Mendung, suasana yang cocok untuk berkabung. Keluarga kekaisaran, para bangsawan, ksatria dan keluarga dari orang-orang yang telah gugur berdiri di hadapan puluhan makam. Mengirimkan doa kepada mereka yang pergi meninggalkan dunia.
Hari ini memang pemakaman mereka yang meninggal akibat pertarungan yang terjadi belum lama ini. Mereka dimakamkan di pemakaman khusus di mana orang-orang yang telah mengorbankan nyawanya demi kekaisaran dimakamkan, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih karena telah gugur dengan terhormat.
Athanasia berdiri di hadapan makam orang yang ia kenal dekat. Tertulis nama "Haekal" di batu nisan itu.
Putri Obelia itu tidak menangis. Buat apa? Toh mau dia merengek sampai menghancurkan benua pun temannya tidak akan hidup kembali.
Athanasia hanya diam, sejak pagi ia belum mengucapkan sepatah kata pun. Pikirannya kosong semenjak tau hari ini adalah pemakaman Haekal-teman yang sudah membantunya dalam banyak hal.
Athanasia memejamkan mata dengan kedua tangannya yang menyatu di depan dada, mengirim doa.
Setelahnya, gadis itu membalikkan badan. Gaun berwarna hitam miliknya berkibar pelan diterpa angin sepoi-sepoi. Iris permatanya terlihat teduh.
Ia menghampiri seseorang yang berdiri takzim tak jauh dari tempatnya berdiri.
"Kakek Pertha," panggilnya pelan. Itu adalah kalimat pertama yang Athanasia ucapkan hari ini.
Kakek Pertha menunduk hormat, "Segala keagungan dan berkat kepada matahari Obelia. Semoga kemakmuran senantiasa menyertai anda."
Alih-alih menjawab ucapan penuh penghormatan itu, Athanasia justru ikut menunduk.
"Maaf."
Apa yang dilakukannya itu mengundang tatapan dari orang-orang di sekitar pemakaman. Melihat sang Putri Obelia menundukkan kepala pada seseorang yang menurut mereka "bukan siapa-siapa". Tapi bagi Athanasia, Kakek Pertha adalah seseorang yang sangat ia hormati.
Claude mengerutkan keningnya melihat apa yang dilakukan putrinya. Ia ingin mencegah, namun entah mengapa dirinya memilih diam dan memperhatikan.
"Astaga! Apa yang anda lakukan, Tuan Putri?" Kakek Pertha mendekat, memegang kedua pundak Athanasia dan memintanya untuk mengangkat kepalanya.
Gadis itu bergeming. Masih dengan posisinya. Tenaganya yang semakin kuat seiring berjalannya waktu, membuat Kakek Pertha bahkan tidak bisa menggerakkan tubuh Athanasia. Gadis itu tetap dalam posisinya.
"Aku minta maaf. Maafkan aku."
Ujung matanya mulai berair. Padahal Athanasia tidak berniat untuk menangis, namun rasa bersalah yang ia rasakan membuatnya ingin menangis.
Kakek Pertha terdiam. Tidak mengerti dengan maksud ucapan Athanasia.
"Maaf aku tidak bisa melindunginya. Seandainya aku lebih memperhatikannya, mungkin hal ini tidak akan terjadi."
Akhirnya Kakek Pertha memahami apa yang dirasakan gadis itu. Ia sedikit merapikan rambut putihnya sebelum bicara.
"Angkat kepalamu, seorang Tuan Putri tidak boleh menundukkan kepalanya pada orang lain."
Athanasia diam.
"Ku mohon, angkat kepalamu. Kabulkanlah permintaan kakek tua ini," Ucap Kakek Pertha.
Akhirnya Athanasia mengangkat kepalanya. Menatap wajah tua yang tersenyum lembut ke arahnya.
"Apa yang terjadi bukanlah kesalahanmu. Kematian Haekal juga bukanlah kesalahanmu. Semuanya merupakan garis takdir yang tidak bisa diubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Sister [Suddenly I Became a Princess]
FanficIni hanyalah Fanfiction!! Diharapkan untuk tidak mengikuti alur cerita saya! Lucas terlahir dengan memiliki kekuatan yang sangat kuat. Hal itu membuat orang-orang di sekitarnya merasa takut dan menjauhi Lucas. Tapi dibalik itu semua, Lucas memiliki...