Ran menemukan itu lucu.

Sang lembayung terkekeh, "Aku punya adik, terpaut 2 tahun," Ran menambahkan, "Haitani Rindou. Rin."

Takemichi mengangguk pelan, "Rin? Terdengar imut." Senyum lebar terpatri, "Ah, kamu bisa pulang duluan, kok. Aku bisa sendiri."

Pemuda tampak berpikir untuk sesaat, "Enggak, aku akan nemenin kamu."

Safir menatap lembayung, tertawa kecil setelahnya. "Tapi nanti kamu sendirian."

Ran ulas senyum simpul, "Aku baik baik aja, gak masalah."

Angin sekali lagi berhembus, buat surai lembut yang diterpa tertiup. Senja benar benar indah hari ini. Oranye yang tak begitu terang, menghangatkan sukma kedua anak adam.

pulang :: rantakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang