-23-

77 14 4
                                    

Aku seneng banget angka readers sama vote bertambah, thank u semuanya yang udah baca dan vote. Happy 2.25k readers guys!

Happy reading 🖤
. . .

"Nek, cucumu datang!"

Seorang wanita paruh baya menuruni tangga dengan tersenyum.

Begitu sampai di bawah, Farel langsung memeluk neneknya. Ia rindu, meski tinggal di kota yang sama. Tetap saja mereka jarang bertemu.

Asha, Marva, dan Davina mencium tangan nenek Farel.

"Ada apa kesini, rel?" Tanya sang nenek.

"Em... Anu... itu,nek-" ucapan Farel terpotong.

"Kami kesini ingin menyampaikan pesan dari mendiang kak Azkia..."  Ucap Marva. Membuat mereka terkejut.

"A-azkia?" Arlo sangat terkejut. Saat tau sang putri yang sudah meninggal 21 tahun lalu, menyampaikan pesan pada anak anak yang belum lahir saat itu.

"Tau, darimana kalian?" Tanya Arlo.

"Jadi, saya dan teman saya Davina memiliki mata batin. Terserah, kakek mau percaya atau tidak. Yang pasti saya sudah tau cerita dari mendiang kak Azkia. Bahkan kak Azkia ada di sini bersama kita, di tengah tengah saya dan Davina." Ucap Asha, membuat mereka terdiam.

"Asha... Dia bukan ibu ku.." ucap Azkia.

"Hah?" Davina dan Asha sedikit terkejut.

"Dia bukan ibuku, coba tanyakan dimana ibuku?" Pinta Azkia. Diangguki oleh mereka berdua.

"Maaf, sebelumnya saya mau bertanya, dimana ibu kak Azkia?" Tanya Davina dengan sopan.

"Ibu Azkia, sudah meninggal setahun setelah kepergian Azkia." Jelas Arlo, dengan wajah sedih.

"Ini adalah istri kedua saya, Arvia Larasati." Ucap Arlo mengenalkan istri keduanya.

"Loh? Kakek, terus kak Azkia itu kakak nya ayah?" Tanya Farel.

"Iya, Dean adalah adik kandung dari Azkia. Jadi, mendiang Azkia adalah Tante kamu." Jawab Arlo.

"Pesan apa yang ingin disampaikan Azkia?" Tanya Arvia.

"Pesa-" ucapan Asha terpotong saat Azkia memegang pergelangan tangannya.

"Katakan, semuanya akan terbongkar..." Ucap Azkia dengan nada marah.

"Ta-"

"Katakan saja itu, lihatlah ke arah pilar di pojok sana." Asha dan Davina langsung melihat ke arah pilar, disana ia melihat sesosok wanita penuh darah, tanpa tangan, baju putih yang penuh darah.

"Katakan itu, dan mari kita pergi." Ucap Azkia.

"Kata, kak Azkia, semuanya akan terbongkar secepatnya." Ucap Asha.

Setelah itu ia bangkit berdiri diikuti oleh Marva, dan Davina. Sedangkan, Farel masih berusaha mencerna semua ini.

"Kami pamit dulu, permisi." Mereka undur diri.

Lalu diikuti dengan Farel.

"Sayang, sayang!" Panggil Farel sembari berlari mengejar mereka.

"Apa?" Tanya Asha.

"Ada apa sih? Kok gak jadi sampaikan pesan?" Tanya Farel kepo.

"Iya, gue juga kepo." Ucap Marva.

"Kita cari kafe, nanti aku jelasin disana. Aku laper nih." Ajak Asha sembari mengerucutkan bibirnya.

Farel tersenyum melihat wajah Asha yang menggemaskan, ingatkan Farel bahwa mereka masih pacaran.

"Iya udah ayo." Mereka menaiki motor lalu pergi meninggalkan pekarangan rumah.

1001 MISTERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang