🍻 1. Segera Pulang 🍻

12.9K 729 89
                                    

"Libur panjang bukannya menghabiskan waktu di rumah kok malah ngurusi pekerjaan? Kamu jangan diam saja kalau suamimu seperti itu, Sas!"

Prasasti hanya bisa diam mendengar omelan Sasmito, ayah mertuanya, yang entah mengapa hari ini mendadak cerewet. Tak biasanya beliau begitu. Satu atau dua kali memang bertanya, tetapi tidak sampai dengan suara yang sedikit keras seperti hari ini.

"Mas Hesa bilang lembur, Yah. Sasti—"

"Telepon dia! Ayah tidak mau dengar alasan apa pun!"

Jelas kalau itu adalah permintaan tak terbantahkan yang harus dituruti. Ditambah berlalunya sang mertua menuju kamar disusul suara pintu yang tertutup sedikit keras. Kode bahwa dirinya harus segera menelepon Mahesa dan menyampaikan permintaan yang rasa-rasanya sulit diterima suaminya. Ayah mertuanya hanya mau diantar oleh Mahesa ketika harus memeriksakan kesehatannya.

Prasasti tidak menutup mata pada kesibukan Mahesa. Sejak awal menikah, suaminya memang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pekerja keras. Semua tugas yang diterimanya dipastikan selesai tepat waktu sesuai permintaan klien.

Prasasti menarik napas panjang. Menimbang-nimbang titah ayah mertua yang baginya bisa jadi bencana. Bencana untuk hatinya yang harus siap mendengar nada dingin atau bahkan kesal dari Mahesa. Dianggap tidak memahami suami dan masih menuntut sesuatu lebih dari yang bisa diberikan oleh seorang pria untuk istrinya.

Menikah karena perjodohan, Prasasti tidak menganggap itu adalah akhir dunia. Kondisi orang tuanya yang terluka parah akibat kecelakaan jelas membuatnya mengabulkan setiap keinginan tanpa pikir panjang. Apalagi ibunya sudah berpulang terlebih dulu dalam kecelakaan tersebut maka memberi jaminan bahagia untuk sang ayah adalah keharusan.

Demi ketenangan pikiran ayahnya untuk menjalani pengobatan, Prasasti menyetujui keinginan yang baginya tidak sulit. Ditambah kesan pertama saat melihat Mahesa, pernikahannya tidak akan sesulit ucapan teman-temannya bahwa menikah dengan orang yang tidak saling mencintai pasti akan berakhir buruk.

Hal yang tidak disangka oleh Prasasti dan kemudian terjadi adalah ayahnya meninggal tepat setelah pernikahannya. Tidak ada waktu untuk penyesalan, dia mengurus semuanya dengan tegar. Prasasti bahkan menurut ketika mertuanya mengajaknya pindah segera setelah tahlilan tujuh harian selesai.

Tinggal di rumah mertua tidak seseram bayangan Prasasti. Meski tidak ada ibu mertua, dia bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Satu anak berusia tiga tahun yang kata mertuanya adalah anak angkat langsung bisa dia dekati. Anak manis yang menurut dengan semua yang diucapkannya.

"Kenapa melamun, Sas? Sudah menelepon Mahesa?"

"Be-belum, Yah." Prasasti terkejut. Sasmito berdiri di hadapannya dengan mata yang menyorot tajam. "Sebentar lagi Sasti telepon."

"Tidak usah menunggu nanti. Lakukan sekarang!"

Mulai kapan ayah mertuanya menjadi sosok yang sedikit tiran begitu? Prasasti heran, apa yang mengubah beliau jadi seperti itu? Adakah sesuatu yang terjadi dan tak diketahuinya?

"Bobok, Mama." Sosok kecil membawa sebotol susu berlari mendekati Prasasti dan merebahkan kepala di pangkuannya.

Prasasti meraih bantal sofa, meraih si anak, dan merebahkannya. Tanpa banyak rewel, bocah itu segera meminum susunya seraya memutar rambut dengan tangan yang lain. Ayah mertuanya belum beranjak dan Prasasti tahu kalau sedang diamati. Satu-satunya hal yang bisa dilakukannya adalah diam. Dengan seorang balita di dekatnya, topik mengenai Mahesa harus dijauhkan.

"Mahesa harus pulang malam ini, Sas. Katakan kalau Ayah yang suruh!"

"Mama, Ayah?" Prasasti gemas bukan main. Mertuanya tahu kalau si cucu pasti akan banyak bertanya begitu nama ayahnya disebut, tetapi tetap dilakukan. Apa yang bisa dilakukannya sekarang ketika bocah yang hampir tertidur itu kembali membuka mata, lebih lebar, dan menyorot girang.

Anak yang diberi nama Rifky itu selalu antusias mendengar nama ayahnya disebut-sebut. Contohnya seperti saat ini, si kecil yang aktif itu mendadak bangun dan melemparkan botol minumnya begitu mendengar nama Mahesa. Matanya berbinar penuh harap. Anak itu menunggu mainan apa yang akan dia dapatkan ketika si pria pujaan hatinya pulang.

Susah payah Prasasti membujuk Rifky supaya tidur lebih dulu. Berbagai bujukan digunakan dan masih gagal. Perempuan muda itu tidak marah. Dia menemani putranya yang kemudian bermain hingga bocah itu lelah dan tidur menelungkup di karpet.

Dengan penuh kasih sayang, Prasasti mengangkat anaknya dan membawanya ke kamar. Setelah menyelimuti dengan selimut tipis, dia mematikan lampu besar dan menggantinya dengan yang lebih redup. Sekali lagi dilihatnya wajah tampan Rifky sebelum benar-benar berlalu.

Langkah santai membawa Prasasti meninggalkan kamar anaknya menuju ruang tengah. Diraihnya ponsel yang tergeletak di meja dan mulai mencari kontak Mahesa. Tidak perlu mengirim pesan karena jelas kalau suaminya tak akan membalas. Satu hal yang sudah dihafalnya selama setahun pernikahan bahwa ketika mengatakan pergi bekerja maka Mahesa tak akan membalas satu pesan pun.

Panggilan yang dilakukan Prasasti tersambung, tetapi tak kunjung dijawab. Tak putus asa, dia mencoba hingga beberapa kali dan akhirnya mendengar suara Mahesa di seberang. Hanya kata "halo" yang diucapkan dengan keras dan tidak sopan.

"Ayah mau Mas Hesa pulang sekarang juga." Menolak untuk terintimidasi suara terganggu suaminya, Prasasti menyatakan tujuannya tanpa didahului basa-basi.

"Aku sudah mengatakan kalau lembur, bukan?"

Tentu saja Prasasti ingat kalau Mahesa pamit lembur. Sebenarnya, dia sudah mulai kehilangan kepercayaan pada Mahesa. Mana ada lembur terus menerus tanpa jeda padahal sehari-harinya sudah pulang larut malam. Belum lagi dinas keluar kota setidaknya sebulan dua atau tiga kali.

Hidup mereka memang berkecukupan, tetapi bukan itu yang menjadi masalah bagi Prasasti. Demi apa? Suaminya bukan CEO yang mempunyai jadwal sampai sesibuk itu. Mahesa hanyalah manajer sebuah perusahaan advertising. Kalau dulu, mungkin bisa lembur seperti orang gila, tetapi menjadi tak masuk akal saat jabatan sudah naik dan kesibukan jadi semakin menggila.

Prasasti mengerti bahwa ada harga yang harus dibayar dari sebuah kenyamanan. Namun, tidak dengan Mahesa. Semakin tinggi sebuah kedudukan maka semakin sibuk pula pekerjaan. Semua sudah lebih dari yang pernah dibayangkannya dan dia bukan perempuan bodoh yang akan terus diam ketika segala sesuatu sudah keluar dari yang sebagaimana mestinya.

"Bukankah kau mengerti kalau aku tak suka diganggu saat bekerja, Sasti?"

Nada bicara Mahesa menyiratkan rasa tidak suka dan terganggu yang bisa didengar jelas oleh Prasasti. Namun, kali ini dia berniat untuk menulikan telinga dari hal itu. Suaminya marah, biarlah, bisa diatasi nanti ketika pria itu sampai di rumah.

"Aku tidak peduli Mas Hesa marah, tetapi Ayah memintamu pulang sekarang juga."

"Bilang pada Ayah ka—"

"Bilang saja sendiri!" Untuk pertama kalinya Prasasti berani memotong kalimat suaminya. "Itu ayahnya Mas Hesa. Jangan selalu menjadikanku perantara untuk menyampaikan semua alasan yang tak lagi membuat Ayah merasa senang."

"Sas, kenapa mendadak kau jadi keras kepala?"

"Aku hanya ingin Ayah tidak terus bertanya tentang pekerjaanmu di hari libur. Kalau memang Mas Hesa kerja, tentu tidak sulit untuk jujur, bukan?"

Prasasti mendengar helaan napas Mahesa. Jelas suaminya sedang berusaha untuk meredakan emosi. Pria itu memang tidak membentaknya, tetapi apa yang dia dengar sudah cukup membuatnya tahu kejengkelan di seberang sana.

"Aku tutup teleponnya, Mas. Sampai jumpa di rumah."

Prasasti memutus sambungan. Tidak peduli pada suara Mahesa yang berusaha untuk menahannya. Satu tahun bukan waktu yang singkat untuk paham maksud Mahesa. Secara tidak langsung, sang suami telah menjadikannya alat untuk menenangkan mertuanya supaya tidak banyak bertanya tentang seluruh kesibukannya. Tidak ada hal lain yang bisa dipikirkan Prasasti, terlebih lagi setelah mengetahui reaksi pria itu beberapa saat lalu.

Temaaans, nonie ada cerita baru dong. Jan lupa save dan komenin, yakk. Tapi jan emosi😁😁

Love, Rain❤


Di Tepi BayanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang