51 - AF

1.1K 68 4
                                    

Siang itu, atmosfer tegang mengisi markas, para anggota berkumpul dengan cemas menantikan Alvan yang tak pulang semalam. Tak satu pun yang menemukan jejak Alvan, bahkan rumahnya pun kosong, menyisakan tanda tanya mengenai tempat tidurnya semalam.

Pagi-pagi, kegelisahan mereka semakin memuncak saat mencari keberadaan Auva. Kabar telah tersebar ke seluruh anggota, tetapi tidak seorang pun tahu di mana Auva berada.

"Alvan ke mana? Sumpah, gua khawatir," ucap Zaidan, ketegangan terasa di udara, tak seorang pun memberikan jawaban.

"Kita udah muter kota, tapi gak nemu Alvan atau Auva," jelas Haikal, mencoba memberikan informasi.

"Ada kabar dari Arjun? Mungkin dia udah ngabarin sesuatu?" tanya Ezra, harapannya melayang pada kemungkinan informasi dari Arjun yang masih sibuk mencari.

"Arjun masih nyari sampe sekarang."

Atmosfer tegang merayapi mereka, kekhawatiran dan kecemasan mendominasi suasana. Mereka merasa tak bisa hanya duduk diam, sementara keberadaan yang dicari tetap misterius.

"Tadi gua coba hubungi Jefri, tapi gak ada jawaban sama sekali," keluh Tio, matanya sibuk memandangi layar ponsel.

"Dicoba lagi aja," usul Dika, mencoba memberikan solusi.

"Ponselnya mati, rasanya nggak biasa. Ke mana sih dia tiba-tiba menghilang," tandas Tio, ekspresinya mencerminkan kegelisahan yang dirasakannya.

Sementara mereka tengah fokus membicarakan kepergian Jefri yang tiba-tiba, deru motor terdengar memecah kesunyian ruangan. Mata semua terpaku saat melihat Alvan memasuki ruangan dengan aura intimidasi yang begitu kuat, menciptakan ketegangan di udara.

"Rumah tua di ujung kota, Auva ada di situ," seru Alvan, suaranya memecah keheningan ruangan. Tatapannya yang tajam meninggalkan kesan mengerikan di antara mereka.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Alvan dengan cepat bergerak masuk ke dalam kamar, sibuk mengganti pakaiannya. Mereka yang memahami situasi segera bangkit, siap membantu Alvan dalam pencarian Auva.

Alvan kini tampak menyeramkan, tatapannya yang datar dan mata tajamnya menciptakan aura intimidasi. Di samping itu, dia membawa pisau lipat yang disimpan di saku celananya, menambah ketegangan di ruangan.

"Lo dari mana aja, Al?" tanya salah satu dari mereka.

"Semalaman gak pulang, tidur di mana?" sambung yang lain, kebingungan tergambar di wajah mereka.

Alvan menatap satu per satu dari mereka, mengangguk singkat. "Gak penting, sekarang cari cara selamatkan Auva," tegasnya, memberikan fokus pada misi yang mendesak.

Liam melangkah mendekati Alvan, merangkul sahabatnya dengan penuh pemahaman. Di dalam benaknya, kehati-hatian menjadi kunci, menyadari bahwa tindakan gegabah dapat berakibat fatal bagi mereka semua.

"Gua tau, tapi kita juga harus punya rencana yang matang. Kita enggak tau Katian di sana udah nyiapin pasukan atau apa aja yang bikin kita kalah melawan dia," ucap Liam, memberikan suara hati-hati, namun, penuh pertimbangan.

Ezra mendekat dengan santai, tersenyum sambil menepuk punggung Alvan. "Yang dibilang sama Liam itu bener. Terlebih lagi dia ngincer lo, kita bikin strategi terlebih dahulu sebelum bertindak. Kita bikin plan A dan Plan B, buat jaga-jaga."

"Zai, kabari Arjun suruh datang ke markas kita. Gimana pun kita butuh banyak pasukan," tegas Liam, mengarahkan fokus pada langkah selanjutnya.

Zaidan mengangguk setuju dan segera mengabari Arjun. Sementara itu, Liam, Ezra, dan Alvan memulai proses pemikiran untuk menyusun strategi menghadapi Katian, menimbang setiap langkah dengan cermat.

ABOUT FEELINGS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang