Tidak mungkin tidak ada keramaian di jam istirahat, semua berkumpul untuk menjadi yang pertama membeli kecuali Rania yang harus memakan bekal sehatnya.
"Jeruk, telur rebus, sandwich isi sayuran. Aku emang sakit, tapi kalau makanannya begini aku bisa mati kebosanan!" Komplain Rania.
"Yaudah makan aja, lagian kamu mau kumat kalau makan bakso!" Desfa memasukan satu buah bakso ke dalam mulutnya di depan Rania.
"Enak banget ya, bebas makan bakso. Pasti enak banget kan" ujar Rania.
Rania dengan terpaksa memakan makanan sehatnya sembari melihat sahabatnya memakan bakso dengan nikmat.
Seseorang meletakan jajanannya di meja yang sama dengan mereka, lalu memakannya tanpa memedulikan Rania dan Desfa.
"Ngapain disini?" Tanya Rania, ia hendak bergeser agar tidak berdekatan dengan Gama.
"Apa ada aturan tertulis mengenai siapa saja yang boleh duduk disini?" Jawabnya datar lalu kembali menggigit roti isi coklat yang ia beli.
Rania berusaha tidak memedulikan kehadiran Gama, ia terus memakan makanannya hingga kandas. Tidak peduli bagaimana ekspresinya saat ini, Rania berusaha untuk menyelesaikan makannya.
"Ayo pergi!" Ajak Rania.
Desfa memandangi bakso miliknya yang masih ada kuah dan mie, tidak mungkin ia menyia-nyiakan makanannya.
"Sabar Ran, astaga!" Desfa mengangkat mangkuknya agar dekat dengan mulutnya supaya leluasa meminum kuah bakso.
"Saya bukan virus, berhenti bertingkah seolah saya melakukan kesalahan!" Lagi-lagi Gama membuka mulutnya.
"Saya tidak peduli, Tuan Gama. Entahlah saya sedikit mual, makanya hendak pergi!"
"Bukankah harusnya aku yang mual, selalu saja diberi kue stroberi. Bayangkan dengan terpaksa aku makan itu, karena aku gak mau sia-siakan makanan yang mendapatkannya saja sulit!" Emosi Gama terpancing, entah kenapa ia marah ketika Rania mengatakan mual bila ada dirinya.
"Oh, aku sadar kok. Makanya gak buat lagi, maaf ya pasti kamu kejang-kejang makannya. Aku pergi." Rania menarik tangan Desfa yang masih sibuk menyendok mie ke dalam mulut.
"Mampus." Ucap Desfa tanpa suara namun Gama masih bisa membaca perkataannya.
Di kelas Rania sibuk menjepit rambutnya dengan jepit berbentuk stroberi di selipan kiri dan kanan telinga. Lalu ia menatap bayangan dirinya di jendela kelas, "Daripada dibotakin, mending di potong pendek aja. Kenapa sih kemo bikin rambut rontok, gak cukup apa sekedar pengobatan saja," gumamnya.
"Cantik ya sahabatku, lebih cocok rambut pendek." Desfa mencubit kedua pipi Rania. Lalu menepuk pelan kepalanya dan mengelus dagunya Rania.
"Emang aku kucing?" Rania memiringkan kepalanya agar Desfa berhenti.
Rania mengambil ponselnya, lalu memotret dirinya dengan kamera Instagram. Ia memiringkan kepalanya agar jepit rambut nya nampak jelas.
"Apaan sih, ganggu!" Hardiknya ketika ponsel miliknya diraih paksa oleh Gama.
"Kenapa gak di follback?" Gama menekan tombol follback akun dirinya.
"Ehh, enak aja. Pake hp aku buat follback kamu!" Dengan sigap, Rania menghapus Gama dari daftar mengikuti.
"Aku pengen kue stroberi," ujarnya secara tiba-tiba, tentu Rania sedikit terkejut.
"Beli sendiri kan bisa, lagian udah muak makan kue pemberian aku," Rania mematikan ponselnya, berjalan menuju bangku miliknya. Berusaha menghindari Gama.
Gama memandangi Rania sekilas, lalu perlahan meninggalkan Rania. Sesuatu berwarna merah tergeletak di lantai, berbentuk stroberi. Itu adalah jepitan Rania. Ia mengurungkan niat untuk mengembalikan pada Rania dan memasukan benda tersebut dikantong miliknya.
Guru masuk dan membagikan nilai kuis matematika, satu persatu siswa nilainya akan disebut didepan. Walaupun hanya lima soal, namun itu sangat berarti untuk menyelamatkan nilai mereka.
"Kali ini, Gama dapat nilai tertinggi. Bukankah kalian harus jadiin Gama panutan, tiru dan tanya bagaimana cara belajar Gama!" Seru guru tersebut.
"Tapi Bu, kepintaran bukan dilihat dari nilai matematika. Bisa aja yang lain jenius dibidang sastra, olahraga, seni, sejarah, dan lain sebagainya," ucap Sarah.
"Betul Bu,"
"Iya, Bu!"
"Saya setuju!"
Murid-murid menyalakan aksi protes mereka, tidak terima dengan ucapan guru mereka.
"Tenang semua, kalian tidak mengerti maksud ibu. Ibu pengen kalian seperti Gama, bisa menguasai banyak mata pelajaran!"
"Dia emang dewa, Bu! Kalau kami manusia biasa," ucap Sophian.
"Iya, Bu!"
"Sudahlah, ibu lanjut saja. Rania, nilai kamu kosong nanti kamu ke ruangan ibu!" Guru matematika tersebut langsung mengecek daftar nilai yang merujuk pada nama Rania. Banyak sekali nilai yang kosong karena seringnya Rania absen. Ia pun sampai menggelengkan kepalanya.
"Tolong Gama bantu temanmu itu mengejar pelajaran, saya yang juga sebagai wali kelas kalian pusing lihat Rania, nilainya banyak kosong. Banyak ketinggalan!" Decaknya.
Gama mengangguk, melihat itu Julian mengangkat tangannya, "Saya aja, Bu. Soalnya Gama sama Rania itu musuhan. Lagian nilai matematika saya diatas KKM walaupun gak setinggi Gama,"
"Oh, kalau begitu-" ucapan guru mereka terpotong.
"Kenapa kamu bersikeras mengajari Rania, ibu guru juga sudah menunjuk siapa yang akan mengajarinya," Ucap Gama sadar bahwa guru matematika mereka hendak mengubah pikirannya.
"Lah, lagian kamu kan gak suka sama Rania. Sebagai ketua kelas yang baik dan tidak mau Rania sakit hati lebih baik aku ngajuin diri," jelasnya.
Guru matematika sekaligus wali kelas mereka itupun menepuk jidatnya pusing, "yasudah, kalian berdua saja!"
"Gak, Bu. Gama aja. Soalnya saya sibuk," ucap Julian.
Ketua kelas mereka itu akhirnya menang karena telah mengerjai Gama, ia tertawa mengejek pada Gama. Bukan tanpa alasan ia melakukan hal ini, justru karena ia kasihan pada Rania.
"Aku gak mau belajar sama Gama, mending aku les privat di rumah!" Serunya.
"Bukannya kamu gak suka les privat, kalau mama papa kamu tahu kamu berniat les privat, pasti mereka senang deh!" Ujar Desfa. Ia ingat sekali, saat Rania bertemu guru privatnya, ia terus merengek karena tidak suka belajar sendiri dengan guru yang dibayar. Suasana belajarnya jadi sangat mencekam, pikirnya.
"Tidak! Nanti jadi keterusan akhirnya jadi home schooling dan gak bisa sekolah normal. Mama sama papa kan berniat begitu! Aku gak mau,"
"Sama Gama dong?"
"Biarin aja, pasrah. Lagian kenapa sih wali kelas kita peduli banget sama nilai kita, lagian gak nguntungin dia juga. Kalau kita gagal dia gak rugi, kalau kita berhasil dia gak untung juga!" Gerutunya.
"Itulah mengapa disebut guru adalah pekerjaan mulia. Udah turutin aja deh,"
Rania meletakan kepalanya diatas meja, memejamkan matanya sejenak. Pelajaran baru saja akan dimulai setelah pembacaan nilai kuis, namun dia sudah lelah duluan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RANIA✔️ [REVISI]
RomancePeramal bilang hidup Rania tinggal 10 tahun lagi, memercayai hal tersebut Rania mengakhiri hubungannya dengan Gama pujaan hatinya. Hanya saja ia melakukan hal tersebut dengan cara yang sangat buruk. Ia membuat luka yang membekas di hati Gama. Yang t...