bab 9.5

102 7 2
                                    

Cerita ini adalah karya fiksi.
Apabila ada kesamaan tokoh, agama, organisasi, dan jalan cerita adalah unsur kebetulan karna karya fiksi ini murni dari hasil pikiran saya sendiri.













































"Yo, pengecut."

Seringaian tajam terpatri, "Benar. Pengecut." Ucap sang Inui.

Emerald bertemu singgung dengan netra legam yang masih mengintimidasi sejak terakhir kali ia lihat. Netra dengan kilau hijau yang kini tampak kosong, menatap figur yang berdiri di sebelahnya dengan tangan yang memegang gagang payung, melindunginya dari rintikan air hujan.















 Netra dengan kilau hijau yang kini tampak kosong, menatap figur yang berdiri di sebelahnya dengan tangan yang memegang gagang payung, melindunginya dari rintikan air hujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













"..Ken." Sei berujar lemah.

Pemuda dengan surai blonde kepang tersebut memberi senyum sapaan. Legam miliknya menatap emerald yang tak pancarkan kilau.

"Jadi?" Draken menjeda beberapa saat, sebelum kembali bertanya. "Lo ngapain disini? Di cuaca yang hujan dan dingin begini? Dengan baju lo yang udah basah. Lo mau sakit? Gimana kalo Michi tau lo basah basahan gini?" Pemuda surai blonde kepang mencecar pertanyaan pemuda netra emerald.

Ada perasaan gelisah menyelimuti disaat sang netra legam menyebutkan nama tersebut. Michi, ya? Apa dia bakal khawatir?

Draken menatap lamat pada Seishu yang tenggelam dalam pikirannya. Ia beralih duduk di sebelah sang Inui. Menutup payung yang senantiasa menemaninya di hari hujan, menghela nafas disertai uap yang keluar dari hembusannya.

Netra memandang genangan air di sekitaran jalan, "Michi bakal khawatir liat lo begini, Inupi."

Sang empu yang dikhawatirkan menyandarkan sekali lagi kepalanya pada sandaran kursi halte itu. Hening mendekap, Seishu belum angkat bicara untuk beberapa saat.

"Ken." Panggilan sang pemuda surai sunflower blond berhasil buat Draken menoleh ke arahnya.

"Gue.. Nyerah aja, ya?"

Dan sunyi.

Rintikan hujan melantunkan lagunya. Kendaraan roda empat sesekali lewat dalam kesunyian itu.

Pemuda netra emerald mendongakkan kepalanya perlahan, untuk bersinggungan dengan sang legam.


Ah, Draken tahu apa yang Seishu maksud.


"Kenapa?" Satu kata tanya yang menjadi balasan dari pernyataan yang seperti pertanyaan dari Seishu sebelumnya.

Seishu mendengus. "Sebelum gue datang ke rumah dia, udah ada orang yang sekarang bisa nemenin dia saat hujan. Gue gak perlu khawatir lagi dia takut sendirian disana. Toh, gue juga akan diganti―"

"Dan lo nyerah karna hal itu?" Pertanyaan serius dilontarkan, memotong perkataan Seishu yang belum sempat ia selesaikan.

"Percuma, Ken. Sekeras apapun gue coba, dunia dia bukan gue." Ujar sang Inui, dengan emosi yang bercampur di nada suaranya. "Sedekat apapun raga gue dengan dia, sukma kita terlalu jauh untuk sekedar menautkan renjana."

Pemuda Ryuuguji terdiam menyimak. "Waktu dia udah berpulang, lo ngomong ke gue kalo lo gak akan menyia-nyiakan kesempatan itu."

"Dan kalo gue gunain kesempatan saat itu, gue egois, Ken. Gue jatuhnya memaksa hati dia untuk jadi milik gue walaupun gue tau dia belum lepas dari masa lalunya. Gue gak mau dia membohongi perasaannya sendiri cuma karna keegoisan gue."

Sang empu surai blonde kepang menghela nafas panjang, tersenyum tipis dengan jawaban sang pemuda. "Lo emang pengecut." Ungkap pemuda surai blonde kepang.

"Lo bahkan belum sama sekali nyatain perasaan lo ke dia."

"Kemudian apa? Apa yang bakal terjadi kalo gue nyatain perasaan gue?" Ia balik bertanya. "Mungkin gue bakal lega karna udah berhasil nyatain, tapi dia gimana? Dia bakal gak enak hati untuk nolak gue dan kita malah jaga jarak nantinya."

"Tapi lo belum coba, Nupi! Lo belum coba! Tau darimana kalo lo bakal ditolak!?" Bentak Draken.

Legam bersinggungan dengan emerald kosong yang dengan intens menatapnya. Pemuda netra emerald merebahkan kepalanya pada sandaran, yang terasa begitu berat sebab memikirkan begitu banyak hal. Mendengus geli, ia tersenyum tipis mendengar ucapan Draken.

"Gue tau, Ken. Dari dulu gue udah tau, kalo gue gak akan pernah ada di hati dia, gak akan ada tempat untuk gue disana. Gue akan selalu kalah dengan masa lalunya."

Draken menghela nafas berat, jika itu sudah dikaitkan dengan sang masa lalu. Apa yang bisa ia perbuat juga?

"Udah waktunya nyerah, nih?" Sang netra legam bertanya, nada suaranya melembut dan lebih tenang sekarang.

Hening untuk beberapa saat sebelum pemuda Inui menjawab, "Ya. Karna sekalipun dipaksakan, itu gak akan merubah apapun." Balas Seishu.

Draken mengangguk pelan, "Kalo emang itu keputusan yang lo ambil, gue hargai. Dan apapun yang lo ucap hari ini, lo harus pegang kata kata itu. Jangan jadi orang yang labil, Inupi."

Beranjak berdiri dan beralih membuka kembali payungnya. "Ayo pulang, gue gak mau lo sakit dan buat Michi malah makin khawatir. Nginep di rumah gue, untuk bajunya lo bisa pinjam punya gue."

Seishu menarik dua sudut bibirnya, memang Draken paling mengenal dirinya jika soal perasaan seorang Inui Seishu. Pemuda beranjak berdiri, meninggalkan halte bus yang menjadi saksi ucapannya malam ini.




Ya, ini keputusan yang tepat.




Mungkin.







































TBC.
2023.03.28
p. s ; terima kasih atas apresiasi dan kesabaran kalian menunggu kelanjutan fanfic ini! <3

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

pulang :: rantakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang