Happy reading besti..
"Pa, gimana keadaan Jevano?" Shinta menghampiri Bima dan Jean sambil didampingi oleh perawat disana.
Bima menghela nafas pasrah dan merangkul pinggang sang istri dan menjelaskan keadaan Jevano yang mengalami henti nafas dan sedang mendapatkan pertolongan dari tenaga medis disana.
"Jevano !!.. hiks" sang mama mendekatkan diri kearah ruangan itu dan melihat di sela sela tirai yang menutup bagian jendela ruang itu. Shinta melihat bagaimana anak sulungnya sedang berjuang untuk hidup.
"Pa, Jevano Pah"
"Mama takut Jevano kenapa-napa, pa"
Shinta menangis sambil memeluk suaminya, hampir 10 menit Shinta menangis dan dadanya terasa seperti ditusuk-tusuk serta rasa sesak yang menyeruak.
Shinta memukul mukul pelan dadanya berharap pasokan oksigen bisa masuk. Berangsur-angsur tubuh Shinta tumbang, Bima dan Jean panik bukan main dan segera memanggil dokter yang ada.
Dengan sangat terpaksa Jeano meninggalkan sang kakak dan beralih untuk mengurus mamanya.
"Maaf, keluarga pasien tunggu didepan ruangan saja" ucap salah satu perawat disana.
Setelah pintu ruangan itu ditutup mereka kembali dilanda rasa khawatir.
Setelah hampir setengah jam sang dokter akhirnya keluar dengan raut wajah Sulit diartikan.
Bima dan Jean langsung mendekatkan dirinya kearah dokter tersebut.
"Gimana keadaan istri saya dok?"
"Mama saya gapapa kan, dok?"
Dokter itu menghela nafas sebelum menjelaskan apa yang terjadi "Pasien atas nama Shinta mengalami serangan jantung, dan kami selaku tim medis susah berusaha semaksimal mungkin namun Tuhan berkehendak lain." Sebelum dokter itu melanjutkan ucapannya ia menarik nafas kembali dan memegang pundak Jeano "maaf, ibu kamu telah dinyatakan telah meninggal dunia"
Bagai disambar petir,
Ucapan sang dokter kembali membuat keduanya terkejut. Jeano memeluk sang papa dengan erat sambil menumpahkan kesedihannya.
"Ini gak mungkin kan, pa? Dokter itu bohong kan?"
Bima tidak menanggapi ucapan anaknya, ia menepuk-nepuk punggung anaknya dengan lembut.
Bohong jika ia tidak sedih, ia sangat terpukul dengan kepergian mendadak sang istri namun ia tidak ingin melihat anak kesayangannya itu semakin sedih.
"PA! JAWAB AKU PA, MAMA MASIH HIDUP KAN?" Jeano mulai kalut, ia menangis meraung-raung dihadapan jasad sang ibu.
Jeano berkali kali mengguncangkan bahu mamanya berharap mamanya itu bangun, namun hasilnya nihil.
Harusnya ia melepas selang infus tidak pergi begitu saja.
Andai saja ia tetap diam diatas ranjang rumah sakit pasti kakaknya tidak akan terbaring lemah seperti dan pasti ia masih memiliki mama.
Andai saja...
Andai saja..
Jeano kini tengah duduk melamun didepan kamar rawat Jevano setelah acara pemakaman ibunya. Ia kembali berandai andai dan membalikkan keadaan,
Andai saja Jevano tidak bodoh dan mengikuti dirinya, pasti kakaknya tidak akan tertabrak dan semua keadaan menjadi seperti ini."Semua gara gara Lo, Jevano"
*****
Kedua orang itu setia menunggu Jevano sadar setelah beberapa hari yang lalu Jevano mengalami henti nafas.
Perasaan Jeano campur aduk, bayangan sang kakak yang angkat dengan darah yang merembes disela dahinya siang tadi masih terbayang bayang walaupun sang kakak sekarang sedang tertidur.
Bayangan bagaimana sang mama ditempatkan diperistirahatan terakhirnya.
Semua itu terjadi secara tiba tiba, kenapa ini terjadi kepadanya. Dosa apa yang telah ia lakukan di kehidupan dahulu, Sang kakak yang koma, dan disusul dengan kepergian mamanya, Jangan lupa dengan penyakit yang ia derita. Sial
"Den Jean gak kuliah?"
Jeano menanggapinya hanya dengan menggelengkan kepalanya.
"Oh ya den, nanti temen temennya den Jevano bakalan datang buat jenguk" ucap Bi Ina.
"Iya, Bi" Jeano diam sejenak "Papa kemana Bi?"
"Tuan Bima lagi keluar kota, Den. Katanya mau ketemu sama kliennya, sekalian mau menyibukkan diri biar gak keinget terus sama nyonya" jelas Bi Ina, Jean hanya mengangguk tanda mengerti.
Sudah hampir 2 Minggu Jevano tak kunjung bangun dari koma nya.
Jeano sedih tapi egonya menguasai semuanya, yang ada didalam pikirannya adalah karena Jevano ia harus kehilangan mamanya.
Bunyi ketukan pintu itu muncul diiringi dengan masuknya 2 orang laki laki seusianya yang masing masing menenteng makanan khas untuk orang sakit.
"gimana keadaan Jevano?" Tanya Marvel
"Masih sama.." Jeano berucap sambil memainkan telepon genggamnya.
"Gue harap dicepet sadar, kangen banget asli sama ni bocah" ucap Raffa.
Jeano hanya berdehem acuh tak acuh, ia bosan dan memutuskan untuk keluar sekedar cari angin, toh juga banyak yang menjaga kakaknya.
"Jean, lo mau kemana?"
"Capek gue muak gue jagain temen lo, kenapa dia gak sekalian mati, nyusahin doang hidupnya" setelah mengatakan itu, ia langsung keluar dari area rumah sakit dan pergi entah kemana.
"Maafin den Jean ya nak" kata Bi Ina kepada Marvel dan Raffa.
"Gapapa bi, mungkin dia masih emosi karena kepergian mamanya"
Marvel dan Raffa memutuskan untuk pulang karena waktu sudah hampir malam, mereka juga harus menyelesaikan tugas dari dosennya.
*****
Part kali ini dikit banget....
🤧🤧
Aku lagi mumet banget soalnya mikirin mau cari kerja dimana..
Bye bye makasih yang udah baca cerita ini !!
Image Jeano saat ini...
Aku ingetin lagi ya Jeano rambut hitam
Jevano Rambutnya BlondeOke makasih
Jevano!
KAMU SEDANG MEMBACA
UnHappyㅡJeno
Não FicçãoKatanya takdir anak kembar itu selalu sama, tapi tidak dengan Jevano Cakra Buana yang kembali dipertemukan dengan saudara kembarnya yang memiliki sifat 180° berbanding terbalik dengan sifatnya setelah bertahun tahun berpisah. Namun apakah dia akan m...