XII

402 20 9
                                    

Beberapa penjelasan dari Gama, itu sudah cukup membuatnya paham. Rania berusaha menyingkirkan perasaan marahnya pada Gama demi memecahkan persoalan matematika di hadapannya.

"Sudah mengerti?" Tanya Gama sembari menunjuk beberapa soal yang dituju pada Rania.

"Kenapa trigonometri susah, aku susah hapalin identitas trigonometri!" Resahnya.

"Ingat, jangan cuman dihapal tapi dipahami. Tadi katanya sudah paham," Gama berusaha untuk tetap tenang, waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Seharusnya ia sudah berada di rumah ketimbang mengajar gadis ini.

"Ya, kalau soalnya beda ya gak paham. Harusnya angkanya aja yang dibedain, jangan sin, cos, tan!" Lagi-lagi Gama harus menjelaskannya berulang, ternyata efek jarang sekolah sangat fatal bagi pelajar. Seperti Rania contohnya, dia bahkan kesulitan menerima materi yang sudah dijelaskan.

Sekarang sudah pukul setengah enam sore, mau paham atau tidak, mereka harus segera pulang, "Yahhh, pasti kamu nyesal ngajarin aku. Besok gak usah lagi, aku tinggal sewa guru les masalah beres!" Rania menyusun peralatan tulisnya ke dalam tas. Buru-buru ia mengambil tasnya dan bergegas pergi.

"Ran, tunggu!" Gama menarik tangan Rania.

Gadis itu menghentikan langkahnya tanpa berniat melihat kebelakang, tiba tiba-tiba saja Gama sudah muncul di depannya, menyelipkan sesuatu di rambutnya.

"Stroberi," ujarnya pelan.

"Maksudnya?" Rania kebingungan lalu mengambil benda yang diselipkan tadi.

"Kenapa dilepas?" Gama kembali menyelipkan jepit stroberi tersebut.

"Kok bisa ada di kamu?"

"Makanya, jangan ceroboh. Gerak sana gerak sini, di kelas kamu gak bisa diam alhasil jepitannya jatuh," jelas Gama ditambah dengan tawa kecilnya.

Rania merasa tidak terima dengan ledekan yang diberikan Gama, "kenapa sok tahu sih? Siapa juga yang gak bisa diam!"

"Aku punya dua mata," jawabnya.

"Lihat yang lain kek, gak ada kerjaan banget merhatiin aku! Risih tahu gak!" Cetus Rania.

"Risih?"

Rania mengangguk.

"Biar kamu tahu, itu yang aku rasakan waktu kamu selalu ngasih kue ke aku!" Kalimat itu keluar dari mulut Gama, bukan tanpa alasan, sebenarnya Gama tak mau ini terjadi. Namun, Rania yang pertama memulai.

"Iya aku tahu kok, gak perlu dijelasin. Makasih, aku mau pulang!" Rania berlari kecil menjauhi Gama. Untung saja sopirnya masih setia menunggu dirinya, jadi ia langsung masuk saja ke mobil.

"Baik banget ya mau ngajarin Nona, pasti dia suka sama nona, ya?"

"Tadi dia terpaksa ngajarin Rania matematika, disuruh walikelas," Raut wajah Rania tampak kesal, sopirnya itu lebih memilih untuk tidak bertanya lebih lagi.

"Loh kenapa kita ke rumah sakit?"

"Nona gak ingat kalau ini jadwal nona  check-up?"

Hampir saja Rania lupa, "oh iya, makasih ya pak, udah diingatin!"

"Sudah jadi tugas saya." Jarwo sudah menganggap Rania seperti anaknya sendiri, begitulah yang ia pikirkan. Keluarga yang telah menerima dirinya bekerja, cukup menghormatinya. Tak pernah ia melihat salah satu dari keluarga itu memperlakukan dirinya dengan buruk. Itulah mengapa ia ingin mengabdikan hidupnya pada keluarga tersebut.

•••

"Loh, hebat kamu Ran!" Dokter Rio mengamati perkembangan Rania dengan alat-alat medis yang tersedia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RANIA✔️ [REVISI] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang