Chapter 32

1.2K 231 38
                                    

Nampaknya fanfic ini mulai berjamur ya kawan-kawan😌

Oke tanpa banyak bacot, aku ucapkan..
Happy reading zheyeng❤️
.
.
.

Alethea membuka matanya perlahan, menampilkan iris semerah darah yang redup. Ia memperhatikan sekitar, pandangannya jatuh pada sosok sang kakak yang tertidur di kursi sebelah ranjang dalam posisi duduk. Sepertinya Lucas amat mengkhawatirkannya sampai-sampai tertidur di sana.

Alethea memegang dadanya yang masih terasa nyeri. Namun tidak separah yang tadi, Lucas telah merawatnya dengan baik.

Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk. Memperhatikan sang kakak yang terlihat sangat kelelahan. Senyum tipis terukir di wajahnya yang manis.

Atensinya teralih pada jendela besar yang tidak bertirai. Cahaya jingga kekuningan merambat masuk ke dalam ruangan itu. Ternyata sudah sore hari.

Alethea teringat pada pertengkarannya dengan Rey. Pemuda itu pasti tengah mencari dan mengkhawatirkannya saat ini. Dirinya sedikit merasa bersalah, kenapa tadi dia meributkan hal kecil, ya?

Helaan napas keluar dari mulutnya, membuat penyihir yang tadi tertidur di kursi membuka matanya. Meskipun dalam keadaan masih mengantuk, Lucas tetap memeriksa keadaan Alethea.

"Sudah bangun? Bagaimana keadaanmu? Masih ada yang sakit?"

"Aley baik-baik saja." Jawab Alethea.

Bibirnya yang pucat membuat Lucas tidak yakin adiknya dalam keadaan baik-baik saja. Lucas memeriksa mana Alethea. Sudah cukup stabil.

Padahal tadi lumayan berantakan. Kalau tidak salah tebak, bisa jadi ada seseorang yang bermain-main dengan mana adiknya. Namun bagaimana caranya?

Mungkinkah orang yang melakukannya adalah Ayahnya? Karena sebelum itu Alethea sempat bertarung dengan Ayahnya. Jika hanya menyembuhkan luka bekas pertarungan itu Lucas bisa menyelesaikannya dengan mudah. Tetapi kenapa setelah itu mana Alethea menjadi berantakan? Santet kah? Ayahnya pengguna sihir hitam, ya?

"Ada apa?" Tanya Alethea yang merasa kakaknya terus memperhatikannya.

Lucas menggeleng pelan. Dengan segala hal yang terjadi, penyihir jenius itu dapat menyimpulkan adanya serangan susulan beberapa saat lagi. Tidak ada waktu untuk bersantai.

Whoooosshh

Seketika tubuh keduanya merinding. Merasakan adanya hawa aneh. Seperti sesuatu tengah terjadi di tempat lain. Terasa keberadaan sihir hitam yang pekat.

Keduanya yang memiliki kepekaan terhadap sihir-sihir aneh bisa langsung tau berasal dari mana hawa yang kuat ini. Tidak salah lagi itu berasal dari istana. Meskipun menara Lucas bisa dibilang jauh dari istana, tapi hawa yang kuat ini tidak bisa diabaikan begitu saja.

"Kakak merasakannya?" Tanya Alethea dengan wajah paniknya.

"Iya"

"Ayo kita ke istana!!"

Lucas mengerutkan keningnya. Pasalnya keadaan Alethea belum pulih sepenuhnya. Bisa bahaya jika adiknya dipertemukan dengan sihir hitam yang sekuat ini.

"Tidak. Kau di sini, biar aku yang ke sana." Ucapnya menatap serius Alethea.

"Apa!? Aku ikut!!"

"Mana bisa. Kau bahkan baru sadar, keadaanmu belum stabil."

"Aku baik-baik saja, kakak. Jika hanya ini aku bisa menahannya." Alethea tidak bisa tinggal diam jika calon kakak iparnya -Athanasia- berada dalam bahaya.

Lucas menggeleng tegas. Mungkin setelah ini Alethea akan marah besar padanya, tetapi demi melindungi sang adik apapun akan dilakukannya. Ia tidak akan membiarkan Alethea meninggalkannya untuk yang kedua kalinya. Tidak lagi.

Dengan amat terpaksa Lucas mengeluarkan lingkaran sihir. Mengunci aliran mana adiknya agar ia tidak bisa macam-macam.

"Apa yang kakak lakukan!?"

"Maaf. Tetaplah di sini. Ini semua demi kebaikanmu." Setelah mengucapkan itu Lucas segera berteleport.

Alethea melotot tidak percaya dengan kakaknya yang menghilang dari hadapannya. Gadis itu hendak menyusul, ingin teleport, namun tidak terjadi apapun. Ia tidak bisa menggunakan sihir. Kakaknya telah mengurungnya sendirian di menara ini.

"Mck kakak idiot." Geram Alethea.

---

Di sisi lain, Rey yang merasakan adanya sihir hitam pun turut berteleport ke istana. Ia datang bersamaan dengan Lucas.

"Ah, dimana Alethea?" Tanya Rey.

"Dia aman." Jawab Lucas singkat.

Mereka bungkam menatap pertarungan antara keluarga Claude dan keluarga Anastacius.

Lucas berdecak kesal begitu melihat Athanasia yang sedang menendang Anastacius hingga pria itu terpental beberapa meter. Dan dengan bodohnya Athanasia bersorak "Gol!" Seperti baru saja mencetak angka dalam pertandingan sepak bola.

Lucas segera menghampiri gadis itu yang tengah menatap Anastacius yang sedang mengumpat.

"Apa yang kau lakukan di sini, bodoh!? Kenapa tidak mencari tempat aman!?"

Athanasia menoleh dan menatap datar penyihir bersurai hitam itu. Tidak menjawab.

"Ikut aku dan cari tempat berlindung." Lucas menggandeng tangan Athanasia. Dengan mudahnya Athanasia menepis tangan besar Lucas.

"Tidak mau. Aku sudah terlanjur terlibat dalam pertarungan, tanggung jika tidak diselesaikan."

"Kau gila, ya!?"

"Mana ada orang gila secantik diriku!" Bantah Athanasia.

Lucas berdecak. Pandangannya beralih pada Anastacius yang sudah bangun dan sedang bertarung dengan Claude. Beberapa prajurit dan ksatria juga disihir untuk saling membunuh satu sama lain. Felix tengah bertarung dengan Zenith, Ijekiel dan Roger yang berada dalam kendali Anastacius. Rey mengeluarkan sihirnya untuk menyadarkan beberapa prajurit dan ksatria yang dikendalikan dengan sihir hitam.

"Kau yakin ingin bertarung?" Tanya Lucas tanpa menatap lawan bicara.

"Huum" Athanasia mengangguk-angguk.

Penyihir jenius itu menghela napas. Dilihat darimana pun Athanasia ini memiliki fisik yang kuat, gadis ini juga mahir sihir karena merupakan keturunan Claude. Asal Lucas bisa mengawasinya maka ia akan baik-baik saja.

"Baiklah, dengarkan aku."

Athanasia sudah menajamkan telinga untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan Lucas.

"Apapun yang terjadi, baik itu chimera, anjing putih, dekil ataupun yang lainnya, jika mereka menyakitimu meski dalam kondisi tak sadarkan diri......







....jangan ragu untuk membunuh."

-Bersambung-

Little Sister [Suddenly I Became a Princess]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang