53 - AF

1.2K 67 6
                                    

Perlahan, Auva terbangun ketika mendengar suara Arjun yang meringis kesakitan. Tiba-tiba, dia merasakan sakit pada punggungnya, dan suara ringisan tersebut langsung memperoleh perhatiannya.

"Auva, sepupu gua, akhirnya bangun!"

Plak!

Suara geplakan dari Alvan membuat Satrio menggelengkan kepala, sementara Auva yang terbaring hanya bisa melihat Alvan dengan tatapan bingung. Di sebelahnya, Arjun merintih kesakitan akibat geplakan yang keras.

"Enak, Arjun? Mau saya tambahin?"

Arjun dengan cepat menggelengkan kepala. Sudah cukup dengan Alvan, jika om Satrio ikut-ikutan, yang ada tubuhnya akan remuk. Auva hanya tersenyum kecil.

Satrio bangkit dari duduknya dan menghampiri anaknya. Auva, yang sekita teringat pada perkataan Katian hanya bisa diam. Apakah benar selama ini ayahnya memiliki sikap arogan dan sangat keras kepala? Sekarang, Auva ingin menanyakan hal tersebut.

"Mau apa, Nak?" Satrio tersenyum lembut, menyadari bahwa putrinya sedang sakit.

"Haus ...." Suaranya terdengar serak dan pelan. Satrio segera memberikan air dengan sedotan agar mempermudah Auva untuk minum.

"Jangan banyak bergerak, luka kamu masih basah."

Setelah itu, Auva kembali menatap satu per satu wajah yang menunggunya. Dia melihat luka di lengan Alvan yang kini sudah tertutup perban.

Satrio menyadari bahwa tatapan anaknya tertuju pada Alvan, akhirnya ia memutuskan untuk memberikan mereka ruang untuk berbicara. Meski dengan berat hati, Satrio meminta Arjun untuk ikut dengannya.

"Kalian ingin ngobrol berdua? Baiklah, ayah akan pergi ke kantin dan beli makanan untuk semua orang serta memberi tahu bunda."

Namun, Auva hanya diam, tidak mengeluarkan suara sama sekali. Hal itu membuat Satrio tersenyum tipis. Mungkin nanti dia akan menanyakan hal itu setelah mereka berdua memiliki waktu bersama.

Kini hanya tinggal dua sejoli itu, Auva memberi isyarat kepada Alvan untuk mendekat. Dia tersenyum kecil, namun merasa heran dengan tatapan Alvan yang berbeda dari saat di gudang.

Dia merasa seperti ditatap dengan cara yang asing, mengapa? Apakah Auva kembali merasakan apa yang dirasakannya saat pertama kali bertemu Alvan?

Alvan mendekati ranjang Auva dengan diam. Sebenarnya, dia ingin memeluk perempuan itu erat-erat, tetapi luka di tubuhnya membuatnya urung melakukannya.

"Al," panggilnya dengan nada lirih.

Alvan tetap diam sambil mengelus surai hitam milik Auva. Meskipun hatinya ingin menanyakan tentang ucapan Katian untuk membuktikan bahwa itu salah. Namun, melihat keadaan Auva, ia mengurungkan niat tersebut.

"Muka kamu jelek, banyak lebamnya," kata Auva sambil menatap Alvan.

Alvan tetap diam sambil terus memainkan rambut Auva dan menatapnya.

"Kenapa kamu diam aja?" tanya Auva lagi.

Lagi-lagi, Alvan hanya diam.

"Al kenapa kamu cuekin aku?" tanya Auva dengan nada sedih. "Kenapa tatapan kamu kembali dingin?" tambahnya lagi.

Melihat kekasihnya menatapnya dengan sedih, Alvan tersenyum tipis. Hatinya sakit melihat Auva sedih, tetapi egonya masih menghambatnya karena ucapan Katian tadi.

"Enggak, gua cuma butuh waktu," jawab Alvan singkat.

"Butuh waktu buat apa? Aku gak ngerti," protes Auva.

"Lupain aja. Sekarang, gimana sama luka lo?" Alvan mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Masih perih, badanku juga sakit," jawab Auva.

ABOUT FEELINGS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang