bab 9

108 19 0
                                    

Cerita ini adalah karya fiksi.
Apabila ada kesamaan tokoh, agama, organisasi, dan jalan cerita adalah unsur kebetulan karna karya fiksi ini murni dari hasil pikiran saya sendiri.








































Pemuda Haitani menatap kosong pada televisi yang entah tengah menayangkan acara apa. Surai panjang dengan highlight blonde tersebut di gerai, masih sedikit basah karna ia habis mencuci badannya―ia dipaksa Takemichi untuk mandi agar tidak sakit nantinya.

Mengenakan baju yang sebelumnya dipinjamkan oleh sang marga Hanagaki akibat bajunya yang basah terkena butiran air. Duduk nyaman pada sofa untuk dua orang.

Lembayung melirik jam pada layar telepon pintar. Pukul 06.15 sore. Sebentar lagi nabastala dihiasi bintang. Lembayung pindah atensi pada jendela yang dialiri rintikan hujan. Ah, Ran ingin tinggal di sini saja rasanya. Rumah Takemichi jauh lebih menenangkan untuknya.

Derap langkah kaki terdengar samar, Takemichi pelakunya. Berjalan mendekati sofa dan duduk di samping kanan Ran. Pemuda Haitani terkesiap dan bersikap tenang. Netra menatap lurus pada televisi. "Terima kasih. Maaf merepotkan."

Takemichi menoleh, melihat surai panjang yang menutupi side profile Ran. Pemuda mendengus geli, "Kamu punya rambut yang panjang, ya. Aku bahkan sama sekali gak dapat melihat wajah kamu dari samping."

Tangan lembut meraih surai panjang, menyampirkan surai pada telinga Ran yang jelas merah padam. Pemuda Hanagaki tertawa kecil, "Nah, sekarang aku bisa lihat jelas wajah kamu dari samping." Ujar sang surai raven.

Sang netra lembayung beralih bersinggungan dengan gerakan patah patah. Melihat senyum yang terpatri diwajahnya. Lembayung menatap intens, tak sedikitpun ia alihkan. Safir bersinggungan dengan lembayung, "Aku gak masalah sama sekali. Jika dibandingkan dengan kamu, pasti aku lebih merepotkan karna tidur di sembarang tempat." Titah Takemichi.

Bising rinai hujan bergaung dalam ruangan, kehangatan safir mampu buat lembayung nyaman. Saling bersinggungan satu sama lain.

"Kamu lapar? Aku bisa masak untuk kamu." Pemuda surai raven bertanya pada Ran.

Netra beralih menunduk menatap tangan lentik milik Takemichi. Tangan miliknya yang lebih besar menggenggam tangan kiri pemuda. Dengan lambat, menyandarkan kepalanya pada bahu sang netra safir yang lebih sempit jika dibandingkan dengan dirinya. Surai panjang sepenuhnya menutupi wajah tampan pemuda Haitani.

"Boleh aku pinjam bahu kamu? Tolong, bisakah tetap seperti ini untuk sementara waktu?" Cakap rendah pemuda Haitani yang terdengar samar di telinga sang surai raven.

Intonasinya lemah, terpancar lelah dari suara yang didengar oleh indra pendengar pemuda Hanagaki. Takemichi tertegun, dan kemudian beralih menghela nafas pelan, tersenyum lembut. Tangan lentiknya mengelus pelan surai hitam panjang dengan highlight blonde tersebut.

"Tentu." Pemuda menjawab.

Balasan lembut dan usapan nyaman pada surainya tersebut buat Ran sesak untuk sesaat. Takemichi begitu baik padanya. Pikirannya penuh sekarang. Dan semakin ia memikirkan tentang bagaimana ia pulang ke rumah nantinya, buat pemuda Haitani berkonflik dengan batinnya.

Bulir air mata kemudian jatuh dan membekas pada sofa. Dari yang awalnya sedikit, cairan bening tersebut kemudian terus berjatuhan. Bahu sang netra lembayung bergetar pelan, menahan isakan.

Takemichi tidak bodoh untuk tidak menyadari itu.

"Maaf." Ujar Ran di sela tangisan. "Maaf.." Sekali lagi, ia berujar.

pulang :: rantakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang