04 - AF

2.5K 160 19
                                    

Selama pelajaran, fokusku terpecah oleh bayangan pembicaraan dengan Naka di koridor. Meskipun tak sepenuhnya memahami apa yang dia katakan, aku memilih untuk menyingkirkannya dari pikiran sementara. Namun, saat ini, pemikiran lain merayap masuk; remaja obsesi susu kotak itu sedang menciptakan masalah, padahal kita sedang diajar oleh guru.

"Bagi dong, lo pelit banget, Rom."

"Apa sih, Ka? Jangan ganggu."

"Elah, gua tahu lo nyimpen choki-choki di kolong meja."

Aku hanya bisa diam menyaksikan pertengkaran mereka. Romi terlihat kesal saat Naka meminta choki-choki darinya, dan dengan enggan, Romi memberikan cokelat itu pada Naka yang langsung menyambutnya dengan senang.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala pelan. Apalagi, Naka dengan santainya membuka bungkus itu dan menikmati coklatnya dengan tenang. Keributan mereka menarik perhatian Pak Joko, yang menatap tajam ke arah meja kami. Namun, Naka terlalu asyik dengan coklatnya untuk menyadari tatapan marah itu.

"Ranaka Sky Rajendra!" Teriakan itu membuat semua mata tertuju pada Pak Joko dan Naka bergantian. Naka dengan santainya memegang coklat itu sambil tersenyum angkuh.

"Saya, Pak?" tanya Naka.

"Tentu saja, siapa lagi? Hanya ada satu Ranaka di kelas ini, bukan?" jawab Pak Joko dengan nada kesal.

"Ya, saya satu-satunya," jawab Naka sambil menatap polos Pak Joko.

Kulihat Pak Joko menggeram kesal di depan sana, lalu bangkit dari kursinya. "Kenapa kamu makan di kelas?" tanya Pak Joko begitu berdiri di samping Naka.

"Makan? Apa yang saya makan, Pak?" tanya Naka polos.

"Tanganmu," ujar Pak Joko.

"Oh, ini?" Naka menunjukkan choki-chokinya. "Ini hanya ngemil, Pak. Kalau makan, pasti saya akan gunakan piring atau mangkuk sebagai wadahnya."

Jawaban itu benar-benar membuat kami semua tercengang. Aku bahkan tak menyangka bahwa Naka akan bereaksi dengan lelucon seperti itu. Begitu pun dengan yang lain, Pak Joko yang awalnya geram pun memilih untuk menahan diri sejenak sebelum akhirnya menyuruh Naka untuk dihukum.

Namun, sebelum Pak Joko sempat berbicara, bel istirahat tiba-tiba berbunyi, menghentikan pembicaraannya. Pak Joko terpaksa mengurungkan niatnya untuk memberikan hukuman pada Naka. Naka hanya bisa bersorak riang karena berhasil lolos dari hukuman.

Setelahnya, para murid bergegas keluar dari kelas. Aku memilih untuk berbenah sebentar, khawatir ada yang tertinggal. Meskipun begitu, aku ragu untuk langsung menuju kantin, meskipun sebenarnya tujuanku adalah untuk menarik perhatian mereka.

Namun, mengapa tidak? Ini kesempatan yang bagus untuk bereksperimen. Siapa tahu, ini bisa menjadi awal yang baik. Aku memutuskan untuk mencobanya, apakah ini akan membawa keberuntungan atau keburukan.

Aku memasuki kantin yang sudah pasti ramai, dengan hampir semua meja sudah terisi penuh. Aku agak malas dengan situasi ini. Mungkin aku harus kembali makan di dalam kelas karena tidak ada meja yang kosong. Tidak apa-apa, pikirku, sekarang saatnya memesan makanan.

Akan tetapi sebelum aku bisa memesan, terdengar teriakan dari Abyaz. Apa yang membuatnya begitu serius? Kulihat dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arahku.

Saat dia berdiri di depanku, tiba-tiba dia merangkul bahuku dan membawaku ke meja mereka, menarik perhatian banyak murid. "Yaz, gua mau makan di dalam kelas. Kenapa lo bawa gua ke sini?" bisikku, sedikit khawatir karena semua mata di kantin tertuju pada kami.

"Gua mau traktir lo sesuai ucapan pagi tadi, ayo lah," jawabnya.

Dia menarikku dan dudukku di samping Alvan. Aku bertanya-tanya, haruskah aku berterima kasih padanya?

ABOUT FEELINGS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang