28 - AF

1.4K 99 11
                                    

Aku melihat Alvan masih dengan posisi yang sama, senyuman kini begitu jelas di wajahnya. Meskipun enggan menatap kami, raut wajah cerianya membuatku berkali-kali menggodanya.

"Cielah, yang lagi malu-malu," sindirku.

"Diem, Na!" tegurnya tegas.

Eits, tidak semudah itu. Ini akan menjadi hobi baruku untuk membuatnya salah tingkah. Seberapa banyak rahasia yang ia sembunyikan lagi? Aku jadi ingin mengetahuinya.

"Woi, mau pada ngerujak enggak?" tanya Zaidan.

Lagi dan lagi, bahas rujak. Aku kira mereka tidak suka hal-hal seperti itu. Namun, nyatanya, mereka malah suka, terlebih lagi Zaidan, Ezra, dan Naka yang paling semangat.

"Kalian semua suka rujak?" tanyaku pada mereka.

"Jangan ditanya lagi, jelas!"

"Bener, apa lagi buah mangga yang belum mateng sepenuhnya," kata Haikal dengan semangat.

"Tapi sambal rujak buatan Ezra sama Alvan paling enak," ujar Raju sambil meminum es kelapa.

"Bener mbak, lo gak tau kan mereka pinter dalam membuat makanan. Dari yang pedasnya pas, tekstur buah-buahan yang seimbang, sampai paduan bumbu yang bikin nagih. Jadi, nggak heran kalau semuanya pada doyan," jelas Reyhan.

"Va, lo kudu coba sambal buatan Alvan dah," ujar Evan dengan semangat.

"Yaudah ayo gas ke sana," seru Naka.

"Eh Bang, pake jambu sekalian atau rujak mangga aja?" tanya Reyhan.

"Mangga aja udah, gua liat pohonnya banyak buah."

Akhirnya, kami semua bangkit dari tempat duduk dan berjalan keluar warung. Sebelum itu, kami semua membayar total makanan tadi.

"Mbok, titip motor bentar, ya?" ucap Liam.

"Awakmu kabeh teng ngendi seh?" Mbok Ijah yang sedang mencuci piring pun menghampiri kami.
(Kalian mau ke mana, sih?)

"Biasa, Mbok, arep nang omah pak Emon," ucap Abyaz.
"Biasa, Mbok, mau ke rumah pak Emon)

"Awakmu iki jan ora ana kapok-kapoké, yo? Yawes, ojo lali gawakno po gawe mbok, yo?"
(Kalian ini engga ada kapok-kapoknya, ya? Yaudah jangan lupa bawain mangganya mbok, ya?)

Setelahnya, aku berjalan bersama mereka, tentu saja dengan Alvan di sebelahku, tak lupa menautkan tangan kita. Kami semua mendengar obrolan mereka dan sesekali tertawa. Lalu sampailah kami di rumah dengan pohon mangga yang sudah berbuah banyak. Aku berdiri sedikit jauh setelah ditentukan oleh mereka, bersama Liam dan juga Alvan.

"Woi, aman enggak?"

"Aman Bang, gua udah siapin kresek juga."

Tunggu dulu, jangan bilang mereka mau maling mangga? Aku menatap ke arah Liam, mencari penjelasan darinya.

"Yam, jangan bilang mereka-"

"Iya, mereka bakal ambil buahnya tanpa izin."

"Kenapa enggak izin?" tanyaku.

"Udah, waktu itu Zaidan sama Naka ngebet pengen rujak mangga, terus kita nemu nih rumah. Pemiliknya juga ada, kita semua minta izin buat ambil beberapa buah, tapi malah kita diusir."

"Kok diusir?"

"Jadi, kata tetangga di sini, bapak itu pelit. Mangga diminta gak boleh, tapi mangga yang jatuh didiemin aja. Jadi ya daripada kebuang gitu aja, ya kita ambil."

"Terus kenapa gua disuruh berdiri di sini sama kalian?"

"Ya karena lo cewe larinya agak lamban, nanti ketangkep sih Emon mau?" cetus Alvan sambil mengeluarkan canda.

ABOUT FEELINGS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang