19 - AF

1.7K 116 39
                                    

Suasana ruangan pun mereda, keheningan terasa mengisi ruang. Pandangan semua orang tertuju ke arahku, menanti jawabanku terhadap ajakan mereka. Aku merasa bimbang, masih terperangah oleh situasi ini.

"Jawaban lo cuma iya atau yes doang, Auva," ujar Alvan dengan nada serius.

"Yaudah, gua pilih atau aja."

"Mana bisa begitu," desisnya, raut wajahnya penuh pertimbangan.

"Ya atau iya?" tekannya.

"Mbak udah gabung aja sih, biar gua punya kakak cewek," ucap Haikal dengan senyum lebar, mencoba meredakan ketegangan.

Sejujurnya, aku berkeinginan untuk bergabung. Namun, merasa sesekali menantang mereka tak terlalu buruk. Sambil menatap satu per satu wajah mereka, khususnya anggota inti yang penuh harap.

"Kalau gua tolak untuk bergabung, bagaimana?" tanyaku.

"Lo bakal menderita di tangan gua," jawab Alvan dengan cepat dan tegas.

Aku terkejut melihat tatapan tajam dari Alvan, sementara Liam menepuk punggungku, memberi isyarat untuk hanya mengangguk. Ini terasa seperti pemaksaan.

"Sekali lo masuk, bakal sulit keluar, Va," kata Ezra dengan serius.

"Kenapa begitu? Padahal gua cuma diam aja," timpalku.

"Iya, tapi tanpa sadar lo udah masuk ke lingkaran kita, dan pilihannya hanya dua. Bergabung menjadi anggota atau memilih sengsara dibully sama Alvan?" Aku menatap Alvan dan anggota inti lainnya, tatapan mereka tidak sama seperti kemarin.

"Iya, sudahlah iya. Tatapan kalian benar-benar membuat gua takut," cibirku pada mereka.

"Ya, Mbak, masa ada berlian bagus gini didiemin aja?" ejek salah satu dari mereka.

"Halah, buaya mulutnya manis amat."

"Bagus," ujar Ezra

"Dengan ini, gua, Liam sebagai ketua Bradiz, secara resmi menyatakan Auva sebagai anggota kita sekaligus partner Ezra." Liam menyodorkan tangannya, dan aku meresponsnya dengan senyuman, meskipun sedikit terpaksa, sebagai tanda peresmian.

"Welcome to Bradiz, Auva! Di sini kita boleh nakal, tapi pendidikan tetap nomor satu." Setelah Liam ngomong gitu, satu ruangan langsung ramai.

"Welcome Auva!"

"Yeay, dapet kakak cewek baru!"

"Partner ghibah kita bertambah nih."

"Halo calon ibu wakil." Pasti udah pada tahu yang ngomong siapa, 'kan? Ya, enggak lain dan enggak bukan si Abyaz, pemilik senyum kotak.

"Wow, calon enggak tuh!"

"Kapan nih resminya Pak?"

Jujur, aku agak bingung, terutama ketika pandanganku bertemu dengan mata Alvan. Hanya senyum kecil yang bisa kuperlihatkan sambil memalingkan wajah.

"Maunya kapan? Detik ini juga bisa," tutur Alvan dengan antusias.

Reaksi di sekitar langsung mencuat, "Woah, gila nih, kayak rem blong!"

"Sekarang aja udah, Al," seru teman-teman yang lain.

"Cie, pak wakil udah ketemu pawangnya," ejek salah satu dari mereka.

"Ehem, kayaknya hari ini ada pesta besar-besaran nih," kata yang lain bergurau.

"Ngajakin pacaran enteng banget, ya," tambah teman yang lainnya sambil tertawa.

Aku menutup wajah dengan tote bag, malu dan gugup setengah mati. Liam dan Ezra hanya tertawa bersama Zaidan.

Alvan bangkit dari duduknya, menuju ke arah kami. Liam dan Ezra, yang sadar, memilih pergi. Aku berusaha santai, berusaha bersikap biasa meski sebenarnya sulit dilakukan.

ABOUT FEELINGS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang