8. | Hari Pertama

40 7 2
                                        

bgm : Magic - Lyla (Cold saranin mulmednya selalu dinyalain <3)

***

Suara sepeda motor kesayangan Bang Satya sudah menyala sedari tadi menunggu Harsha sambil menunggu mesin motor tua kesayangannya itu panas dan siap digunakan. Harsha dengan rambut panjang yang selalu di ikat itu keluar rumah dengan baju seragam putih abu-abu yang ia pakai kesekolah hari ini.

Hari ini adalah hari pertama dimana Harsha harus menjadi apa yang di inginkan Sakta yaitu menjadi babu.

Kedengarannya sangat amat tidak pantas bila seseorang disebut seperti itu, Harsha juga benci bila mendengar kata-kata itu, tidak ada manusia yang pantas disebut seperti itu dalam bentuk apapun, karena hakekatnya manusia derajatnya sama tidak ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah dimata Tuhan.

Harsha yang sudah siap mulai memakai sepatu lalu berjabat tangan ke Bapak meminta doa restu agar hari ini dilancarkan dalam segala hal. "Pak Harsha berangkat." Bapak yang selalu mengantarkan anaknya sampai ke teras dengan kaos partai kesayangan Bapak itu. Baju itu memang keliatan sederhana namun nyaman. Kalo kata Bapak 'Buat apa baju mahal-mahal kalo yang murah lebih nyaman untuk dipakai'. 

"Satya juga pamit pak, hari ini jadwal pagi buat buka tokonya." Satya sambil mencium tangan Bapak berpamitan.

Semenjak Ibu tidak ada Bapak sebisa mungkin menggantikan posisi Ibu untuk anaknya, seperti sekarang mengantarkan anaknya sampai keluar gerbang rumah.

Suara kendaraan yang sangat ramai dipagi hari adalah sarapan yang selalu Harsha nikmati, macet bukan hal yang baru. "Bang, lo shif pagi pulang siang ya?" Suara Harhsa menyatu dengan suara kendaraan kesayangan Abangnya itu knalpot yang sangat nyaring suaranya. 

"Iya kenapa? Lo mau gue jemput?". Suara Bang Satya yang sengaja dikeraskan agar terdengar adiknya itu. "Ga usah Bang, nanti gue balik sendiri saja. Gue titip Bakso yang depan toko lo aja."

Bang Satya berhenti, lampu yang menunjukkan warna merah itu penyebabnya.

Tangan kiri Satya terjalur ke belakang ke arah Harsha tepat didepan mukanya. "Duitnya mana?".

"Yaelah, duit lo lah Bang. Abis duit bulanan gue buat kerja kelompok kemaren."

Bang Satya hanya bisa tertawa melihat muka adiknya itu lewat kaca sepion motornya. Harsha yang hampir selalu memakai uang bulanan yang ia berikan setiap bulannya untuk mengerjakan tugas sekolah dan makan itu membuat senang Satya, karena tidak pernah membuang uang yang ia berikan untuk hal yang tidak berguna. "Iya nanti pake duit gue." Muka Harsha berseri.

Sampai sekolah ia bertemu Saka yang keliatannya baru dari kantin dengan tangan penuh gorengan dan lontong yang ia beli.

"Enak juga nih gorengan gue liat-liat, bagi gue satu Sak." Harsha yang mencoba mengambil gorengan tempe yang dibawa teman dekatnya itu. Tangan Saka terjulur keatas membuat gorengan yang dia beli itu naik keatas agar tidak bisa terjangkau teman perempuannya itu. "Beli sendiri sana Sha, jamkos ini tenang."

Pagi diawali dengan jamkos adalah suatu anugrah yang amat sangat baik buat murid teladan seperti Harhsa, murid mana yang tidak suka jamkos.

Harsha yang jalan sendiri menuju kantin berhenti saat bertemu anak Jaguar. Mau putar balik pun ga bisa, karena kakak kelas yang bernama Dika itu sudah melihat Harsha tadi dan matanya ga lepas dari dia sembari melambaikan tangan menyuruh Harsha datang kearahnya. Mau ga mau Harsha harus kesana.

"Gimana Kak kemaren dikejar sapinya, selamat?". Dika yang mukanya keliatan agak marah karena kejadian yang memalukan kemarin. "Kurang ajar juga teman lo si Elang itu." Dika yang masih merasa ga terima sama perlakuan Elang kemarin.

Langit dan BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang