Acara yang dinantikan Rudy pun akhirnya tiba. Sejak pagi, bahkan malam tadi lelaki itu tak bisa tidur tenang karena akan mengucapkan janji di hadapan ayah Aya secara langsung.
"Kalimat ijab kabulnya udah hafal beneran, ya?" tanya Laras untuk memastikan bahwa Rudy sudah benar-benar menghafalnya.
"Sudah, Mbak. Cuma rasa tegangnya masih nggak ilang-ilang," jawab Rudy yang kini duduk di kursi penumpang.
Sebagai pengantin, kali ini Rudy tidak diperbolehkan mengendarai mobil sendiri. Suami Laras yang sekaligus merupakan kakak kandung Rudy yang membawa kendaraan roda empat dengan hiasan pita berbentuk bunga sebagai lambang mobil pengantin. Pun dengan kendaraan pengiring lain yang mengikuti dari belakang.
"Kalau itu sudah biasa. Yang penting nanti lancar," sahut kakak kandung Rudy.
Sedangkan di kediaman Aya, para tetangga yang datang untuk membantu sudah sibuk dengan tugas yang mereka miliki masing-masing. Mulai dari yang di dapur, di tempat makan dengan sistem plasmanan, penerima tamu, serta seksi parkiran.
Dibanding Aya, tampaknya Pak Gatra lebih bahagia dengan momen sakral ini. Aya hanya diam dan tersenyum seperlunya. Wajahnya yang sudah tertutup riasan juga tampak sangat cantik, karena hari-hari biasanya perempuan itu hanya memakai make-up seadanya.
Saat orang lain menikah karena cinta, tapi di hati Aya rasa itu belum ada sama sekali. Karena sepertinya rasa itu masih tertinggal di lelaki yang pergi begitu saja. Sambil menunggu penggantinya datang, Aya dan kedua orang tua duduk di depan untuk menyambut para tamu undangan.
"Nanti kalau udah punya suami, jangan lupa jengukin Ibu. Yang patuh sama suami. Sama orang tua suami kamu juga, mereka sama aja kayak orang tua kamu di sana. Jaga sikap," pesan Cempaka sebagai seorang Ibu saat mereka duduk karena tamu sedang sepi.
"Nggeh, Buk. Aya nggak akan pernah lupa sama Ibu. Lagian jarak dari Singosari ke sini juga nggak begitu jauh, masih satu kota juga." Aya memeluk lengan Cempaka sambil tetap tersenyum meski hatinya ingin sekali memberontak untuk menghentikan acara hari ini.
Penantian Pak Gatra akhirnya selesai, rombongan pengantin dan pengiring sudah tiba, lalu kini sedang beristirahat di rumah Mbak Laras yang letaknya tak jauh dari rumah Aya.
"Mari masuk dulu, Mbak. Biar saya benahi dulu riasannya," ajak seorang perias perempuan pada Aya. Menurut, pengantin itu masuk ke dalam rumah.
Ternyata di rumah Mbak Laras, Rudy juga sedang didandani oleh perias yang sudah menyiapkan baju ganti beserta sandal pengantin. Kini, Aya baru merasakan sensasi tegang saat keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya.
Rentetan acara demi acara sudah selesai. Mulai dari ijab kabul dan serah terima pengantin hingga malam resepsi, tapi Aya menyebutnya sebagai hari penghukuman karena sejak pagi harus mengenakan baju-baju pengantin, belum lagi ia harus selalu berdiri saat ada tamu datang.
Ia ingin bertanya kepada ayahnya, yang awalnya bilang hanya mengadakan acara kecil-kecilan, tapi kenapa tamu yang hadir begitu banyak?
Tangan Rudy yang tak melepaskan tangan Aya sejak sah siang tadi, kini mulai bergerak memijati punggung tangan perempuan yang sudah sah menjadi istrinya agar tetap terjaga.
"Ngantuk banget, Mas. Pingin tidur banget sekarang," adu Aya akhirnya dengan suara manja.
"Iya, habis acara nanti langsung istirahat. Biar besok pas jalan ke rumah nggak terlalu capek," kata Rudy tanpa menghentikan kegiatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosenku, Lelakiku
RomanceSoraya tiba-tiba dikejutkan dengan lamaran dari seorang dosen di kampusnya. Tak butuh waktu lama, ia juga harus melangsungkan pernikahan karena Rudy tak bisa menunggu lebih lama lagi. Sedangkan sahabatnya, Anggi juga mengidolakan dosen muda itu. Ru...